Kalantha tak dapat mendengar suara apapun. Semuanya hanya terasa seperti dengungan saja. Kepalanya terangkat menatap aula yang telah runtuh sehingga menampilkan langit malam. Sudah berapa lama mereka berperang sehingga hari telah malam? Apa ini sudah dua belas jam?
Kenapa langit begitu kosong? Tidak ada bulan maupun bintang. Seakan Selena enggan untuk menatap apa yang terjadi di bumi. Astaga, apa Selena tak mau membantunya saat ini? Lalu kemana Saffi? Apakah dewi langit itu juga memilih menutup mata sampai awan saja tidak telihat?
Kenapa semua hanya diam? Kenapa para dewa dan dewi lainnya hanya diam saat mereka telah melihat sebuah ketidak adilan tengah terjadi di depan mata mereka? Kenapa mereka hanya diam saat ibunya, dewi bumi meregang nyawa di sini. Di tempat yang seharusnya sacral.
Helaan nafasnya sendiri dapat didengar oleh telinga Kalantha. Sekali, dua kali. Dan berikutnya air matanya jatuh setetes. Namun itu membuat langit bergemuruh disertai kilatan cahaya berapi menyambar-nyambar. Lihatlah, bahkan semesta tak tega melihat ibunya mati. Tapi kenapa para dewa dan dewi lainnya tak bisa campur tangan menolongnya?
Kalantha menatap sosok Bacilio yang masih jatuh tersungkur ke tanah atas kering. Di sana ada tubuh Alena yang mengeluarkan darah segar, Aletha yang juga tak kalah mengenaskan dengan darah yang mengalir dari sayatan panjang punggung belakangnya. Dan terakhir, yang semakin membuat Kalantha hancur adalah tubuh Evander yang telah terpenggal menjadi dua.
Cahayanya, mereka semua sudah padam. Tak ada yang tersisa selain darah, teriakan, desingan pedang, hanya itu yang tertinggal di kepala Kalantha saat ini. Kalantha ingat ia pernah berdoa pada semesta untuk membatalkan pernikahannya dengan Helios. Tapi ia tidak meminta supaya ia ditinggalkan oleh ibu dan teman-temannya. ia bahkan menyaksikan kematian teman-temannya sendiri.
“HWAAA!”
Kalantha menjerit begitu kuatnya. Menumpahkan amarah, kekesalan, kecewa dan juga kebencian yang juga ikut muncul ke atas permukaan. Mengalahkan suara gelegar petir. Secara tiba-tiba angin berhembus begitu kencang tapi tak sampai membuat yang ada di situ terseret. Air matanya tumpah mengenai Chleo yang berada di pangkuannya. Kepalanya mendongak ke langit tanpa menghentiakan jeritannya. Simbol Helios yang sempat dilukirkan diwajahnya perlahan menghilang berganti dengan simbol lingkaran dan juga salib.
Tanpa sadar mulut Helios terbuka sedikit. Ia tak percaya Kalau Kalantha baru saja dihadiahi semesta dengan kekuatan Chleo, dewi bumi. Sepengetahuannya, satu dewi atau dewa tidak boleh memegang dua kendali semesta. Kalantha adalah dewi alam tapi bagaimana bisa ia memiliki simbol dewi bumi di keningnya jika bukan karena dihadiahi oleh semesta? Apa semesta ingin menghukumnya?
Kalantha meletakkan tubuh ibunya ke atas tanah dengan perlahan. Diambilnya darah Chleo yang tumpah ke tanah dan membalurkannya pada surai birunya. Aroma anyir menyeruak memasuki indera penciuman Kalantha. Deru nafasnya yang terputus-putus karena emosi yang telah mencapai batasannya bukan karena lelah sehabis berteriak.
Surai birunya telah berganti menjadi merah karena darah Chleo. Menggambarkan emosi yang tak dapat ia tahankan lagi. Matanya terbuka, menatap garang pada setiap orang yang berada di hadapannya.Tangannya Kalantha terangkat ke atas.
"Aku, dewi alam. Putri dari dewa hutan dan dewi bumi, atas setiap tetes darah ibu dan teman-temanku yang terbunuh aku bersumpah. Aku akan membalaskan dendamku pada kau, Helios. Aku bersumpah akan meratakan kerajaanmu menjadi sama dengan tanah. Tak akan ku biarkan satupun kaummu hidup." Tunjuk Kalantha pada Helios yang berusaha tampak biasa saja mendengar ucapan Kalantha.
"Dan kau, Bacilio." Kini Kalantha menatap pria yang masih berdiam pada posisinya.
Bacilio membalas tatapan Kalantha yang terlihat menyiratkan amarah yang begitu besar. Kekecewaan Kalantha seperti telah tersampaikan dengan hanya menatap Bacilio dan Bacilio tidak terlalu bodoh untuk paham apa arti tatapan itu.
"Bagaimana bisa kau lebih mementingkan sumpah bodohmu dibandingkan dengan istrimu sendiri. Dia istrimu, ayah. Tapi selain istrimu, dia juga adalah ibuku. Dia seorang dewi bumi yang telah dilahirkan oleh alam semesta sendiri. Dan Helios, memangnya kau pikir dia terlahir dari apa dan atas apa? Atas kehendaknya sendiri? Tidak. Dia juga sama dengan kau dan ibu. dia terlahir karena semesta lah yang mengizinkannya untuk ada. Lalu apa hak dia mengambil nyawa ibuku? Dia tak berhak untuk mengambil nyawa ibuku."
Kalantha menangis seraya menunjuk-nunjuk wajah Helios. Tangannya menangkup wajahnya yang tak kuasa untuk menahan derai cairan asin yang telah menganak sungai di pipinya. Jeritan tangis penuh pilu keluar dari bibir mungilnya. Membuat siapapun yang mendengarnya juga akan merasa seperti hatinya telah dikoyak-koyak.
“Ayah, kenapa kau begitu tega mematikan cahayaku. Aku memang tak dapat dan tak akan pernah bisa memutus ikatan ayah dan anak yang terjalin antara kita. Tapi, aku bersumpah atas darah ibu. Bukan hanya Helios yang akan aku ratakan. Tapi negri putihmu pun akan aku ratakan. Dan kepada kalian semua, para dewa dan dewi yang hanya diam saat kalian melihat sebuah ketidak adilan terjadi padaku. Aku bersumpah akan membinasakan kalian sampai ke akar-akarnya. Aku tak perduli apakah aku akan terbakar dengan api abadi saat aku mati, asalkan aku dapat menebus darah ibuku dan temanku yang telah tumpah itu sama sekali tak menjadi masalah bagiku. Pegang sumpahku ini. Aku bersumpah pada kalian semua yang menyaksikan ini. Aku bersumpah di hadapan semesta."
Ctar
Suara petir yang bersaut-sautan menjadi pendukung akan kemarahan dari dewi alam. Tiba-tiba saja, sebuah cahaya jatuh menimpa Kalantha. Membuat selendang yang melilit tubuhnya menjadi panjang menutupi daerah intimnya. Selendang yang menutupi bawahannya semakin panjang begitupun dengan yang ada di dadanya. Melilit lengannya dan memanjang.
Riasan emasnya tiba-tiba saja saja berubah menjadi lingkaran bak cincin, melingkari perut, lengan dan juga pahanya. Kalantha terlihat begitu memukau, layaknya dewa pendahulu mereka. Rambutnya yang menyala merah terang sangat kontras dengan selentang putih yang kini telah berubah menjadi pakaian.
Kalantha berbalik setelah mengucapkan sumpahnya. Kakinya melangkah keluar, meninggalkan tempat yang menurutnya terkutuk. Ia pergi meninggalkan semua di sana. Meninggalkan sisi baiknya dan melangkah membawa dendamnya. Ia akan kembali. Cepat atau lambat, dia akan menepati sumpahnya. Membinasakan semuanya. Karena saat ini, dia bukanlah Kalantha yang dulu.
Ia akan menjadi iblis bagi mereka. Ingat, iblis.
tbc