Devan kembali ke kelas setelah Caca pergi darinya. Ia tersenyum tipis melihat kotak makan yang ada ditangannya.
Lo bisa bersikap manis juga ternyata.
“Wih dapat makanan dari fans lagi lo?” tanya Wendy saat melihat sahabatnya itu membawa sebuah kotak makan. “Kepo.” jawab Devan dengan senyum tipisnya.
“WEH ANJIR!!” umpat Firman.
“Kenapa woy?” tanya Wendy.
“Devan senyum!?” teriak Firman membuat seisi kelas menatapnya takjub.
“Van?” panggil Gio teman sekelas Devan. “Siapa Van yang bisa buat lo senyum? Kasih tau gue, biar gue turutin semua permintaan dia.” lanjutnya dengan sok dramastis.
“Van? Lo serius senyum? Cewek nih pasti! Siapa woy???” sahut Chik, lagi-lagi teman sekelas Devan.
Benar-benar makhluk yang jarang senyum.
“Pasti karena Eca yaaa...... ya kaaaannn....” goda Wendy.
“Apa kalian berisik!?” sahut Devan lalu memakai headphonenya. Ia menyalakan playlist kesukaannya.
So as long as I live I love you
Will have and hold you
You look so beautiful in white
And from now 'til my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight
What we have is timeless
My love is endless
And with this ring I
Say to the world
You're my every reason
You're all that I believe in
With all my heart I mean every word
*
*
“Lo mau kemana?” tanya Wendy. “Cari Eca.” jawab Devan pelan.
Devan berjalan ke koridor IPA. Ia mencari gadisnya itu. Ia ingin mendengar dari mulut Eca bahwa gadis itu menginginkan Devan, bahwa gadis itu menyukainya juga. Seperti yang tertulis di surat dalam kotak makan itu.
Ia menemukannya!
Bukan Eca. Melainkan sahabatnya, Nadine.
“Nadine.” panggil Devan pelan. Nadine menoleh menatap Devan datar “Mau apa lo? Belum puas buat sahabat-sahabat gue musuhan?”
“Eca mana?” tanya Devan tanpa mempedulikan sindiran jahat dari Nadine.
Nadine mengedikkan bahunya “Gue gak tau.”
“Eca dimana?” tanya Devan lagi.
“Lo mau apalagi nyari Eca?” sungut Nadine.
Devan menariknya kebelakang kelas. Mencari tempat sepi untuk berbicara pada gadis menyebalkan didepannya ini. Jika bukan karena Eca ia malas berurusan dengan perempuan.
Devan menyerahkan surat yang ia dapat dari kotak makan itu pada Nadine “Gue mau Eca ngomong langsung ke gue soal ini.”
Nadine mengerutkan keningnya, heran. Ia langsung mengambil surat itu dan membacanya kemudian terkekeh “Lo yakin ini tulisan Eca?” tanya Nadine meremehkan.
Nadine langsung mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan gambar sebuah tulisan tangan. Tulisan tangan Eca ternyata yang ia foto saat berbagi jawaban.
“Gue mau nanya, menurut lo tulisannya sama atau gak?” tanya Nadine.
Devan mengambil ponsel Nadine dan mencocokkan tulisan yang ada dikertas dengan di ponsel Nadine.
Sama, tapi beda?!
“Lo pikir sendiri itu dari Eca atau bukan!?” seru Nadine kemudian melangkah pergi, namun tangannya berhasil di cekal oleh Devan “Gue itu nanya, Eca mana?”
“Lo cari tahu dulu itu dari Eca atau bukan. Takutnya aja lo malu sendiri nanti!” jawab Nadine sambil mengambil ponselnya dari genggaman Devan.
“Udah gue kirim ke lo fotonya. Lo bandingkan lagi aja!?” ucapnya lalu pergi meninggalkan Devan.
“Kalau bukan cewek udah gue habisin dari tadi!?” gerutu Devan.
Devan berjalan sambil terus memperhatikan kertas itu dan juga ponselnya hingga ia tak sengaja menabrak seseorang.
“Sorry..” ucap Devan kemudian berjalan melangkah menjauhi orang yang ditabraknya.
“DEVAN!?” teriak orang itu. Devan menoleh, setelah mendengar suara itu, kini ia tahu siapa orang yang ditabraknya.
Devan menoleh kemudian menatap datar gadis itu, Karin.
“Tolongiiinnn...” ucap Karin sambil mengangkat tangannya berharap Devan akan menarik tangannya.
“Lo mau gue tolongin lo?” tanya Devan. Karin mengangguk sambil tersenyum.
“Ekh lo..” Devan menghentikan langkah seseorang, dilihat dari bet namanya, ia adek kelas.
“Tolongin tuh cewek, dia jatuh gue tabrak tadi.” ucap Devan kemudian berjalan meninggalkan Karin dan adek kelasnya itu.
*
*
Kini Devan sedang berada diruang IGD. Setelah bertemu dengan Nadine, Devan kembali kekelas dan mendapati sahabatnya, Wendy lemas di bangkunya. Mukanya pucat dan hanya bisa meletakkan kepalanya di meja.
Firman bilang, Wendy memakan makanan yang diberikan Eca untuk Devan. Ia hanya ingin menyantapnya, karena tahu enak. Ia menghabiskan satu sandwich pemberian Eca, dan berakhirlah disini.
“Lo serius itu pemberian Eca? Gak salah?” tanya Firman.
Devan mengedikkan bahunya “Gue gak tau. Caca bilang itu dari Eca.”
“Caca? Maksud lo Eca nitip ke Caca gitu?” tanya Firman heran. Devan mengangguk, “Gak mungkin Eca nitip ke Caca. Menurut info nih ya, Caca sama Eca masih marahan. Nadine sama Caca bahkan pisah bangku sekarang. Caca gak mau duduk sama Nadine.” jawab Firman.
“SIAL!” umpat Devan. Ia bersumpah akan membalas semuanya pada Caca.
Seorang dokter keluar dari UGD. “Gimana dok keadaan teman saya?” tanya Devan.
“Teman kalian baik-baik saja. Dia hanya salah makan. Karena saya menemukan obat pencahar banyak sekali.” jelas pak dokter (anggaplah ya penjelasan dokter. Gua gak ngerti cara dokter ngomong..)
“Obat pencahar?” tanya Firman tak percaya.
“Gue yakin, Caca mau ngerusak nama baik Eca didepan lo..” seru Firman.
“Lo yakin ini tulisan Eca?”
“Lo pikir sendiri itu dari Eca atau bukan!?”
“Lo cari tahu dulu itu dari Eca atau bukan. Takutnya aja lo malu sendiri nanti!”
Devan teringat kata-kata Nadine. Ternyata tulisan Caca sama persis dengan tulisan Eca, makanya Nadine memintanya mencari tahu dulu.
“Temen saya sudah bisa dijenguk dok?” tanya Firman. Dokter itu mengangguk “Silahkan, kalau gitu saya permisi dulu.”
Firman dan Devan masuk keruangan itu ke bilik no 11. Mereka melihat sahabtnya itu tersenyum pucat “Kayaknya Eca gak ikhlas ya kalau makanannya gue makan?” tanya Wendy.
“Makanya lain kali jangan gatel mulutnya. Itu bukan dari Eca. Tapi Caca, dia sengaja bilang dari Eca, biar kalau gue sakit perut kita nyalahin Eca.” jawab Devan.
Wendy terkejut mendengar jawaban Devan “Lo serius?” Firman mengangguk “Devan serius Wen.”
“Gue gak nyangka Caca sebenci itu sama Eca..” gumam Wendy.
“Udah ah, gue mau pulang..” seru Wendy. “Lo kuat?” tanya Firman. Wendy mengangguk “Gak enak disini. Lagian gue gak papa kok. Istirahat aja udah beres ntar.”
Devan mengangguk, toh bukan dia atau Firman yang memintanya pulang, justru yang sakit yang minta pulang.
“Denyut jantungnya melemah dok!”
“Tekanan darah nya turun dok!!”
“Pasien disebelah kayaknya gawat banget ya?” tanya Firman. Devan mengangguk, entah kenapa perasaannya tak enak. Ia memejamkan matanya kemudian kembali berjalan dengan membantu Wendy berjalan.
Saat keluar dari ruang IGD, Devan, Wendy dan juga Firman terkejut karena didepannya kini ada Caca dan Nadine dengan baju yang berlumuran darah.
“Kalian kenapa?” tanya Firman.
Nadine masih menangis di kursi tunggu, berharap cemas pada seseorang yang kini sedang dalam pertolongan.
“Eca... Eca..” tangis Caca.
Devan terhenyak, ia menatap tajam Caca “Lo apain Eca?” tanyanya dingin.
“Eca--”
“Eca kenapa?” teriak Devan. Ia mulai teringat ucapan suster yang ada didalam tadi.
“Eca kecelakaan..” ucap Caca pada akhirnya. Devan terjatuh lunglai. Bukan si Wendy yang jatuh.
“Eca kecelakaan? Lo bohong kan?” tanya Devan.
Wendy dan juga Firman membantu Devan berdiri dan memeganginya, takut jika sahabatnya ini terjatuh lagi.
“Lo serius Eca kecelakaan?” tanya Firman.
Caca mengangguk “Iya, dia kecelakaan didepan sekolah..”
“Kenapa?” tanya Devan, hanya itu yang keluar dari mulut Devan.
“HARUSNYA LO KALAU NYEBRANG ITU LIHAT-LIHAT CA! KALAU BUKAN KARENA KECEROBOHAN LO, ECA PASTI BAIK-BAIK AJA!!” teriak Nadine kalut. Firman menjauhkan gadis itu dari tubuh Caca, ia takut jika Nadine akan mengasarinya.
“HARUSNYA LO YANG ADA DIDALAM BUKAN ECA!?” tambah Nadine lagi.
“Udah Nad, lo harus sabar..” ucap Wendy sambil mengelus bahu gadis itu.
Devan berjalan kearah Caca dengan tatapan dinginnya. Ia menarik tubuh Caca dan menghempaskannya ke dinding “Mau lo apa?” tanya Devan pelan dengan suara yang membuat siapapun yang mendengarnya merinding.
“Ma.. maafin gue Van..” ucap Caca dengan sesenggukan..
“LO MAU MAAF? LO BUTA HAH?” bentak Devan. “LO BUTA? LO GAK LIHAT SIAPA YANG SEKARANG ADA DIDALAM RUANGAN ITU?” teriak Devan sambil menunjuk ruangan IGD “SADAR GAK LO? PEREMPUAN YANG KEMAREN LO BENTAK-BENTAK, LO HINA, LO TAMPAR SEKARANG ADA DIDALAM! KARENA SIAPA?”
“Karena lo!”
“Gu.. gue minta maaf Van, maaaf.. gue gak tau kalau... ada orang yang... mau nabrak gue, gue.. gue gak tau... kalau Eca... akan tolongin gue..”
“Maaf gak akan balikin keadaan Eca seperti semula Ca!” ucap Devan pelan, nada suaranya merendah.
Ia terduduk di kursi tunggu.
Ia menangis.
Ia takut..
Jika kejadian tahun lalu terjadi lagi padanya.
Ia takut kehilangan lagi..
Ia takut ditinggal Eca..
Ditinggal Eca seperti saat bundanya meninggalkannya..
“Gue yakin Eca pasti kuat..” ucap Wendy berusaha menguatkan sahabatnya itu, ia tahu bagaimana takutnya Devan, bagaimana kalutnya Devan. Laki-laki itu menyayangi Eca sama seperti ia menyayangi wanita nomor satu dihidupnya, bundanya.
“LO GAK DENGER TADI SUSTER BILANG APA?” teriak Devan.
“Gue yakin itu bukan Eca!” sahut Firman, Wendy mengangguk “Gue juga yakin, itu bukan Eca.
Nadine berdiri “Suster bilang apa? Kalian dengar apa didalam?” tanya Nadine sambil menghapus bekas air matanya dengan kasar.
Wendy menggeleng, Firman hanya menunduk bingung harus menjawab apa.
“Suster bilang apa? Kalian dengar apa? Van jawab gue!!!” ucap Nadine mulai menangis lagi.
Devan memejamkan matanya “Detak jantung melemah dan tekanan darah menurun..” jawab Devan dengan suara parau.
Nadine terduduk, ia kembali menangis “Gak mungkin itu Eca..”
Devan menatap Caca dengan tatapan penuh kebencian “Gue peringatkan ke lo! Kalau Eca kenapa-napa gue pastikan lo akan angkat kaki dari SMA Harapan 02.”
“NADINE!!” teriak seorang laki-laki dengan jas hitam dan dasi yang melingkar di lehernya.
“Bang Ken..” Nadine langsung memeluk laki-laki itu “Eca baik-baik aja kan?” tanya laki-laki yang dipanggil Nadine dengan sebutan ‘bang Ken’
Nadine menggeleng “Gue gak tau bang, gue takut Eca kenapa-napa..” tangis Nadine lagi.
Laki-laki itu menoleh pada Caca. Caca menunduk kemudian terdengar suara sesenggukan darinya. Segera laki-laki itu memeluk erat Caca “Maafin Caca bang, Caca egois, Caca jahat sama Eca. Maafin Caca bang. Maaf..”
“Udah Ca, gak papa. Gue yakin Eca gak pernah marah sama lo. Eca sayang banget sama lo Ca.” ucap laki-laki itu sambil mengelus kepala Caca “Abang minta doa ya buat Eca, semoga Eca baik-baik aja..”
Abang??
Seorang dokter yang bertanggung jawab pada Eca keluar dari ruangan IGD.
“Gimana keadaan Eca dok?” tanya Ken.
“Maaf...”
*
*