BIARKAN saja, aku menjadi seorang yang naif dan tak rasional. Tenggelam dalam kebodohan, serta dosa yang kian membelenggu. Aku tau—mungkin saja langit tengah menertawakanku dengan ejekannya yang menggaung. Katanya; aku menjadi salah satu dari sekian juta manusia di muka bumi, yang tergolong mudah dibodohi oleh rayuan si pendosa yang mengatasnamakan ketulusan. Membuatku menggeleng untuk mempertahankan harga diriku dibawah bentang langit, dengan gema teriakan dalam benak, "Tidak. Bukan aku yang bodoh! tapi takdirlah yang tega mempermainkanku! aku hanya mengikuti alurnya saja."
Sejujurnya aku tak ingin tenggelam lebih jauh, dalam bobrok dan rumitnya pemikiran manusia di luar sana; hingga opsi menyendiri dalam keramaian adalah sesuatu paling tepat yang sudah seharusnya kupertahankan. Bahkan jika ingin saling membandingkan, jelas akan kujagokan perihal hidupku yang sebelumnya cukup kelam nan pekat.