Fira Allyan Bramasta siapa yang tidak kenal dengan nama itu. Semua satu sekolah mengetahuinya. Anak Kepala Sekolah yang egois minta ampun. Siapa saja yang berurusan dengannya bisa sampai dikeluarkan dari sekolah ternama ini.
"IHH GUE SEBEL-SEBEL!! KENAPA SIH KAK DAVID DATENG PAS WAKTUNYA GAK TEPAT!! GAGAL USAHA GUE BUAT NGEBULLY BOCAH SOK KEGATELAN ITU!!" Racau Fira tak henti-hentinya didalam ruang OSIS. Para anggota gengnya hanya bisa mendengarkan celotehan Fira, takut kalau salah jawab.
Memang bukan anak OSIS apalagi Pramuka, Fira bebas keluar-masuk semua ruangan di SMA 2 Nusa Bangsa kapanpun. Tidak ada yang bisa menghalanginya. Anggota OSIS tidak ada yang berani menegur, mereka malah kabur duluan sebelum geng Fira datang ke ruang OSIS.
Ruangan tersebut dijadikan basecamp kedua bagi mereka. Ruangan ternyaman dan teraman yang full dengan beberapa fasilitas, seperti televisi, pendingin ruangan, meja rapat, serta kasur lipat.
"Emm Fir, kalo boleh tahu lo itu kenapa sih dendam banget sama Manda? Bukannya dia anaknya baik ya?" Lisa anak IPS angkat bicara.
"BUKAN URUSAN LO!!" ketus Fira tidak mau menjawab pertanyaan konyol Lisa. Ya memang sih hanya karena hal sepele dulunya, masalahnya diperumit sampai SMA.
"Udahlah Fir cerita aja sama mereka. Anak-anak pasti gak bakal bocorin masalah lo ini juga. Emang mereka berani sama elo? Siapa yang berani sama keluarga Bramasta, pasti langsung angkat kaki dari sekolah ini kan?" Adel Bilqis Kuncoro sahabat terdekat Fira yang mengetahui semua rahasia anak kesayangan Bramasta itu. Cewek yang juga licik tapi cantik. Sifatnya gak kalah sama Fira. Gak kalah kejamnya.
"Sorry gue gak mau cerita. Gue mau cabut dulu. Udah ditungguin sama-" belum selesai Fira berkata Adel sudah memotongnya.
"Gebetan" Adel terdengar sinis menyebutkan clue namanya.
"Cowok ga jelas yang gantungin perasaan lo" tambahnya lagi sedikit memperjelas.
Fira tersenyum getir menanggapi perkataan Adel, itu memang benar. Cowok yang sedang dekat dengan dirinya dan berhasil meluluhkan hatinya itu hanya gebetannya saja.
Setelah kejadian dua tahun yang lalu, Fira tidak mau mengingat kejadian itu. Kejadian yang membuat hatinya berkeping-keping menjadi pecahan kaca hanya karena cinta yang bertepuk sebelah tangan.
"Enggak peduli" Fira keluar dari ruang OSIS dengan menenteng tas merah jambu miliknya.
Anak dari Bramasta bebas untuk melakukan banyak hal. Dia bisa keluar kelas bahkan keluar sekolah sesukanya kapan saja. Walaupun banyak guru-guru yang menegur Fira berapapun jumlahnya, tetap saja malah mereka yang kena omelan Kepala Sekolah.
***
Hujan turun lebat siang ini. Jam tangan silver yang melingkar pada pergelangan tangan Amanda sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Baru beberapa menit yang lalu, cuaca mendukungnya untuk mencari David diparkiran motor karena hujan tadi belum turun. Sudah hampir sepuluh menit Amanda menunggu dihalte, tapi yang ditunggu-tunggu belum menunjukkan batang hidungnya.
"Kenapa harus hujan sih?" Kesal Amanda dengan memukul tempat duduk di sebelahnya. Padahal David sudah berjanji akan pulang bersama dengannya lewat pesan singkat WhatsApp sebelum jam pembelajaran usai.
"Hujan juga rahmad dari Tuhan yang harus kita syukuri" ucap seseorang yang berada disebelah Amanda yang entah kapan datangnya. Suara seraknya begitu khas.
Amanda menoleh dan melihat cowok dengan jaket kulit berwarna merah maroon sedang menatap jalanan yang diguyur hujan.
"Tanpa hujan tanaman tidak bisa bertahan hidup. Hewan dan manusia juga akan kehausan" imbuhnya dengan menatap lekat kedua mata Amanda intens.
Tatapannya menenangkan hati. Amanda tidak bisa mengalihkan pandangan matanya kearah lain, kedua matanya terkunci.
"Riz-" kalimatnya terhenti. Lalu buru-buru dia mengucapkan namanya lagi, "Riv-aldo" ucap cowok itu mengulurkan tangan. Senyumannya sungguh manis mampu membuat Amanda mau berlama-lama disini.
"Kok bengong? Nama gue Rivaldo. Nama lo siapa?" Lamunan Amanda buyar seketika.
"Eh, gue Amanda bisa dipanggil Manda" Amanda membalas jabat tangan Rivaldo.
Sudah hampir setengah jam mereka saling bercerita tentang kehidupan mereka masing-masing hingga hujan sedikit demi sedikit mereda. Amanda tidak menyangka Rivaldo sangat asik orangnya, lebih asik dari Meka malahan.
"Hujan udah reda nih gue pulang duluan ya" pamit Amanda hendak berlari memasuki angkot 51 yang akan melewati perumahannya. Tetapi Rivaldo mencegah dengan mencekal pergelangan tangannya.
"Boleh gue anter?" tawarnya dengan menaikkan alis.
"Emm, gimana ya? Gue takut ngerepotin lo dan ini kan udah sore pastinya nyokap lo khawatir nyariin lo, kan kasian lo nya muter jauh juga" tolak Amanda. Baru kenal tapi udah kebaikan banget gini. Takutnya kalau ada maunya.
"Gapapa. Nyokap gue gak bakal nyariin, pasti dia lagi sama suami barunya sekarang dan gak mungkin mikirin gue. Emangnya lo tahu rumah gue? kok udah berargumen muter jauh segala"
"Enggak sih, hehe" Amanda mengusap tengkuknya sambil tertawa cengengesan.
"Jadi, boleh gak gue nganterin lo pulang? Gak enak dilihat orang, anak cewek apalagi masih perawan pulang sore-sore sendirian. Tenang aja gue enggak modus kok, gue ikhlas pengen nganterin lo pulang" Tawarnya lagi menyakinkan Amanda bahwa dirinya benar-benar serius mengatakan hal itu.
Setelah menimbang-nimbang tawaran Rivaldo akhirnya Amanda mengangguk setuju. Rivaldo mendahului Amanda berjalan menuju motor CBR merahnya. Rivaldo mengusap jok motornya yang basah agar Amanda bisa duduk nyaman disana nanti, lalu ia menyodorkan helm merah hati kepada Amanda.
"Alamat rumah lo?" Tanyanya lagi saat Amanda memakai helm.
"Jalan kenanga nomor 14 kompleks perumahan Griya Indah" jawab Amanda sambil naik ke jok belakang motor Rivaldo.
Motor CBR merah itu melaju menyusuri dinginnya kota setelah turunnya hujan. Senja menyambut lembut hembusan angin sore.
Hanya memerlukan waktu sepuluh menit saja mereka berdua sudah sampai di depan gerbang perumahan Griya Indah. Amanda turun dari motor Rivaldo.
"Yakin enggak mau gue anter sampai depan rumah?" Amanda sejak tadi menolak tawaran Rivaldo untuk diantar sampai depan rumah. Dia malu pulang diantar cowok pasti banyak ibu-ibu rumpi yang gosipin nantinya.
"Enggak usah, sampe sini aja udah aman kok gue. Oh iya thanks udah nganterin gue" pamit Amanda dan berjalan menjauh.
"Ehh lo mau kemana?" Rivaldo seperti mencegah. Tiba-tiba blushing terlihat jelas oleh Rivaldo pada kedua pipi Amanda. Ditahan pulang sama cowok duh baper.
"Pulanglah. Kenapa? Mau gue mampir rumah gue ya?" Percaya diri itu boleh tapi harus tahu situasi dan kondisi apalagi di depan cowok. Kepedean tingkat dewa udahan ini Amanda.
Rivaldo tersenyum tipis, "lo mau pake helm itu sampe kapan?" Sambil menunjuk helm yang dipakai Amanda.
Amanda melirik pengaman kepalanya lalu cengengesan, "hehe, sorry. Ini helmnya dan terima kasih lagi"
"Lucu banget sih, oke karena lo kayaknya suka pake tuh helm, sekarang lo pemiliknya. Jadi, kalau mau gue ajak lo jalan gak repot-repot bawain helm lagi" Rivaldo terkekeh, Amanda terdiam mematung. Dia tidak bisa menjawab perkataan Rivaldo. Kata-kata Rivaldo barusan sungguh manis.
"Boleh pinjem handphone lo bentar?" Kata Rivaldo sedikit mengkagetkan Amanda.
Tanpa pikir panjang Amanda langsung mengeluarkan handphone dari saku seragamnya. Noda jus jeruk dari Fira benar-benar susah hilang walaupun sudah berulang kali dibasuh dengan air tadi. Rivaldo menerima handphone Amanda lalu jari-jarinya mengetikkan sesuatu pada handphone Amanda. Entah apa yang dia lakukan.
"Udah gue save nomor handphone gue disitu. Jadi kalo lo butuh gue tinggal telepon saja. Tuh seragam lo kenapa?" tanya Rivaldo dengan mengembalikan handphone Amanda.
Saat Amanda mengeluarkan handphonenya tadi ternyata cowok itu memperhatikan penampilannya seksama. Ada noda pada seragam Amanda.
"Oh ini tadi ada sedikit masalah. Fira sengaja nabrak gue terus numpahin jus jeruknya, dan gini deh jadinya kotor. Tapi gapapa kok nanti juga bisa ilang kalo udah kena pemutih" jujur Amanda sedikit agak jengkel dengan sikap Fira hari demi hari.
"Jangan pake pemutih nanti kain seragam lo bisa cepat rusak. Pake detergen cair aja lalu kucek pake tangan, gue jamin bakal bersih lagi" Rivaldo begitu tahu tentang cara mencuci dengan benar berbeda dengan Amanda selalu pakai mesin cuci. Kalau ada noda bandel langsung ujung-ujungnya pemutih jalan keluarnya.
Amanda mengangguk mengerti, "mana nomor handphone lo?? Gak ada tuh, bohong ya lo." Tanya Amanda dengan mengecek kontak di handphonenya.
"Ketik aja masa depan"
Blushing dua kali cukup untuk hari ini. Jantung Amanda rasanya mau copot sendiri. Tidak mau berlama-lama berdiri didepan pagar perumahan karena tidak enak, Amanda segera pamit.
Rivaldo menyalakan mesin motornya, saat dia akan menarik gas, "hati-hati" ucap Amanda. Kelopak mata Rivaldo berkedip mengisyaratkan ia berkata iya.
***
"Abang!!!" Teriak Amanda sekeras-kerasnya saat memasuki pintu rumah. Yang dipanggil ternyata tidak jauh batang hidungnya. David sedang menonton televisi dengan menyeruput coklat hangat kesukaannya.
"Bang!! Lo nyebelin banget sih" tanpa memberi ampun lagi Amanda langsung menjewer telinga David. David meringis kesakitan.
"Aw..aw..aw.. ampun-ampun, lepaskan tangan wanita jahanam ini dari telinga hamba" mohonnya dengan berusaha melepaskan jeweran Amanda.
"JAHAT BANGET SIH LO BANG NINGGALIN GUE. ADIK LO INI SAMPE KEDINGINAN DIHALTE NUNGGUIN LO!! SUKURIN INI HUKUMAN BUAT LO!!" sampai telinga kanan David memerah Amanda baru akan melepaskannya. Dia sangat kesal dengan David hari ini. Dari pagi udah sial gara-gara orang paling nyebelin selain Alfian.
Alfina mama Amanda belum pulang, karena sedang menjaga kedai ice cream milik keluarga Alfina yang sudah turun-temurun. Sudah berdiri sejak tahun 1990. Kedai selalu ramai hingga Alfina menambah pegawai baru. Dan biasanya dia pulang pukul delapan malam. Kalau saja Alfina pulang dan melihat kejadian barusan, mungkin dia tidak akan pulang sekalian pikirnya.
"Eh mau kemana lo?" Tanya David sambil sesekali mengelus telinganya yang sakit karena ulah adiknya.
"Mau keataslah ganti baju. Kenapa? Mau ikut juga?" Sinis Amanda berkacak pinggang
"Lo maling helm dimana?"
Mendengar perkataan David dia langsung melihat benda yang dipegangnya. Helm yang diberikan untuk dirinya dari Rivaldo.
"Bang, gue gak pernah mau nyolong. Kalaupun gue mau gue bisa beli. Gak perlu nyolong-nyolong segala. Udahlah gue capek ngomong sama Abang" ketus Amanda dan berlalu berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.
"Bukannya makasih udah ditolongin malah tambah gesrek otak lo. Seharusnya lo bilang gue tuh baik hati serta bersahaja, karena gue ninggalin lo tadi dan lo bisa kenalan sama cowok. Secara kan lo jomblo akut yang tak pernah bahagia" Omel David menuntut keadilan disertai ledekan.
"Gak peduli! Itu bukan baik tapi emang sengaja ninggalin aja lo nya" kata Amanda dengan menjulurkan lidahnya kearah David. Setelah itu Amanda masuk kedalam kamarnya dan merebahkan tulang-tulang punggungnya di atas kasur. Hari yang cukup melelahkan.