Crazy Decision 크레지 데사이선

"Dasar manusia kurang waras!" Irna memaki Chanyeol dalam benaman bed cover.

Irna meraih bed cover yang menutupi seluruh tubuhnya, membiarkan sebagian wajahnya terbuka.

"Ya Allah ... apakah yang tadi kuputuskan adalah suatu kebenaran?"

Irna menggigit bed cover-nya. Tiba-tiba saja ia mulai merasa khawatir jikalau keputusannya adalah suatu kesalahan.

"Tapi aku melakukan satu ini juga mempunyai suatu alasan.Ya ... aku mempunyai satu alasan. Alasan yang tepat. Untuk menjaga diriku dari ..., ahh ...."

Irna duduk dari tidurannya dengan cepat.

"Tapi aku akui bahwa ... tujuan utamaku adalah ... sebenarnya membuatnya menyerah. Tapi aku salah. Salah dengan prediksiku itu. Dia justru menerimanya tanpa beban sedikitpun."

Irna menghela napas pelan. Pikirannya menerawang ke kejadian tadi siang.

"Just married?" kata Chanyeol sembari menggerakkan wajahnya menatap wajah Irna dengan jarak yang lebih dekat.

Irna mengernyit. Lantas mengangguk pelan.

Chanyeol membenarkan posisi duduknya. Lantas tersenyum.

"Apa yang kau inginkan dengan kenyamanan seperti itu? Apa alasannya?"

Irna ikut membenarkan posisi duduknya. Berdeham sebentar. Ia ingin serius untuk yang satu ini.

"Alasannya sebenarnya cukup sederhana. Saya hanya mencoba melindungi diri saya. Perlu anda ketahui bahwa saya adalah seorang muslimah. Sangat tidak baik jika Saya harus tinggal berdua dengan lawan jenis tanpa ada ikatan darah atau keluarga dekat dalam satu rumah. Saya khawatir, jika suatu saat ... akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."

Chanyeol membentuk garis lengkung di dahinya.

"Apa maksudnya, Anda menghina saya? Secara tidak langsung Anda mengklaim Saya seperti preman-preman di jalan setapak itu yang mengganggu Anda. Ya, begitu? Anda pikir saya--"

"Owh ... bukan, Tuan. Saya tidak bermaksud seperti itu kepada Anda."

"Sudahlah, jangan banyak menyangkal!"

Irna menelan ludah. Menyadari emosi Chanyeol semakin menjadi.

"Sungguh bukan maksud saya untuk--"

"Lantas apa lagi yang Anda inginkan dari saya?"

"Dalam aturan agama saya, jika seorang perempuan muslimah menikah, maka ia harus menikah dengan orang yang satu keyakinan dengannya."

Chanyeol mengangguk-angguk. "Lantas apa lagi?"

"Apa lagi?"

Chanyeol mengangguk.

"Hanya itu. Sudah cukup."

Mereka terdiam sesaat.

"Anda hanya meminta saya untuk menikahi Anda, membuat saya harus masuk agama Anda itu, secara diam-diam, bukan? Anda hanya menginginkan ikatan yang sah tanpa menginginkan sebuah pengakuan di republik ini. Dan kita ... hanya menikah selama tiga bulan, selama Anda bekerja sebagai asisten rumah di rumahku. Dan semuanya akan kembali normal seperti biasa. Hidup dengan kehidupan masing-masing. Hanya itu, bukan?"

Irna hanya mengangguk selama pernyataan itu diajukan.

"Ne, hanya itu. Dan saya tidak menginginkan lebih. Saya hanya menginginkan status itu secara rahasia. Saya akan bekerja menjadi asisten rumah di rumah Anda dengan baik. Saya janji. Untuk membalas budimu itu yang telah diberikan kepada saya. Bukankah itu yang Anda inginkan?"

"Ne. Dan  saya kira pertemuan kita sudah cukup. Dan masalah ... married ... akan  saya serahkan semuanya pada manager saya nanti. Akan saya kabari Anda via Line." Irna mengangguk- angguk lagi seraya menyahut, "Hmm... ne ... "

"Ahjussi tolong berikan saya struk-nya sekarang juga," kata Chanyeol kepada petugas resto seraya bersiap beranjak.

"Baik, Tuan, tunggu sebentar."

Setelah Chanyeol mendapatkan struk-nya, ia pun beranjak dari tempat duduknya. Dan setelah ia berdiri, mensejajari Irna yang masih duduk, Chanyeol membungkukkan tubuhnya sebentar. Membisikkan sesuatu kepada Irna.

"Dan harus perlu Anda tahu, Anda tak boleh jatuh cinta kepada saya, Ir An Diana-ssi."

Irna mengacak-acak rambutnya. Ia mulai frustasi dengan semua itu. Kenapa tiba- tiba saja hidupnya jadi terasa rumit dan aneh? Rumit karena ia harus bertemu seseorang yang menolongnya beberapa kali yang awalnya terlihat tulus. Tapi ia ternyata salah besar. Seseorang itu menuntut balas dengan balasan yang menurutnya agak aneh. Memilih dua pilihan yang ditawarkannya. Pilihan pertama yang mengharuskan dirinya menjadi pembantu di rumahnya selama tiga bulan. Atau pilihan kedua yang mengharuskannya membayar semua biaya pengobatan seseorang itu yang koma selama hampir tiga bulan karena telah menyelamatkannya dari preman-preman di jalan setapak yang sering ia lewati. Mengharuskannya membayar semuanya hari itu juga. Totalnya puluhan juta won. Tidak boleh dinego. Apalagi dicicil. Bukankah semua itu sungguh terlihat seperti pemerasan?

Lamunan Irna buyar oleh ponselnya yang meracau. Irna pun meraih ponselnya di nakas. Ada pesan masuk via Line.

Dengan malas Irna membukanya. Rupanya dari Chanyeol yang dalam kontaknya ia namakan Si Kurang Waras.

Si Kurang Waras

•>Nona Ir An, bagaimana? Anda sudah mengurus semuanya? Sudah menemukan wali, 'kan?

Si Kurang Waras

•>Masalah privasi biar saya yang mengurus. Pastikan Anda juga tak membeberkan apa pun tentang kita.

Irna menggigit bibirnya. Ia benar- benar baru teringat bahwa dalam pernikahan jelaslah ia membutuhkan wali. Wali yang sah untuknya. Dan satu-satunya yang dapat menjadi walinya yang sah di Republik Korea Selatan ini adalah pamannya. Adik dari ayahnya yang masih terbilang muda dan belum menikah. Yang lebih suka dipanggil kakak dari pada paman olehnya. Kak Juna.

Dan satu masalah lagi muncul. Bagaimana cara ia mengawali pembicaraan ini? Membujuk Juna yang kaku? Mungkinkah Juna menyetujui keputusan tak waras ini?

Irna membenamkan tubuhnya kembali ke kasur. Tangannya masih menggenggam ponselnya. Dan beberapa saat kemudian ponselnya kembali meracau.

Irna mendesah.

Si Kurang Waras

•>Anda mulai bekerja besok. Tak peduli apa pun!

Irna memejamkan matanya sebentar. Ia harus mengatakannya sekarang juga kepada Juna.

Irna membuka matanya. Lantas beringsut duduk. Mementapkan hati.Menganggukkan kepalanya. Mengepalkan tangan kanan. Meninjunya ke udara. Semangat!

Irna beranjak dari duduknya. Saat ia meletakkan ponselnya ke nakas, ponselnya kembali meracau.

Irna membelalak setelah membuka kiriman foto via Line dari sahabatnya. Kim Yoora. Foto selca Yoora bersama Baekhyun CBX. Tak cukup hanya itu, Yoora juga menyertakan pesan.

Yoora

•>Kau pasti iri.

Irna mendengus sebal. Meletakkan ponselnya kembali ke nakas. Malas mengomentari pesan menyebalkan itu.Lantas beranjak pergi seraya menggerutu, "Suatu saat nanti, aku juga bakal bisa foto selca dengan salah satu member CBX. Ani. Aku akan berfoto selca dengan Zhang Yixing. Kau juga pasti akan iri besar dengan itu."

Dalam langkahnya, Irna pun tertawa.Menertawakan dirinya yang sepertinya terkena virus Chanyeol. Merasa dirinya menjadi sedikit tidak waras. Termasuk dalam omongannya akan foto selca dengan Lay alias Zhang Yixing.

***

"Apa?"

Juna terkejut mendengar pernyataan Irna.

"Pikir apa kau?"

Irna hanya menunduk. Bergeming.

"Na, makanya kalau membuat keputusan dipikir dulu."

Irna hanya mengangguk pelan. Juna menyuap kimchi dengan sumpitnya.

"Seberapa banyak jika kau harus mengganti biaya berobatnya?"

Irna mendesah frustasi. "Sangat banyak, kak. Puluhan juta won. Aku atau pun kakak tidak mungkin bisa langsung membayarnya sekarang juga. Kecuali ... meminta orang tua di rumah. Tapi itu tidaklah mungkin, bukan?"

Juna yang masih mengunyah kimchinya mengangguk pelan."Ya, itu memang tak mungkin."

"By the way, kenapa Chanyeol bersikukuh agar kau memilih tawaran pertamanya?"

"Entahlah, aku benar-benar tak tahu, kak. Itu memang sedikit aneh. Apa mungkin ... dia sedang mengalami krisis ekonomi. Sehingga hanya untuk membayar asisten rumah saja ia tak mampu?"

"Itu tidak mungkin, jika ia menginginkan uang kenapa ia tidak meminta kau untuk membayarnya saja. Bukankah apa yang seharusnya kau bayar biayanya lebih besar dari pada untuk menggaji asisten rumah yang tak seberapa?"

Irna menggigit bibir.

"Selain dia yang seorang pengusaha, dia juga pewaris tunggal presdir Park Young Suk-ssi. Sekaligus pemilik saham terbesar di Aloevera Group."

Irna menyuap khimci-nya. Mengunyahnya dengan kasar.

"Benar juga. Tapi ... bukankah Chanyeol juga sedang kontra dengan ayahnya?"

"Kau percaya sama para paparazzi? Rumor-rumor itu? Menjijikan!"

Lagi-lagi Irna menggigit bibir. Memukul kepalanya dengan sebelah tangannya.

"Dia juga seorang aktor yang sedang naik daunnya. Film yang baru selesai diperankannya mencapai rating yang bagus. Lima belas besar internasional. Serial drama TV keduanya pun lagi sangat booming. Sangat diminati oleh para kaum wanita di Korsel ini. Termasuk kau juga, bukan? Dilihat dari profesi itu saja, dia pasti juga mempunyai banyak uang."

"Ya! Aku, kan suka nonton serial drama itu karena ada Lay. Bukan karena ada dia," jawab Irna sebal.

"Lantas?"

Irna mengernyit. "Lantas apanya?"

Juna hanya diam menatap keponakannya.

"Aaa ... lantas kakak bersedia, kan, menjadi waliku?" kata Irna kemudian seraya berlagak sok imut ala Aji 3 kepada tuannya Kim Min Kyu dalam drama I am Not A Robot. Menopang dagunya dengan kedua lembar tangannya. Mengedip-ngedipkan kedua matanya yang lentik.

Juna mengedik ngeri.

"Aish ... kau terlihat seperti hantu perawan."

Irna mendengus, lantas mengatakan, "Seharusnya kau bilang, Irna, kau terlihat seperti bidadari. Dasar!"

Juna mencibir, "Aku akan menyesal seumur hidup jika mengatakan itu kepadamu."

Irna bergeming. Membenarkan posisi duduknya.

"Kak ..., lantas apa jawaban Kakak?"

Juna sengaja bergeming agak lama, membuat Irna gelisah. "Haruskah?"

Irna mengernyit. Irna mengangguk-angguk pasrah. Belum mencerna jawaban Juna. Lantas beberapa saat kemudian Irna baru sadar. "Apa?!"

Juna tersenyum.

"Benarkah?"

"Hmm... " Timpal Juna sembali mencomot khimci-nya, malas melihat Irna terharu.

"Oppa ... gomawo ...."

"Oppa ... saranghae ...."

Juna hanya terdiam seraya mendesah frustasi. Ia sangat benci jika keponakannya ini berubah berbicara bahasa Korea untuk merayunya setelah mendapatkan apa yang baru saja diinginkannya.

***

"Bagaimana, kau sudah paham semua, kan, apa saja yang harus kau kerjakan? Sekaligus dengan semua peraturan yang ada?" Bicara Chanyeol mulai non formal seperti sebelumnya.

Irna mengangguk.

"Bagus kalau begitu. Dan mulai detik ini, laksanakanlah apa yang harus kau kerjakan!"

Irna bergeming seraya menggerakkan manik matanya ke sudut-sudut interior ruangan dengan gaya neoklasik.

Rumah yang mewah. Itu kesan pertama Irna. Hampir segala sesuatunya bisa dikendalikan lewat remote control atau pun gadget. Itu kesan plus-nya. Dan ya ... ini kesan unik Irna, "Rumah atau kapal pecah?" gumam Irna seraya beranjak mengambil sapu setelah puas mengamati rumah yang super duper bagus fasilitasnya tapi juga super berantakan.

"Apa kau bilang?"

Irna terperanjat. Ternyata Chanyeol mendengar gumamannya itu. Irna pun hanya menimpali dengan senyum tumbang.

"Makanya bersihkan dan rapihkan. Maka tempat ini bisa disebut rumah, Ir An," kata Chanyeol seraya beranjak pergi.

"Oppa ...."

Chanyeol menghentikan langkahnya.Lantas menyahut tanpa memalingkan muka.

"Kau memanggilku ... Oppa ...? Sejak kapan aku mengajarimu mengenakan bahasa non formal?"

Irna menggeleng pelan. Pipinya menggembung. "Apa aku salah? Bukankah kau mengajariku bahwa sebaiknya kita sedikit lebih akrab?"

"Terserah kau sajalah, Ir An," kata Chanyeol seraya mulai melangkah.

"Oppa ...."

"Panggil aku Irna, bukan Ir An."

Chanyeol menghentikan langkah kakinya kembali. Bergeming. Tertawa samar menyadari kesalahannya. Lantas membalikkan tubuhnya, memandang ke arah Irna. Tersenyum.

"Mianhae, jika aku menyebutmu Ir An. Yang kuingat namamu memang itu. Mianhae ... namamu?'

"Irna. IR-NA."

Chanyeol mengernyit. "Ir-na?"

Irna mengangguk.

Chanyeol tersenyum. Membuat Irna bingung.

"Bagaimana kalau aku memanggilmu ... Anna?"

Kali ini Irna yang mengernyit. "Anna?"

"Hmm ... bukankah itu tidak buruk?" tanya Chanyeol. Tersenyum.

Irna menghembuskan napas pelan.Menyerah.

"Kurasa begitu, Oppa."

Chanyeol membentuk garis lengkung di bibirnya kembali. Lantas beranjak pergi.Membiarkan Irna yang masih bergeming dengan sapu di pelukannya sembari memikirkan sebutannya yang baru. Anna? Tidak buruk memang.

***

Irna mengusap peluh dengan punggung tangannya. Sudah hampir sehari ia membersihkan rumah Chanyeol. Dan ia baru saja selesai tepat saat senja mulai hilang oleh malam. Irna benar-benar merasa kelelahan. Dibiarkan tubuhnya bersandar di sofa. Menghirup dan menghembuskan napasnya perlahan.Berulang-ulang. Membiarka tubuhnya merasakan relaksasi. Ia benarlah merasa sangat lelah dan lapar.

Irna beringsut, beranjak menuju kamarnya, berhasrat untuk membersihkan tubuhnya dulu, lantas salat. Dan tentunya setelah itu ia ingin segera makan. Makan yang banyak.

Setelah salat maghrib, Irna langsung meraih ponselnya di nakas. Menyalakan ponselnya yang sedari ia mulai bekerja ia matikan dayanya.

"Whoa ...," kejut Irna mendapati banyak sekali panggilan tak terjawab dan pesan masuk. 13 panggilan masuk dari Kim Yoora dan 17 pesan masuk dari Yoora dan Si Kurang Waras.

Yoora

•>Beraninya bolos les memasak Chef Kyungsoo!

Irna tersenyum membaca pesan pertama sahabatnya itu. Lantas beralih membaca pesan-pesan lainnya dengan cepat. Dan ia pun tersenyum geli karena ternyata sahabatnya itu sangat menghawatirkannya karena tidak masuk les memasak tanpa keterangan apa pun. Apalagi jika ditilik lewat pesan-pesannya yang lain, ia seperti sedang menghawatirkan pacarnya saja.

Si Kurang Waras

•>Sepertinya aku pulang malam. Mungkin sekitar jam sebelasan.

Irna mendesah. "Apa ia juga perlu menginformasikan hal-hal ini kepadaku?"

Si Kurang Waras

•>Di kulkas tidak ada persediaan makanan. Jika lapar, kau bisa makan ramyeon dan kimchi.

"Ah ... tidak ada makanan? Hanya ada ramyeon? Kimchi?" Bibir Irna mengerucut sebal.

Irna meletakkan ponselnya ke nakas.Mencari ide agar dapat membuat suasana menjadi lebih menyenangkan.Menghilangkan lelah dan penat.

Irna membentuk garis lengkung di bibirnya seraya mengangguk pelan. Memetik dawai jempol dengan telunjuknya, mengeluarkan bunyi klik nyaring. Daebak! Irna sudah mempunyai ide. Jika sekarang ia sedang menjadi tokoh kartun dalam komik pasti lampu neon sudah menyala terang di atas kepalanya.

***

Lagu Horololo-nya CBX menghentak-hentak melalui earphone yang Irna kenakan. Sesekali Irna terlihat menggeser, menghentak-hentakan kakinya, menggerak-gerakkan tangannya sesuai irama musik. Kadang Irna justru menghentak-hentakkan lempengan tangannya ke meja dapur. Sesekali Irna terlihat ikut menyanyikan lirik lagunya.

Irna mengangguk-anggukan kepalanya menyelaraskan alunan musik seraya mengaduk ramyeon yang masih ia masak. Irna terlihat sangat menikmati suasana saat ini. Bebas berekspresi tanpa ada yang mengganggu dan mengawasinya.Tidak ada Chanyeol si tuan rumah. Ia baru akan kembali sekitar tiga jam lagi. Membuat Irna benar-benar merasa freedom.

Namun Irna salah, Chanyeol justru sedang mengawasinya sedari tadi bersama managernya Kim Jun Myun dari balik tembok yang membatasi dapur dengan ruang makan. Mereka mengawasi mereka berdua bersisian.

"Chanyeol, sudah kuduga, dia benar-benar gadis yang energik," papar Jun Myun tersenyum seraya memandang ke arah Irna.

Chnayeol mengernyit. " Energik?"

"Hmm ... lihatlah, dia memasak saja bisa bergaya seperti orang yang sedang nge-dance dan nge-DJ."

Chanyeol tersenyum menyadari apa yang dikatakan managernya itu yang sepertinya sangat pas.

"Dia juga terlihat menarik."

Chanyeol tersentak mendengar penilaian Jun Myun. Lantas tersenyum masam. "Mwo? Menarik?"

"Hmm ... dia gadis imut bertubuh mungil dengan gayanya yang unik. Dia sungguh berbeda."

"Apa menariknya? Unik berarti aneh, Hyeong. Bukankah maksudmu begitu?" jawab Chanyeol yang masih memandang ke arah Irna yang tengah membuka bungkusan ramyeon.

Jun Myun tersenyum. Menyikut bahu Chanyeol sembari mengatakan,"Dia bahkan terlihat manis dan ... cantik."

Chanyeol bergeming beberapa saat. Lantas berargumen, "Jika dia terlihat cantik, maka semua perempuan di dunia ini juga bisa dibilang cantik olehmu, Jun Myun-ssi."

Jun Myun lagi-lagi tersenyum mendengar sanggahan Chanyeol. Lalu mengatakan, "Bukankah kita seringkali mempunyai penilaian yang sama tentang perempuan? Jangan coba menipuku!"

"Mwo?"

"Lupakan! Mari temui dia. Sepertinya dia sudah selesai memasak ramyeon-nya.Jangan lupa, kenalkan aku padanya. Saat itu aku belum sempat berkenalan dengannya lebih jauh."

***

Lagu Horololo CBX bergantikan Everytime-nya ChenPunch.

Irna menuangkan ramyeon-nya ke mangkuk. Terlihat samar kepulan asap kuahnya. Aroma bumbu gurihnya merambat ke indra penciumannya. Irna mengangkat mangkut berisikan ramyeon itu, mendekatkan ke wajahnya. Perlahan wajahnya terasa hangat oleh uap ramyeon.Ia pun menghirup aromanya perlahan.

"Ah ... yummy ...."

Irna mulai malangkahkan kakinya. Masih dengan gayanya yang menghirup aroma ramyeon. Chanyeol dan Jun Myun beranjak dari tempat persembunyiannya.Melngkah ke arah Irna. Melangkah dengan langkah tak berderap. Chanyeol mengamati tingkah Irna dengan gayanya yang dingin. Pun begitu dengan Jun Myun yang berada di belakang Chanyeol.

Langkah Chanyeol terhenti. Keberadaan Irna hanya tinggal enam langkah. Dan Irna belum menyadari keberadaan mereka berdua karena masih sibuk dengan tingkahnya menghirup aroma ramyeon yang masih mengepul.

"Ya ... Anna ... kau terlihat sangat lapar," sapa Chanyeol begitu saja.

Mendengar itu membuat langkah Irna terhenti, mengangkat dagu, mendapati Chanyeol dan satu orang asing sudah berada di depannya. Irna bergeming menatap Chanyeol seraya menggigit bibir bawahnya.

"Kau sudah ... pulang ... Oppa?" tanya Irna patah-patah.

"Hmm ... sudah dari tadi. Bahkan sempat menontonmu dengan gaya nge-dance dan nge-DJ. Benar-benar memukau," jawab Chanyeol yang terdengar sangat sarkas di telinga Irna.

"Aaa ..." Irna terperanjat. Dan tiba- tiba saja wajahnya terasa panas. Ia sangat malu karena itu berarti Chanyeol melihat aksi konyolnya.

"Omo ...," gumam Irna yang langsung diiringi suara mangkuk pecah.

***

"Sudah, yang cepat bersihkannya, aku tahu kau sudah sangat lapar, Anna," ungkap Chanyeol seraya membuka pizza jumbonya Papa Johns di meja makan. Melirik ke arah Irna.

"Hmm ... ini benarlah nikmat. Bukankah begitu, Hyeong?" celutuk Chanyeol lagi seraya mengambil sepotong pizza. Menggigit dan mengunyahnya secara dramatis. Tatapannya masih mengarah ke arah Irna yang masih sibuk mengepel bekas ramyeon-nya yang tumpah.

Jun Myun hanya tersenyum samar seraya menenggak air mineralnya kembali.

Selang beberapa saat Irna pun sudah bergabung dengan mereka berdua di meja makan. Irna duduk persis di sebelah Jun Myun. Berhadapan dengan Chanyeol.

"Gerakkan kau memasak tadi sangat energik dan keren, Irna-ssi," tanggap Jun Myun seraya tersenyum dan mengacungkan dua jempol tangannya. Membuat Irna merasa malu dan hanya dapat menimpalinya dengan senyum kaku.

Chanyeol memandang mereka berdua dengan dahi membentuk satu lipatan. Merasa risih dengan apa yang dikatakan Jun Myun.

Waktu pun terus berjalan. Obrolan terus mangalir antara dua orang yang baru kenal itu. Membiarkan Chanyeol yang tetap diam, menikmati makan malamnya. Tak nimbrung sedikitpun. Hanya sesekali melirik ke arah mereka.

Terdengar tawa Jun Myun yang menertawakan sikap polos Irna.

"Chanyeol ...."

"Hmm ...."

"Lihatlah, bukankah dia terlihat imut dan cantik?" tanya Jun Myun tiba-tiba seraya menunjuk Irna.

Irna menelan ludah. Chanyeol masih bergeming menatap Irna. Lantas berusaha menenggak air mineralnya yang masih singgah di mulutnya.

"Jika dia cantik, maka semua perempuan di dunia ini juga pasti bisa dibilang cantik olehmu, Jun Myun-ssi."

Jun Myun menelan ludah kecewa. Tak menyangka dengan jawaban Chanyeol yang masih sama sekalipun seorang itu sedang berada di hadapannya.

Jun Myun melirik ke arah Irna yang sedikit menunduk karena malu. Lantas terdengar suara Chanyeol kembali, "Anna, sebaiknya kau istirahat sekarang juga. Bukankah kau sudah terlalu lelah hari ini? Tidur sana!"

Irna mengangguk pelan. Lantas beringsut meninggalkan meja makan. Membiarkan peralatan makannya kotor begitu saja. Ia sudah tidak peduli lagi dengan itu. Sekarang ia hanya ingin cepat hengkang. Tubuhnya tiba-tiba saja terasa payah.Hatinya perih.

"Irna-ssi ...."

Langkah Irna yang belum seberapa terhenti. Menoleh ke arah Jun Myun.

"Chal jayo .... Semoga mimpi indah."

Irna hanya diam. Tersenyum samar. Melanjutkan langkahnya kembali.

***

Setelah salat Isha, Irna langsung berbaring di tempat tidurnya. Mematikan lampu utama kamarnya. Berganti lampu malam yang redup. Seredup pelita hatinya saat ini.

Dalam keredupan itu pula, Irna membiarkan hatinya berbicara. Berpikir. Merenung.

"Jika dia cantik, maka semua perempuan di dunia ini juga pasti bisa dibilang cantik olehmu, Jun Myun-ssi."

Irna mendesah lirih, "Ya ... kenapa harus memikirkan omongannya?"

"Pabo!" umpatnya pada diri sendiri sembari memukul kepala dengan sebelah tangannya.

"Tapi ... apakah aku memang terlihat buruk seperti apa yang ia katakan?"

Pun lagi. Mendesah. Memejamkan mata sebentar. Meraih. Memandang bandul partikel salju yang ia kenakan. Mengingatkan ia kepada Chanyeol kembali.

Chanyeollah yang memberikan ia kalung berbandul salju. Saat subuh. Saat dirinya masih menggeliat di kasur. Malas untuk segera beringsut untuk berwudhu.Menunaikan kewajiban sholat subuhnya.

"Na, cepat bangun!" kata Juna seraya menempelkan telapak tangannya yang basah ke pipi Irna.

"Hmm ... lima menit lagi, Kak. " sahut Irna tanpa membuka mata sedikit pun.

"Cepat bangun. Seseorang sedang menunggumu di ruang tamu."

"Hmm ...."

"Chanyeol sedang menunggumu."

"Hmm ...," sahut Irna lagi yang masih setengah sadar sambil menarik bed cover-nya, menutupkan ke seluruh wajahnya.

"Ah ... Chanyeol ..., Kak?" tersentak Irna, membuatnya langsung terduduk. Menatap ke arah Juna. Menginginkan jawaban.

"Cepat beranjak wudhu. Salat. Lantas temui dia. Calon suamimu ...."

Irna terbungkam. Membiarkan Juna pergi dari kamarnya. Membiarkan ia yang masih bergelut dengan pikirannya dengan hati syok dan jantung yang terasa terjun bebas ke perutnya.

Dan kalimat terakhir Kak Junanya benar-benar terdengar mengerikan.

"Calon suamimu ...."

Daebak!

"Ige mwo-ya?" tanya Irna setelah meraih kotak kecil berwarna putih.

"Bukalah!" perintah Chanyeol dengan nada bicaranya yang cool.

Irna pun membukanya pelan.

"Kalung?"

"Hmm ..., terimalah. Anggap saja kalung itu sama fungsinya seperti cincin pertunangan. Terserah Anda mau memakainya atau tidak. Saya hanya ingin memberikan kalung itu sebagai tanda pengikat bahwa kita ... Anda sudah tahu maksud saya."

Irna hanya diam. Dan suasana bertambah akward dan absurd. Sangat berbeda dengan pertemuan mereka kemarin.

"Papa ... mama ... maaf ..., aku tak bisa membuatmu tahu, bahwa aku bahkan sudah menikah hari ini." Irna beringsut, memiringkan badannya.

"Aku juga tak pernah menyangka bahwa umurku yang ke dua puluh tahun, aku justru mengalami hal- hal seperti ini. Menikah muda ... diam-diam ... hanya karena .... "

Irna mendesah.

"Maafkan anakmu ... Papa ... Mama ...."

Bulir bening menitik di sudut mata Irna.

"Aku juga tak tahu, apakah dalam akhirnya aku akan bersyukur atau justru menyesal dengan keputusan ini. Keputusan yang justru diambil seperti dalam sebuah permainan. Memikirkan keuntungan untuk diri sendiri tanpa pernah memikirkan kembali, bahwa segala sesuatu itu akan dipertanggung jawabkan. Dan akan memberikan sebab akibat."

Irna menghela napas pelan. Bulir itu sudah membasahi pipinya.

"Namun aku menyadari, bahwa aku sudah melakukan kekeliruan besar. Tentang keputusan ini. Tentang pernikahan ini."

Irna menghela napas kembali. Menyeka bulir bening itu.

"Ya Allah ... maafkan hamba ... aku berjanji tidak akan melakukan kesalahan ini untuk yang kedua kalinya. Aku berjanji ... akan belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Terutama setelah semua ini selesai. Aku berjanji ...."

Malam semakin beranjak matang. Satu persatu lampu ruangan di rumah Chanyeol dipadamkan. Menyisakan gelap dalam kesunyian malam.

to be continue ...

Notes :

Ige mwoya = apa ini

Ani = tidak, bukan

Daebak = hebat, luar biasa

Oppa = kakak laki-laki [jika yang memanggil perempuan]

Hyeong = kakak laki-aki [jika yang memanggil laki-laki]

Gomawo = terima kasih (non formal)

Pabo = bodoh

Saranghae = aku mencintaimu

Geundae = Btw

Chal jayo = selamat malam