At Ease

Tidak lama setelah aku keluar dari hutan itu, akhirnya aku bisa melihat tembok raksasa ciri khas Kota Seihzt. Yang aku khawatirkan saat ini adalah penampilan Val yang kental dengan entitas kegelapan.

"Val... ah?"

"Hmm?"

"Tidak. Sepertinya aku terlalu mengkhawatirkannya."

Memasuki kota tanpa mengusik rasa curiga dari para penjaga gerbang, kami pun akhirnya berhasil masuk ke dalam kota. Namun, apa yang membuatku merasa termenung adalah sekumpulan kesatria, dan prajurit yang sedang bersorak.

Aku merasa kembali ke hari itu. Benar-benar penuh misteri... dunia ini.

Setelah semua yang terjadi ketika melihat mereka yang kembali bersorak, orang-orang yang tersenyum, dan anak-anak yang berlari ke sana-menari. Perjalananku benar-benar terbayarkan.

Suasana kota yang begitu tenang dan nyaman. Kuharap selamanya akan selalu seperti ini.

Namun, sebelum aku bisa menghayatinya. Pandangan orang-orang yang aku lewati seperti tertuju padaku—tidak, maksudku pada Val.

Seperti yang diharapkan dari seorang Vampir kasta tinggi, penampilannya kini lebih menyerupai seorang manusia ketimbang Vampir itu sendiri. Bahkan pesonanya itu berhasil menarik perhatian sekitar.

Bagaimana tidak dengan bentuk tubuhnya yang menggoda, wajahnya yang cantik, dan juga senyumannya yang membuat orang-orang terenyak dalam ketakjuban. Ya... itulah yang aku pikirkan ketika pertama kali melihatnya, tetapi meskipun seperti itu, aku sama sekali tidak terlalu memedulikannya asalkan ia tidak membuat masalah.

"Haahhh. Bisa-bisanya kau menarik perhatian masa, padahal aku tidak ingin terlalu diperhatikan"

"Ara! Apakah itu yang kau inginkan, Raven?"

Aku pun hanya memberinya senyum remeh. Kemudian pergi menuju Toko Aksesori milik Hilda untuk menukarkan hadiah buruanku dengan sejumlah uang, meskipun aku yakin saat ini aku belum terlalu membutuhkannya.

Begitu aku tiba di tempat itu, seorang wanita paruh baya menyapaku dengan ramah. Ia juga mengizinkanku untuk masuk ke dalam rumahnya. Di sana ia menyajikan dua buah cangkir teh kepadaku.

Rumahnya cukup sederhana dan tidak ada yang spesial. Hanya saja bagian depannya di buat untuk menjadi tempat penjualan aksesori. Hampir semua perabotannya terbuat dari kayu. Sebuah perapian dan cerobong asap, ada juga beberapa hiasan kaus kaki yang digantung tepat di atasnya

Selain itu mungkin adalah sebuah meja khusus yang ditempatkan tidak jauh dari perapian itu. Kurasa itu adalah meja tempatnya bekerja untuk membuat aksesori.

Setelah itu aku menceritakan semua yang terjadi dengan misi yang aku ambil. Yaitu mengalahkan seekor Howling Wolf. Pada awalnya ia tidak menanyakan hal yang aneh-aneh, hingga pada suatu momen di mana ia melihatku dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Apakah kalian sudah menikah?" tanya sambil berpose seperti seorang detektif.

"Huh?! Menikah... "

"Aku menikah? Dengan Raven? Ahhh... "

"Hahahaha. Senang rasanya bisa menggoda pasangan muda seperti kalian. Ngomong-ngomong sudah sejauh mana hubungan kalian saat ini?"

Untuk sesaat tubuhku seperti membeku dan dadaku seperti di cengkeram oleh sesuatu. Sesak tak bisa bergerak, tapi aku ingin segera menyelesaikan kesalahpahaman ini.

"A-anu... sepertinya Anda salah paham"

"Ahh! Benarkah? Tetapi, sepertinya nona muda yang cantik di sampingmu berkata lain?"

"Hmm... Val?—ughhkk!—"

"Ahahahahaha!"

Mengapa ia malah tersipu malu seperti itu? Perkataannya hanyalah sebuah lelucon mengapa ia menganggapnya serius?

"Mendapatkan wanita seperti nona muda ini sangat sulit. Sebaiknya kau menjaganya sebaik mungkin agar tidak curi oleh orang lain. Hahahaha"

"Ayolah. Lagi pula umurku belum mencukupi untuk hal seperti itu—"

"Ohhh! Maksudnya belum, tapi mau, 'kan?" potongnya cepat sembari memandangku tajam.

"Bahh!!"

Tidak lama kemudian Val yang masih malu dengan wajah memerahnya kembali seperti semula, meskipun entah mengapa aku bisa melihat bunga-bunga bermekaran di sekitarnya. Apakah aku sedang berhalusinasi?

"Kalau begitu ambil ini," ucap Hilda lalu memberiku sebuah kantung cokelat.

"Ini... "

"Ini adalah imbalan atas kerja kerasmu membasmi Howling Wolf. Sesuai janjiku aku memberimu 30 keping koin perak dan karena kau juga telah membawa barang yang kuminta tanpa kerusakan. Ada bonus di dalamnya," tuturnya sembari tersenyum hangat.

Ketik aku ambil, ternyata itu adalah sebuah kalung kristal biru yang indah.

"Bukankah ini terlalu mewah?"

"Ahahaha. Anggaplah sebagai hadiah untuk seorang pemula"

"Terima—tunggu, mengapa Anda bisa mengetahuinya?"

"Itu karena mataku tidak pernah salah. Sudah banyak sekali penjelajah yang mengambil permintaanku, aku mengenali setiap karakteristik mereka... dan dirimu, Raven, benar?"

Aku pun mengangguk.

"Dilihat dari bagaimana kau datang dan juga pakaianmu itu. Tentu saja aku dengan mudah dapat menebakmu, kalau kau itu adalah seorang penjelajah pemula. Apalagi membawa wanita secantik calon istrimu itu... Ahahahaha!"

Mengapa ia sangat mirip sekali dengan si pengrajin senjata itu?

"Calon istri... hahhh"

"Dan Val, berhentilah membayangkan hal itu"

"Sepertinya perbincangan ini telah sampai pada waktunya. Terima kasih atas kerja kerasmu, Nak"

"Ah. ya, sama-sama."

Kami pun berpamitan dengan Hilda dan segera pergi menuju penginapan untuk beristirahat. Lagi pula kulihat langit di atas sana mulai mengepal dan itu tandanya hari akan segera berakhir.

Penjelajahanku di hari ini pun akan kuakhiri sampai sini saja. Sisanya mungkin adalah mencari tujuanku selanjutnya. Setidaknya aku harus menunggu sampai Val benar-benar kembali ke dunia nyata terlebih dahulu.

"Sampai kapan kau akan terus melamun?" tanyaku sambil mendesah pasrah.

***

"Selamat datang kembali, bocah!"

Persetan dengan wajah bermuka duamu itu, Nenek sialan.

"Ya. Aku pulang"

"Wah, wah, wah. Baru datang sudah bawa perempuan, lumayan juga, khahahaha!"

"Berisik," rutukku sambil memberinya jari tengahku.

Sebelum aku menaiki tangga menuju ruanganku, pemilik penginapan tiba-tiba saja muncul dari pintu dapur.

"Ahh, tuan. Untuk makan malam sekarang apakah Anda menginginkan makan di ruangan Anda atau di ruang makan—hmm? Ada pengunjung baru?"

"Bukan, ia bersamaku. Tentang itu aku ingin makan di ruanganku saja, takutnya mengganggu yang lain"

"Baiklah kalau begitu."

Begitu pemilik penginapan kembali menuju dapur, aku pun langsung pergi menuju kamarku.

Namun, ketika aku sampai tepat di depan pintunya, perasaanku tiba-tiba saja menjadi tidak enak.

"Ahnn... sekamar dengan Raven. Apakah ini tidak terlalu cepat, kita saja belum melaksanakan pernikahan—"

"Pernikahan jidatmu!" ketusku sambil menyentil jidatnya.

"Ouchh!—Raven... jika kau terus melakukannya, kepalaku bisa bocor"

"Tapi, nyatanya sampai saat ini kepalamu masih aman-aman saja, 'kan?"

Aku pun membuka pintu dan langsung masuk ke kamar, di mana saat itu Val tampaknya masih ragu untuk ikut ke dalam.

"Sampai kapan kau akan berdiam diri di sana? bukankah sebelumnya kau kegirangan?"

Ia melihatku seperti bertanya langsung ke dalam hatiku. Aku pun menghela napas dan mengangguk pelan, setelah itu barulah ia memberanikan diri untuk masuk.

Aku tidak tahu masa lalu seperti apa yang telah ia lalui hingga saat ini. Namun, karena semua itulah yang membuatnya menjadi Valeria yang aku kenal sekarang.

Setelah itu sang pemilik penginapan datang membawa makanan. Kami berdua pun memakannya tanpa berkata apa-apa selain Val yang menangis tanpa sebab, aku hanya diam tanpa bertanya apapun hingga selesai.

Kemudian setelah selesai, ialah yang pertama kali tidur. Aku pun memindahkannya ke atas ranjangku.

"Sepertinya tanggung jawabku bertambah satu...," gumamku sambil membuang napas.

Bersandar pada pinggiran ranjang, aku pun menatap ke luar jendela. Menatapi setiap salju yang berjatuhan dengan perlahan-lahan.

Inilah hal-hal yang setiap saat akan selalu menemaniku. Kota bersalju, orang-orang yang beragam, meski pertama kali bertemu, gilanya langsung bertanya kapan nikah. Benar-benar mirip seperti ciri khas orang di negaraku.

"Mungkin... ini tidak terlalu buruk," gumamku.

Setelah itu mataku mulai terasa berat dan tanpa aku sadari akhirnya tubuhku menjadi lemas. Kembali bersama dengan kegelapan yang hangat, kesadaranku pun perlahan mulai menghilang.