Lelaki berkacamata itu pun memperbaiki posisi kacamatanya, "Begitukah?"
Di sisi lain Lilith hanya tertawa kecil.
"Jika demikian, saya harap Anda bisa menikmatinya dengan tenang"
"Terima kasih, Lukas."
Tidak lama setelah itu muncul seorang laki-laki, ia menaiki podium, dan suara tepuk tangan mengiringinya dengan meriah. Pada saat itu pula perhatian Lilith dan Lukas teralihkan.
"Selama malam para tamu yang terhormat. Tidak lama lagi acara utama akan segera dimulai, karena itu saya meminta kepada seluruh tamu yang terhormat untuk menduduki kursi yang telah disediakan."
Acara pun berlangsung dengan cukup meriah. Para pemain musik mengeluarkan kemampuannya dengan baik. Tidak sedikit juga beberapa bangsawan menari di tengah kemeriahan itu setelah pengenalan dan juga sambutan yang ada.
Terkecuali Lukas dan Edgar yang lebih memilih pergi menuju balkon.
"Benar-benar malam yang beda," ucap Ed lalu mencicipi Wine.
"Seperti itulah"
"Apa semuanya baik-baik saja, Tuan Lukas?"
"Jika berkenan tolong jangan panggil saya tuan. Setidaknya saat ini kita adalah sahabat lama, Ed."
Pria paruh baya itu pun tersenyum kecil.
"Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?"
"Seperti biasa. Mengurusi bocah-bocah nakal yang terlalu aktif, mungkin peranku lebih cocok sebagai pengasuh daripada seorang pahlawan," jawab Lukas sambil tersenyum remeh.
"Hooo... mereka?"
"Ya. Aku bisa menjamin setidaknya mereka tidak akan berbuat ulah di sekitar sini."
Lukas pun menghela napas, setelah itu ia berbalik menyandarkan punggungnya pada pembatas dinding.
"Sepertinya merepotkan sekali"
"Tidak, tidak. Aku masih bisa melakukannya dengan baik, lalu bagaimana dengan dirimu sendiri?"
"Hmm. Tentu saja tidak ada yang lebih memuaskan daripada melayani Nona Lilith sendiri"
"Kau yakin tidak ada yang salah dengan kepalamu?" tanya Lukas sarkas.
Namun, Edgar hanya menatapnya dingin lalu ekspresinya kembali hangat.
"Seorang pria paruh baya yang ditakuti sejagat Benua Oblivia, terdampar di Dimensi kekacauan ini, dan akhirnya bersumpah setia melayani seorang penguasa hebat. Kisahmu itu terdengar mirip seperti seseorang... bukankah kau setuju?"
"Kau bisa menyebutnya demikian, kawan lama"
"Sayangnya takdir berkata lain. Kejayaan masa lalu ternyata bisa berkhianat juga"
"Masa lalu adalah masa lalu. Masa yang membentuk setiap orang hingga ke titik tertentu. Kau tidak selalu harus melihat ke belakang, Lukas."
Saat itu malam penuh dengan aura nostalgia, di mana keduanya mengobrol hangat tentang masa lalu dan semua yang terjadi pada diri mereka sendiri.
Cerita ringan adalah yang terbaik, itulah yang Lukas katakan ketika Edgar memberinya selembar kertas. Di mana isi dari kertas itu sendiri adalah coretan abstrak yang dipenuhi oleh pedang dan perisai, pahlawan dan putri, kastil dan hutan.
Semuanya menyatu dengan sangat harmonis.
Terlihat layaknya gambaran seorang bocah kecil yang dipenuhi oleh ambisi dan juga mimpi.
Terkadang tawa menyelimutinya keduanya. Saling sindir satu sama lain hingga secara tidak sengaja Lukas menyinggung tentang kopi.
"Ahhh. Memang sudah sangat lama aku belum mencicipi minuman yang satu itu," ucap Ed.
"Aku sudah lama mencarinya, tetapi hasil yang aku dapatkan nihil"
"Tentu saja. Karena tempat ini sangat tidak cocok ditumbuhi tanaman otentik tersebut. Mengingat bagaimana udara dan juga kondisi cuacanya"
"Menurutmu bagaimana di Vytair?"
Ed pun memasang wajah kebingungan.
"Bukannya tidak bisa, melainkan tanaman kopi sendiri sangat langka di dunia ini. Berhasil menemukannya sama dengan menemukan keajaiban"
"Hmm. Benar juga, aku tidak berpikir jika pengaruhnya bisa membuatku merasa aneh."
Mata Ed tiba-tiba saja melirik ke kiri dan Lukas menyadarinya. Melihat itu ia pun mengikuti kawan lamanya masuk kembali ke dalam.
Ketika mereka tiba di sana, Ed pun segera bergerak cepat ke sisi Lilith. Karena saat ini majikannya sedang dikerubungi oleh berbagai lelaki dari berbagai kalangan.
Mereka semua berusaha mencoba mendapatkan respons darinya, tetapi Lilith acuh, dan kembali mencicipi Wine.
Luka sendiri hanya bisa menyilangkan kedua tangannya sambil menghela napas, "mungkin sebaiknya aku juga harus kembali kepada mereka," ucapnya lalu beranjak mencari rekan-rekannya.
Begitu Ed tiba di sisi majikannya, ia pun memasang badang, membungkuk pelan lalu meminta maaf kepada semua laki-laki yang berusaha mengejar Lilith dengan sopan.
"Maafkan saya tuan-tuan, namun mengingat kondisi hati Nona muda yang sedang buruk saya sarankan agar para tuan sekalian bisa memakluminya," tuturnya dengan tatapan tajam.
Semua lelaki itu pun menggaruk kepala masing-masing lalu akhirnya pergi meninggalkan Lilith dan Ed, tetapi ada juga yang masih tetap mencobanya. Sayangnya hanya dengan tatapan sang pelayan, ia pun mengurunkan niatnya.
Lilith tersenyum puas melihatnya, "terima kasih, Ed"
"Anda tidak perlu berterima kasih kepada saya, Nona. Sudah kewajiban saya sebagai seorang pelayan untuk melindungi majikannya," sahutnya sambil membungkukkan badannya pelan.
Setelah semua orang yang mencoba merayu Lilith pergi, Ed pun kembali dalam posisi siaganya—tepat di samping kiri belakang majikannya, ia berdiri tegap memperhatikan sekitar.
Sementara itu Lilith sendiri seperti sedang mencari seseorang dengan gerak matanya yang sedari tadi bergerak ke kiri dan kanan.
[Seharusnya sekaranglah orang itu muncul, tetapi hingga saat ini aku tidak melihat ujung batang hidungnya. Apa dia ingin mempermainkanku?]
Tidak lama kemudian suara langkah kaki ringan terdengar, semua tamu tidak ada yang menyadarinya, kecuali bagi Lilith, Nephilim, Baal, Lukas, serta Ed. Kelima orang itu serempak langsung melirik ke arah sumber suara.
Tepat dari sudut ruangan dekat dengan jendela luar, seorang laki-laki berjalan mendekat ke arah Lilith berada.
Hampir semua dari ujung kepala hingga kaki didominasi oleh warna putih. Baik itu warna rambut, alis dan iris mata, bahkan jas berdasi serta sebuah jubah beludrunya pun putih.
Begitu ia sampai di hadapan Lilith, mulutnya pun menyeringai.
"Senang rasanya melihat dirimu datang, Lilith. Aku ucapkan rasa terima kasih yang mendalam karena sosok seperti dirimu telah hadir ke pesta ini," tuturnya merendah .
"Jangan terlalu berharap, Mephisto"
"Mari aku antar ke tempat sesungguhnya, tentunya dengan para tamu terhormat lainnya."
Mephisto pun menepuk tangannya sekali dan suasana di ruangan itu menjadi hening di mana semua tamu undangan bergerak pelan.
Piring jatuh mengambang, raut wajah membeku, gerak kaki terhenti, dan keributan menjadi senyap. Hanya menyisakan beberapa langkah kaki yang kini berjalan menuju pintu di samping kanan.
Selain Lilith dan Mephisto, Baal serta Nephilim ikut bersama mereka. Begitu pula Ed yang menjadi pelayan sang permaisuri malam berjalan di sisi majikannya dengan ekspresi datar.
Mereka semua kini berjalan di sebuah lorong terbuka. Lorong itu berada di langit-langit dari kastil. Sisi kanan dan kirinya di tahan oleh pilar panjang menjulang dan pemandangan luar pun terlihat jelas.
Ketika mereka tiba di sebuah lorong bercabang, lelaki berambut putih itu pun mengetuk udara sebanyak empat kali.
"Kunci telah datang," ucapnya dengan seringai lebar.
Dari dalam keheningan itu muncul sebuah retakan dimensi yang menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya. Ia pun mempersilakan ketiga tamunya untuk masuk, tetapi dengan hormat ia meminta Ed untuk tetap berjaga di luar.
Namun, Ed hanya mengangguk, dan mengerti apa maksudnya. Karena itu berbalik dan berdiri menghadap keluar selagi keempat orang lainnya pergi masuk ke dalam.
Begitu retakan dimensi itu tertutup sepenuhnya, semuanya langsung kembali seperti semula.
Ed pun hanya dapat menghela napasnya sebelum mendongak menatap langit dengan tatapan semu.
"Saya harap Nona bisa menjaga emosinya dengan baik," gumamnya.