Sinta berusaha keras mencari tahu apa yang membuat jhona merubah sikapnya. Terkadang, fikirannya yang buruk, bermain di kepalanya. Akan tetapi,apa yang di fikirkannya tidak pernah terjadi.
Sinta sudah memeriksa hal-hal yang mencurigakan. Mulai dengan pekerjaan. Semuanya tidak bermasalah. Baik dari EFG ataupun MC. Semua dalam kondisi stabil. Tidak ada alasan untuk menyatukan dua perusahaan besar itu.
Kecurigaan beralih pada wanita lain. Sinta bahkan mengikuti kemana suaminya itu pergi. Hampir setiap hari sinta mengikuti.
Jhona seakan menutup rapat masalah yang di hadapinya dari sinta. Sinta putus asa.
Ia menyerah. Ia membiarkan waktu yang menjawab semua pertanyaan dalam benaknya. Sinta tidak menemukan apapun yang menjadi penyebab berubahnya jhona secara signifikan.
Hingga akhirnya, hubungan mereka di korbankan. Bahkan jova ikut merasakan dampak dari masalah ini.
Jhona yang berubah menjadi introvert, dan sinta yang berubah menjadi tak peduli, menjadikan rumah tangga mereka kehilangan keharmonisannya.
Mereka hanya akan terlihat harmonis, pada saat-saat tertentu saja.
Masihkah mereka saling mencintai?
Atau, masih adakah rasa cinta yang tersisa di dalam hati mereka?
Seandainya sinta tetap peduli, akankah jhona tak lagi diam? Mungkinkah ia akan menjelaskan semuanya?
Seandainya jhona terbuka, mungkinkah rumah tangga mereka tetap harmonis dan bahagia?
Mereka tak juga menemukan jawabannya. Hingga usia jova hampir lima tahun, mereka tetap sama.
Mungkinkah mereka akan berakhir? Ataukah mereka akan kembali harmonis?
Entahlah. Hanya mereka yang tahu jawabannya. Biar waktu yang menunjukkan kebenarannya.
Namun, tahukah mereka bahwa jova merasakan dampak dari perbuatan mereka?
Dapatkah mereka mengembalikan waktu untuk merubah apa yang terjadi?
Sepertinya, mereka belum melihat dampak itu dalam diri jova. Mereka masih tenggelam dalam dunia mereka sendiri, belum menyadari hal ini.
Ya, mungkin mereka akan menyesalinya. Nanti.
*****
Side story jhona.
Beberapa bulan lalu di sebuah Rumah Sakit.
Jhona berfikir keras. Beberapa hari ini jhona merasakan rasa sakit pada bagian perutnya. Jhona tak ingin sinta khawatir. Akhirnya ia memutuskan untuk melakukan pemeriksaan.
"Dokter, bagaimana kondisi kesehatan saya?" jhona bertanya.
"Tuan, sepertinya ini cukup serius. Kita harus melakukan pemeriksaan lanjutan. Hanya untuk memastikannya saja."
"Apakah itu harus?"
"Ya tuan."
"Baik. Atur jadwal dan tolong, jangan sampai ada orang lain yang tahu. Jaga rahasia ini baik-baik."
"Saya mengerti tuan."
Satu minggu kemudian, jhona memulai pemeriksaan lebih lanjut pada kesehatannya. Setelah melakukan pemeriksaan itu secara diam-diam, jhona lebih banyak diam.
Dalam hatinya, ia ingin mengatakan semua kegelisahannya pada sinta. Tetapi, ia tak ingin membuat sinta bersedih. Pada akhirnya, ia diam tak melakukan apapun.
Sinta yang melihat hal ini, merasa bingung. Namun, ia pun menutupi semuanya dari semua orang.
Saat ini jhona menemui dokter yang memeriksanya. Ada perasaan takut mengetahui hasilnya.
"Baik. Ini hasil pemeriksaan tuan." dokter tersebut memberikan sebuah amplop putih. Jhona mengambil amplop itu. Ia hanya memandangi amplop di tangannya itu.
"Terimakasih dokter." jhona belum membukanya. ia berpamitan dan meninggalkan ruangan itu. Di mobil, jhona melihat kembali amplop itu. Ia tak berani membukanya.
Fikirannya berkecamuk. Ada rasa penasaran dalam hati namun, ia ragu. Jhona sendiri tak mengerti.
Sebenarnya, ia takut. Jika hasilnya menunjukkan hasil yang menakutkan, ia takut akan meninggalkan anak dan isteri yang sangat di cintainya. Jika hasilnya baik-baik saja, itu akan sangat melegakan.
Ia mengambil amplop itu dan memutuskan untuk membukanya. Ia mulai membaca hasil uji laboratorium itu. Jhona menderita kanker pankreas.
Jhona terdiam. Tanpa di sadari, airmata di sudut matanya telah terjatuh. Di hapusnya airmata itu dengan kasar. Ia melajukan mobilnya menuju kantornya.
Sesampainya di sana, jhona berfikir keras. Di satu sisi, ia ingin sinta yang menjalankan bisnis keluarganya. Di sisi lain, sinta pun sedang menjalankan bisnis dari keluarganya sendiri.
Jhona merasakan dilema. Muncullah ide untuk menyatukan EFG dan MC, dengan demikian sinta tetap bisa menjalankan kedua bisnis itu.
Jhona tak menyangka, bahwa idenya akan menjadi sebuah tanda tanya besar. Bahkan membuat sinta menaruh curiga padanya. Seakan sikap sinta kini sedang mengintimidasinya.
Akhirnya jhona putuskan untuk diam-diam mengobati penyakit yang di deritanya. Berharap ada keajaiban. Hingga ia mengabaikan keluarga kecilnya. Termasuk puteri kecilnya.
Jhona berusaha sekuat tenaga. Terkadang ia harus berbohong pergi melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri hanya untuk mengobati sakitnya.
Jhona mengantisipasi kondisinya sendiri dengan membuat surat pengalihan harta. Ia mengalihkan seluruh asetnya atas nama isteri tercintanya sinta.
Jhona memang belum memberitahu sinta perihal penyakit yang di deritanya. Ia takut sinta akan khawatir dan sedih. Ia tak bisa melihat sinta bersedih. Bukan hanya tak bisa, tapi lebih tak ingin.
Jhona memendam rasa sakit itu sendiri. Menahannya sendiri.
Suatu hari, sinta melihat kondisi jhona yang menyedihkan. Ia bertanya pada suaminya.
"Sayang, apa kau sakit?" tanya sinta dengan wajah cemas. "Sebaiknya kita segera memeriksakan kondisimu ke Rumah Sakit." jhona terkejut. Ia tersenyum.
"Tidak apa-apa sayang, aku baik-baik saja." jhona mencoba menenangkan sinta. Namun sinta tak percaya.
"Tidak, tidak. Aku tak bisa diam saja." sinta terlihat panik.
Jhona berusaha agar sinta tak membawanya ke Rumah Sakit. Ia tak ingin sinta mengetahui tentang penyakitnya.
"Tidak apa sayang, percayalah padaku. Aku baik-baik saja. Sungguh." seru jhona.
"Baiklah. Tapi ku mohon padamu. Jangan ada yang kau tutupi dariku. Bisa?" pinta sinta. Jhona hanya menganggukkan kepalanya.
'Andai kau tahu waktu ku tak lama lagi. Akankah kau memaafkanku? Ataukah kau akan membenciku?' ucap jhona dalam hati.
Kali ini jhona berhasil menghindar. Tapi lain kali, ia tak bisa menjaminnya.
Jhona kembali melakukan pemeriksaan. Setelah melewati serangkaian tes laboratorium, hasilnya pun keluar. Jhona menemui dokter yang menanganinya.
"Tuan tidak di antarkan isteri tuan?" tanya dokter itu ramah.
"Tidak dok. Saya tidak ingin isteri saya bersedih jika mengetahuinya." ucap jhona dengan berurai air mata.
"Tuan sungguh hebat. Tapi, alangkah baiknya jika isteri tuan, mengetahuinya. Ia akan sekalu menyemangati tuan." hibur sang dokter.
"Tidak apa dok. Bagaimana hasilnya?" tanya jhona. Jhona merasakan detak jantung yang tak beraturan ketika mendengarkan penjelasan dari dokternya. Ia tak percaya bahwa penyakitnya justru sudah menyebar ke organ lainnya.
Jhona terduduk lemas. Sia-sia sudah semua usahanya. Ia tetap harus merelakan semua. Airmatanya sudah tak terbendung.
Jhona menangis pilu. Ia merasa hancur. Ia kehilangan jati dirinya. Ia pun tak tahu apa yang harus di perbuatnya.
Bayangan akan meninggalkan isteri dan anaknya tercinta, menghantui fikirannya. Waktunya sangat sempit.
Jhona ingin sinta dan jova merasakan kebahagiaan. Namun jhona tak mengerti akan dirinya sendiri.
Ia merasa lemah, ia marah. Mengapa ia harus mengalami semua ini? Apa dia tak pantas merasakan bahagia?
Tidak adil. Itulah yang ada dalam fikirannya.