Sejauh ini aku telah mendapatkan beberapa informasi mengenai dunia ini dari Val. Ternyata banyak sekali ras yang tinggal di dunia ini, bukan hanya dari Vytair saja. Bahkan Ruinsheim dan Fanarya pun sama banyaknya.
Contohnya adalah Benua Lestor sendiri. Benua ini dihuni oleh ras Aruna, sedangkan Benua Mhorfium di huni oleh ras Beastman dan para roh hutan. Terakhir adalah Benua Oblivia di mana kerajaan terbesar berdiri dengan rata-rata penduduk yang mengejar pendidikan sihir dan juga Kesatria Paladin.
Untuk Dimensi Ruinsheim, Val pernah menceritakannya kepadaku. Di sana lebih pada semua makhluk dan entitas yang memiliki afinitas dengan elemen kegelapan. Mirip seperti dirinya, tapi lebih rendah, dan beragam jenis.
Lalu yang terakhir adalah Dimensi Fanarya. Jika ada kegelapan, maka ada pula cahaya. Itulah ciri khas dimensi yang satu ini. Mereka yang berada di Dimensi Fanarya memiliki anugerah yang berhubungan dengan cahaya itu sendiri.
Semisalnya adalah para bangsa Demi-God, malaikat, dan para dewa mitologi.
"Raven, sebagai tambahan. Untuk semua entitas di Dimensi Fanarya itu layaknya seorang penjaga. Apa yang mereka jaga biasanya artefak terlarang dan juga kuil-kuil elemen suci sesuai dengan elemen dasar mereka. Mirip seperti
Dimensi Ruinsheim, mereka juga memiliki kasta. Semakin tinggi derajat, maka semakin tinggi juga kuil langit yang mereka jaga," jelas Val.
Setelah itu ia membuat sebuah visualisasi penggambaran nyata yang ia perlihatkan dengan sejelas mungkin. Hampir begitu nyata dan aku terbawa oleh penjelasannya, semakin banyak informasi yang kudapat, maka aku semakin mengerti kenapa aku bisa terkirim ke dunia ini.
Namun, sesungguhnya aku masih berharap alasan mengapa aku dikirim ke dunia ini hanya sebatas menjelajah saja, dan tidak lain-lain. Aku juga tidak ingin mendengar bahwa aku berada di sini karena untuk menyelamatkan dunia ini dari bahaya besar.
"Hmm... cukup rumit juga rupanya. Jadi, Luk, kau sebelumnya pernah mengatakan kalau aku mirip sekali dengan orang yang sedang kau cari, 'kan?"
"Umm. Mirip sekali, hingga aku yakin sekali jika saja wanita di belakangmu itu tidak ada. Mungkin aku akan menganggapmu sebagai Master"
"Apa kau ingin mencari masalah denganku lagi?" tanya Val geram.
"Sudahlah. Kau tahu... kau juga sebelumnya pernah mengatakan kalau bukan hanya dirimu saja yang melayani Master ini, 'kan?"
"Ya. Dua entitas lainnya adalah seorang Elf dan perwujudan Burung Phenex Es. Mereka jauh lebih lama dibandingkan denganku, tapi setidaknya kami tidak selalu memperebutkan posisi siapa yang lebih pantas berada di sisi Master, karena Master sendiri menganggap kami setara, dan memiliki kemampuan yang berbeda dalam bidangnya masing-masing"
"Hmm. Rupanya ia orang yang seperti itu...."
Ketika aku sedang berpikir, tiba-tiba saja Val bertanya seakan-akan ia tahu apa yang aku pikirkan.
"Ada apa Raven? Sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu lagi, ya?"
"Nah. Kebetulan sekali, aku memang sedang memikirkan sesuatu dan Val... "
"Hmm?"
"Bagaimana kau menyembunyikan identitasmu saat berada di kota? Aku masih heran tentang itu"
"Tentang itu ya? Tidak ada yang spesial kok. Aku hanya perlu mengubah penampilanku semirip mungkin dengan para Aruna"
"Kemampuan yang serba guna, eh? Apakah semua orang di Dimensi Ruinsheim memiliki kemampuan sepertimu?"
"Tidak," sahut Val cepat sambil menggeleng, "tergantung seberapa kuat pemahaman mereka tentang keahlian dasar pemanipulasian elemen kegelapan. Apa yang aku gunakan di kota itu adalah salah satu hasilnya dan seperti yang kau ketahui, tidak ada yang tahu siapa, dan apa aku di sana, 'kan? tapi ada yang menarik sekali tentang ini, Raven," lanjutnya dengan nada yang riang.
"Raven, apa yang sedang kau bicarakan dengan wanita itu?"
Tiba-tiba Luk ikut ke dalam pembicaraan kami berdua.
"Kau bisa memanggilnya Valeria, bukan? ehmm... bagaimana aku menjelaskannya. Val adalah—"
"Aku adalah pelayanan pertamanya, makhluk berbulu yang tidak tahu diri," potong Val dengan ada sarkas.
"Ya, Val adalah pelayan pertamaku—eh? Tunggu sebentar. Bukankah kita sudah sepakat jika kau tidak akan mengatakan itu lagi?"
"Hehhh. Jadi wanita bejat ini adalah pelayan pertamamu, Raven."
Perasaanku jadi tidak enak dan entah mengapa aku seperti mengalami deja vu lagi. Huhh... benar-benar hari yang buruk.
"Bisakah kalian berhenti? Atau kalian ingin kusentil, kali ini cukup keras lhoo."
Setelah itu semua menjadi tenang. Sepertinya peringatanku cukup ampuh.
Luk, seandainya kau tahu siapa identitas sebenarnya perempuan manja yang berada di belakangku ini. Mungkin kau akan kaget. Semoga kejadian itu tidak akan pernah terjadi.
***
Benua Obliva, Kerajaan Falore.
Orang-orang berjalan berlalu lalang di kota yang padat itu. Mereka tertawa dan saling berbincang. Berlarian mengejar sesuatu, melihat-lihat saat berbelanja, dan bertukar informasi tentang kabar baru-baru ini.
Itu juga tidak lepas dari atmosfer kota yang hangat dan penuh persahabatan. Tidak ada perselisihan, hanya ada sebuah kompetisi sederhana seperti adu panco, lomba minum, dan makan yang selalu mereka adakan tidak lama ini.
Sementara itu di sebuah ruangan yang tidak terlalu luas seorang perempuan—Anastasia sedang duduk sambil menikmati secangkir teh hangatnya sebelum ia memulai perbincangan.
"Bagaimana menurut kalian informasi tentang kondisi tempat itu saat ini?"
Ia dapat dikatakan sebagai seorang putri dari negeri dongeng dengan penampilannya yang memukau itu.
"Sebaiknya kita susun sebuah rencana terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada kesalahan," lanjutnya sambil menyeruput secangkir teh dengan khidmat lalu mengeluarkan sebuah peta dari lingkaran sihir yang ia buat di atas meja.
"Aku setuju dengan usulan Anastasia. Bagaimana dengan kalian berdua... Noel...? Reyfen...?" tanya Will yang sedang bersandar pada dinding dekat jendela.
Willbert Von Hazellgrim atau yang biasa dipanggil Will itu terlihat sedang memikirkan sesuatu.
Tepat di sampingnya sebuah kampak yang lebih besar dari pada tubuhnya itu berdiri kokoh. Dengan ornamen yang indah, lengkungan kampak itu sungguh tajam. Pada gagangnya yang kurang lebih sama dengan tinggi gadis kecil itu terhias sebuah lilitan Daun Nelfana yang indah.
"Apa kau yakin, Will?" tanya Reyfen.
"Aku tidak keberatan dengan informasi itu," sambung Noel.
"Aku memang mengatakan setuju, tapi lebih baik kita periksa sekali lagi," ucap Will.
Anastasia yang telah mendengar tanggapan semua rekannya itu mengangguk.
"Baiklah... untuk bagian ini serahkan saja padaku. Selain itu, Will. Mengapa kau tidak ikut dengan kami di sini?"
"Eumm... aku tidak terlalu cocok dengan makanan semewah itu"
"Ehh?! Kenapa? Padahal kue buatan Anastasia ini enak," celetuk Noel.
"Benar. Apa yang dikatakan oleh Noel memang benar, meskipun warnanya mencolok, tapi rasanya enak," lanjut Reyfen.
Namun, Will hanya dapat mendesah pasrah sambil melihat Noel dan Reyfen yang sedang gembira menikmati kue buatan Anastasia.
"Apa kau jangan-jangan tidak terlalu cocok dengan kue?"
"Huhh. Bukan begitu... hanya saja aku punya kenangan buruk tentang itu, jadi... kau tahu hal seperti itu pernah terjadi padaku...."
Will yang ragu menjawab pertanyaan Anastasia menjadi tidak enak dan akhirnya ikut bergabung.
"Hanya untuk tehnya saja, ok"
"Tenang saja, aku tidak akan mempermasalahkannya," sahut Anastasia lalu tersenyum kecil.
"Tapi untuk kesatria terpilih seperti kita... menikmati hal seperti ini rasanya aneh juga," celetuk Will setelah meminum tehnya.
Anastasia pun menoleh ke arah Will dengan ekspresi yang rumit. Sedangkan Reyfen hanya tertawa kecil dan alhasil kue yang ia makan sebelumnya berjatuhan. Di sisi yang lain Noel tidak peduli dan terus memakan kue yang berada di atas piring miliknya.
"Benar juga. ini sudah lama sejak kita mendapatkan jatah libur. Aku juga merasa ini sedikit aneh, karena jarang-jarang sekali kita bisa menikmati waktu seperti ini," tutur Anastasia sambil memegang dagunya.
Lalu Will, Reyfen, dan Noel pun mengangguk tanda setuju.