Di Balik Wajah Malaikat Itu

"Sekolah baru saja kedatangan buku baru. Untuk itu, silahkan ketua kelas dan sekretaris mengambil bukunya di perpustakaan. Sekretaris, tolong catat nomor bukunya dengan benar. Jangan sampai keliru karena nanti kalian yang akan mendapat masalah saat mengembalikannya di akhir semester mendatang." wanita berkacamata yang bernotabene sebagai wali kelas 3-1 itu mencerca.

Seorang pemuda tinggi dengan model rambut mangkok bangkit berdiri. Han Jae Wook, ketua kelas 3-1. "Baik, Bu. Kalau begitu kami permisi." tersenyum sopan, Jae Wook beranjak keluar kelas. Diikuti oleh seorang gadis mungil berambut pendek seleher, yang sebelumnya juga menyempatkan diri untuk melempar senyum sopan kepada sang wali kelas. Keduanya berjalan beriringan dalam diam. Walaupun sudah menjadi partner sekelas selama hampir tiga tahun, tidak lantas membuat Jae Wook dan gadis itu akrab.

"Kenapa potong rambut?" tanya Jae Wook, menoleh singkat.

Raeha reflek memutar kepala. Menatap Jae Wook yang berdiri menjulang di sampingnya dengan tatapan bingung. Sebelumnya, Jae Wook tidak pernah bertanya tentang hal pribadi kepada Raeha. "Ingin saja."

Tidak ada lagi yang buka suara. Sampai keduanya memasuki perpustakaan, kemudian Jae Wook mengambil buku yang dimaksud sesuai jumlah siswa di kelas mereka. Sedangkan Raeha mendata nomor buku-buku itu.

"Masih banyak?" Jae Wook yang sudah selesai dengan tugasnya, langsung mengambil tempat di samping Raeha.

"Lumayan. Sisa sepuluh buku lagi."

"Biar aku yang membacakan nomornya, kau tinggal catat saja."

Raeha mengangguk setuju. Tangan panjang Jae Wook mengambil setumpuk buku yang berada di depan Raeha, memindahkan ke hadapannya. Tidak sampai lima menit, pekerjaan merekapun selesai. Raeha meregangkan otot jari-jarinya yang terasa kaku. Sementara Jae Wook menyusun buku-buku itu menjadi satu tumpuk.

"Eh, biar aku bawa setengah." Raeha bergerak hendak mengambil setengah dari setumpuk buku paket itu. Namun, dengan cepat Jae Wook menahan tangannya.

"Biar aku saja. Tanganmu pasti lelah, menulis nomor buku yang segini banyaknya."

"Santai saja. Ini belum apa-apa. Bahkan aku pernah mencatat satu papan tulis penuh kalau kau lupa. Aku seorang sekretaris.”

Jae Wook tersenyum kecil sembari mengangkat setumpuk buku paket. “Tidak perlu. Aku bisa sendiri.”

Raeha menghela napas. "Yasudah."

“Raeha.” Saat gadis itu berbalik badan, tiba-tiba Jae Wook memanggil namanya. Mau tak mau Raeha kembali berbalik badan, menghadap Jae Wook. Bersamaan dengan lelaki itu menaruh kembali buku yang tadinya ia gendong di atas meja.

“Kenapa?” tanya Raeha dengan ekspresi bingung.

Jae Wook tidak menjawab, alih-alih maju mendekat. Sejengkal di depan Raeha, mendadak lelaki itu meraih salah satu tangan sang gadis. Menariknya cukup kuat, seketika membuat tubuh mereka menempel. Raeha membola kaget. Lantas ia bergerak mundur. Namun, Jae Wook dengan sigap menahan pinggang Raeha. Memeluk gadis itu erat, sehingga Raeha tidak dapat bergerak sedikitpun.

"Apa yang kau lakukan?!" Raeha menaruh kedua tangannya di dada Seungwoo, memberi jarak agar tubuh mereka tidak terlalu menempel. Manik jelaganya menatap tajam sepasang iris Jae Wook.

Jae Wook tersenyum miring. Dengan gerakan super kilat ia mendorong Raeha hingga gadis itu tersudut di sisi meja. Tangan Raeha yang tadinya berada di dadanya, Jae Wook cengkram kuat menggunakan satu tangannya. Sementara sebelah tangannya yang lain terangkat bergerak membelai pipi Raeha, turun ke bibir sang gadis, terakhir leher putih Raeha. Seungwoo menyentuhnya seduktif disana. Reflek membuat Raeha memejamkan mata sambil menggigit bibir bawahnya. Leher adalah titik sensitifnya.

"Han Jae Wook sialan! Apa mau mu?!" hardik Raeha susah payah.

"Aku hanya mengusap lehermu saja. Dan kau langsung terangsang?" frontalnya, menatap Raeha dengan tatapan polos yang dibuat-buat.

Raeha menyalak. Berusaha keras ia melepas cengkram tangannya, namun gagal. Saat Raeha menggerakkan kaki hendak menendang barang berharga milik Jae Wook, lelaki itu dengan sigap mengunci pergerakan kakinya. Kejadian yang begitu cepat, tau-tau bibir Jae Wook sudah menempel di bibirnya. Lelaki itu meraup rakus bibir Raeha. Memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri, berusaha mencari celah untuk masuk ke dalam rongga mulut sang perempuan. Tangan Jae Wook pun tidak tinggal diam. Lelaki itu menyelusupkan tangannya ke dalam rok pendek yang Raeha kenakan. Mengelus paha sang gadis. Jae Wook tersenyum miring di sela ciuman panasnya kala Raeha membuka mulutnya. Raeha reflek melakukan itu karena sang ketua kelas menggigit bibirnya.

Sejenak Jae Wook melepaskan pangutan bibirnya, membiarkan Raeha mengatur napasnya yang memburu. Sementara Jae Wook berbisik menggoda tepat di telinga kiri Raeha, membuat gadis itu menegang dengan sendirinya. "Bibirmu sungguh manis, sweety." Menjilat telinga Raeha yang memerah, kemudian kembali menyerbu bibir gadis.

Raeha menggeram tertahan. Ini memang bukan yang pertama baginya. Raeha sudah biasa berciuman. Bahkan tubuhnya juga sudah biasa disentuh oleh tangan-tangan nakal. Namun, sekarang situasinya berbeda. Walaupun Raeha terangsang, gadis itu sebisa mungkin menahan. Han Jae Wook... Bagaimana bisa ketua kelas yang selama ini terlihat tegas dan bijaksana seperti Jae Wook melakukan hal serendah ini padanya?!

Lima menit lebih, barulah Jae Wook melepaskan ciumannya. Raeha langsung meraup rakus oksigen di sekitarnya. Sementara tangan Jae Wook bergerak menyingkirkan beberapa helai rambut Raeha yang menutupi setengah wajah sang gadis.

PLAK

"Bajingan!"

Jae Wook terdiam dengan posisi wajah oleng ke kiri karena tamparan keras Raeha. Masih dengan kondisi setengah terengah, Raeha melanjutkan ucapannya. "Aku akan melaporkanmu!" kencam gadis itu emosi.

Jae Wook tersenyum sinis. Memasukkan kedua tangannya di saku celana, sepasang mata itu menatap remeh sang lawan bicara. "Laporkan saja. Aku juga akan melaporkan jika selama ini kau mencari uang dengan menjual tubuhmu."

"Kau ada bukti? Jangan asal tuduh!"

Seringai Jae Wook melebar. Lelaki itu menaruh tangannya di bibir meja, mengukung sang gadis di antara lengannya. Wajah bak malaikat itu mendekat, berbisik tepat di telinga Raeha. "Daripada melayani kakek-kakek tua bau tanah, bagaimana jika kau melayani ku saja?"

Tangan Raeha yang berada dikedua sisi tubuhnya mengepal erat. Tanpa pikir panjang, sekali lagi gadis itu melayangkan satu tamparan pada wajah tampan Jae Wook. Kali ini Raeha mengerahkan seluruh tenaganya. Sampai-sampai sudut bibir lelaki itu robek dan mengeluarkan darah.

“Pergi saja kau ke neraka, bajingan!”

Jae Wook mendengus pelan sembari mengusap sudut bibirnya menggunakan ibu jari. Maniknya tidak beralih sedetikpun dari punggung kecil Raeha yang menjauh perlahan. Seringainya kembali terukir. “Sudah ku duga jika kau semenarik ini, Song Raeha.”