Untuk beberapa saat itu aku berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi dan bagaimana hal itu bisa muncul dari lenganku.
Aku pun memastikannya dan mencobanya sekali lagi.
Namun, hal itu kembali terulang. Pohon yang aku serang dengan aura ini hancur dan meledak menjadi serpihan es.
"A-apakah sekarang aku menjadi pengguna elemen es?"
Setelah itu aku mencobanya dengan menggunakan belati. Abra kadabra... sebuah gelombang es yang berbentuk bulan sabit muncul dari sayatannya.
"K-keren... aku tidak menyangka akan mendapatkan kekuatan seperti ini dari hasil mengalahkan boneka salju! Ini luar biasa!"
Sayangnya dalam luapan kegembiraan itu tubuhku tiba-tiba saja merasa letih. Aku pun langsung jatuh terduduk alih-alih mengembalikan stamina yang sebelumnya aku keluarkan tadi.
***
Setelah melakukan percobaan yang meletihkan itu, aku kembali dalam perburuanku untuk menemukan Howling Wolf di Hutan Brimming Hood. Mungkin saat ini aku sudah bisa mengalahkannya, mengingat aku mendapatkan kekuatan baru.
Ini terdengar sombong, tapi aku merasa percaya diri setelah mendapatkannya. Seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru, kurang lebih itulah yang aku rasakan saat ini.
Semakin dalam aku memasuki hutan ini, semakin banyak juga tumbuhan-tumbuhan aneh yang kulalui. Selain tumbuhan, bahkan hewan-hewannya pun terlihat asing, aku sama sekali belum pernah melihat beberapa di antaranya.
Mungkin hewan yang tidak asing untukku adalah beberapa kunang-kunang yang berkeliaran tidak jauh dari atas semak-semak belukar.
Namun, mengapa ada kunang-kunang di pagi? Tunggu sebentar... ini masih pagi, kan? huhh... mungkin seharusnya aku membaca beberapa pengetahuan tentang waktu dunia ini.
Berbicara tentang kunang-kunang. Di antara jenis hewan lainnya juga aku bisa melihat tupai berbulu putih, makhluk yang mirip seperti kangguru tapi bertanduk, atau beberapa burung gereja berwarna putih yang saat ini sedang bernyanyi.
Tidak lama kemudian aku tiba di sebuah tebing yang hampir sama seperti sebelumnya. Di sini aku mencoba untuk bereksperimen dengan kekuatan yang baru saja aku dapatkan.
"Kuharap ini berhasil...," gumamku lalu menekan bagian bawah tanahnya.
Dalam sekejap luapan aura putih-kebiruan muncul dan membentuk sebuah lapisan es yang cukup tebal hingga ke bawah sana.
"Kekuatan yang praktis."
Aku pun meluncur menuruni tebing ini dengan santai. Begitu aku sampai di bawah, kulihat ada sebuah plang kayu penanda arah. Sebelah kiri bertuliskan Kota Seizht, depan Hutan Brimming Hood, dan kanan Lembah Arkan.
"Akhirnya aku di sini juga setelah perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan."
Namun, hal yang membuatku tercengang adalah ketika aku memasukinya dengan perasaan aneh. Karena perbedaan hutan ini dan sebelumnya sangat mencolok.
Jika hutan sebelumnya memperlihatkan hutan beku yang mati, maka hutan ini menunjukkanku bahwa perbedaan cuaca sama sekali tidak berpengaruh padanya. Karena saat ini aku melihat hutan pada umumnya yang dipenuhi oleh warna merah padam.
Ya... itu artinya hutan ini lebih terlihat seperti hutan musim gugur ketimbang hutan musim salju. Belum sempat aku mencoba memahami situasi hutan ini, tiba-tiba saja terdengar suara lolongan yang lantang menggaungkan seisi hutan.
"Diam-diam menghanyutkan, baru sampai sudah disambut," ucapku dengan tawa kecil.
Entah mengapa perasaanku saat ini begitu tenang. Tidak ada kerisauan, rasa takut, gelisah, ataupun waspada seperti sebelumnya aku melawan boneka salju itu.
Aku pun segera membuka tas selempangku. Jika aku tidak salah ingat, maka ada dua buah perban yang kubawa.
Setelah berhasil mendapatkannya, aku pun segera menyayat telapak tanganku, dan mengelapkan darahku pada tas selempang ini. Lalu menutupi luka tangan dengan perban—
"Huh?! Lukaku... membeku dan langsung sembuh?"
Saat itu aku ingin sekali bertanya-tanya, tetapi di saat yang bersamaan aku juga ingin tertawa terbahak-bahak karena melihatnya. Namun, semua itu kuenyahkan terlebih dahulu.
Kuletakan tasku di bawah tumpukan dedaunan dan juga salju. Sementara itu aku bersembunyi di balik pohon tidak jauh dari sana.
Perlahan-lahan aku bisa mendengar suara derapan kaki mendekat. Serigala memiliki penciuman yang tajam, itulah yang aku pelajari saat kelas biologi ketika mempelajari hewan kelas mamalia.
Kuharap itu benar. Karena jika penciuman mereka benar-benar tajam, maka tasku adalah target yang tepat untuk kujadikan sebagai pengecoh.
Tidak lama kemudian sesosok makhluk muncul dari balik semak-semak. Itu adalah seekor serigala yang sedang menggeram. Air liurnya menetes dan bulu di tubuhnya berantakan.
Saat ini aku sedang mengamati serigala itu dari balik pohon dan menunggu pergerakannya. Itu karena aku bukanlah orang dengan kekuatan super walaupun tidak lama ini aku mendapatkannya, tetapi aku belum menguasainya.
Bukan juga seorang karakter dalam game RPG yang memiliki Inventory dengan segala gudang ramuan penyembuh atau item legendaris untuk membangkitkan orang dari kematian. Aku juga tidak bisa melihat status parameter untuk aku tingkatkan.
Aku hanyalah seorang manusia biasa yang mana sedang berusaha mencari tahu dan bertahan hidup di dunia ini. Meskipun luka sayatan bekas sebelumnya sembuh dengan cepat, tapi aku tidak tahu sampai sejauh mana lukaku akan sembuh seperti itu.
Aku juga tidak tahu batasannya dan kekuatan baru ini? Aku tidak bisa menggunakannya secara terus menerus, karena aku sudah mengetahui efek sampingnya.
Tanpa basa-basi lagi serigala itu langsung menerkam umpan yang telah aku siapkan.
Inilah kesempatanku.
Aku pun langsung menerjangnya sambil menyiapkan belati yang akan kugunakan. Ketika ia kaget dengan kehadiranku yang tiba-tiba. Semua tempat di sekitarnya langsung membeku memunculkan beberapa kristal es yang mencuat dari dalam tanah.
Sontak aku pun kembali melompat mundur untuk menghindari serangan itu. Ketika ia melolong dan mengeluarkan sebuah gelombang kejut dari suaranya itu, aku pun langsung berguling ke samping sambil mencari alternatif serangan lainnya.
Namun, sayangnya aku tidak diberi jeda karena makhluk berbulu itu mencoba menerkamku.
"Haaaa!!!"
Karena kaget secara refleks lenganku terkibas dan tanpa aku sadari aura es itu kembali keluar menghempaskan sang serigala yang ingin menerkamku.
Melihat momentum itu muncul, aku yang sebelumnya terjatuh kini kembali bangkit dan berlari ke arahnya secepat mungkin. Belati di tanganku telah memanas, bersiap untuk menumbangkan musuhnya.
Sayangnya setelah serigala itu terhempas, dengan cepat ia kembali bangkit, dan menggeram ke arahku. Kami berdua saling menerjang satu sama lain. Makhluk berbulu itu dengan taringnya dan aku dengan belatiku.
Namun, kekuatannya melebihi apa yang aku prediksi. Ternyata aku masih lemah dibandingkan dengannya. Selain itu juga pakaian yang diberikan Eli kini terlihat compang-camping akibat serangan cepat nan gesitnya itu.
Tubuhnya mengambil ancang-ancang seakan-akan ingin melompat cepat. Namun, aku tidak diam saja, dan menggunakan kekuatanku untuk mengentak tubuh bawahnya dengan pilar es.
Saat itulah aku bisa mendengar suara menggeramnya menjadi rintihan singkat. Seranganku tampaknya menghantam perut makhluk malang itu sangat keras, karena itulah ia merintih. Sayangnya saat ini aku berada di dalam situasi hidup dan mati, tidak ada belas kasihan yang bisa aku berikan.
Ketika tubuhnya yang terbang tadi kini menghantam tanah. Aku pun langsung menebasnya secara horizontal dan cipratan darah pun membuncah hebat. Rintihan itu kini terdengar lebih memelas ketimbang sebelumnya.
Sepertinya ia dulu juga bertarung dengan pengembara lainnya. Walaupun kelihatan tidak menyeramkan seperti Troll yang saat itu, tapi tatapannya tajam bagaikan pedang yang siap membelah lawannya.
Seperti peribahasa ada ulang dibalik batu. Kondisinya yang menyedihkan itu tidak membuatnya takut lalu melarikan diri, melainkan ia kembali menyerangku dengan sekuat tenaga. Pada saat itulah taringnya dan belatiku saling beradu, meskipun lengan dengan cakar tajam itu mencoba meraih perutku, tetapi aku langsung menendangnya sekuat mungkin.
Pada akhirnya belati milikkulah yang menang dan berhasil mematahkan taringnya hingga membeku.
"Akhirnya ini selesai juga," ucapku sambil mengambil napas.
Saat ini aku sedang membungkuk sambil mengatur ritme pernapasanku. Sejak pertarungan tadi napasku benar-benar naik-turun seperti sedang dikejar oleh sesuatu. Mungkin saja adrenalinku terlalu memuncak sehingga membuatnya sampai seperti ini.
Namun, semua itu terbayarkan dengan kematiannya. Aku kira dirikulah yang akan berakhir, tetapi siapa yang akan menyangka belati ini menyelamatkan hidupku.
Entah sejak kapan aku merasakannya. Perasaan ini hangat..., tetapi semakin aku merasakannya, rasa kantukku semakin berat. Pada akhirnya semua menggelap dalam balutan kehangatan.