Bagian 2 : Lagi?

"Capek, gue" Suara Raksa, setelah menjatuhkan pantatnya ke kursi kelas paling belakang.

"Lah, apaan dah. Dateng-dateng capek gitu" kata teman sebangkunya, Nafta.

"Gatau, capek aja gue" jelas Raksa, lesu.

"Lo capek psikis kali, cuy." kata Brandy, teman se-geng-nya.

"Selamat pagi! Hari ini Pak Miftah, tidak hadir ya. Saya minta tolong ketua kelasnya bisa kesini sebentar. Ini sudah dititipkan tugas dari Pak Miftah" suara itu terdengar dari ambang pintu, berat. Siapa lagi kalau bukan Pak Joko.

"Eh, Sa Aksa! Gantiin gue bentar dong. Sana" suara kecil itu milik Vana. Yang sedang kesusahan mengurusi kertas-kertas di mejanya. Dibantu oleh Xena, teman sebangkunya.

"Alah, Gue males. Capek banget tau" balas Raksa, sambil memalingkan wajahnya ke dalam dua lipatan tangannya.

"Lo tuh ya, wakil ga pernah ngapa-ngapain" pantang Vana dengan kedua tangannya menekuk di samping kanan kiri.

"Eh Gue udah kerja ya, Gue juga udah sering bantuin Lo.. " belum selesai, kata Raksa. Diputus oleh Oktan.

"Udah udah Gue aja elah. Susah amat" kata Oktan sambil berlenggang ke Pak Joko.

Tugas diterima. Oktan sedikit menjelaskan di depan kelas.

"Kerjain Sa, nanti gue bantu " kata Brandy dengan wajah serius.

"Lah apaan, bantu lihat doang kali." balas Nafta sambil me-noyor kepala Brandy.

Ketiganya pun tertawa, bercanda.

Panggilan untuk siswa kelas XI IPA 2 yang bernama Raksa Melviano. Ditunggu saudaranya di ruang BK. Terimakasih

"Aelah" hanya 1 kata yang keluar dari mulut Raksa kala itu. Badannya lesu sambil menuju keluar kelas.

Dari kelasnya menuju ruang BK, Raksa harus melewati kelas XI IPA 3-6 lalu menuruni tangga dan melewati ruang kelas X.

Dengan badan yang tegap, rambut yang halus, dan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku. Membuatnya menjadi pusat perhatian.

"Eh, Kak Raksa ganteng banget ga sih"

"Itu loh, itu loh si Kak Raksa"

"Eh, itu ganteng masnya"

"Brisik banget, elah." sinisnya sambil melirik lingkungan sekitar.

-

Pintu ruang BK pun terbuka, dengan sangat jelas Ia melihat kakaknya sedang duduk membelakanginya.

"Ngapain?" tanpa sapaan, Raksa langsung bertanya tanpa duduk terlebih dahulu.

"Sini duduk dulu, Kakak mau ngomong" balas kakaknya halus. Arsen, namanya.

"Keluar aja, malu sama Pak Joko. Bukan urusan Beliau soalnya" katanya sambil melenggang duduk di luar ruang BK.

"Kemarin Papah ngabarin kakak. Katanya, kemungkinan kita bakal pindah lagi"

"Apaan sih, kok pindah-pindah"

"Papa ga cocok sama kerjaannya yang di sini"

"Ya harusnya, Papah dong yang nyocokin diri. Bukan aku sama kakak yang ikut Papah terus"

"Tapi kasihan Papah"

"Terus, Kakak ga kasihan sama aku? sama kakak sendiri? Berhenti lah peduli sama orang yang peduli sama kita aja enggak"

"Bukan gitu ... "

"Pokoknya, Melvin gak mau pindah titik."

"Tapi, Vin... "

Belum selesai, Arsen sudah ditinggalkan Raksa. Sebegitu malasnya Raksa untuk berpindah-pindah sekolah. Karena, setelah itu Ia harus beradaptasi lagi. Raksa sendiri pun, cocok tidak cocok akan tetap menahannya. Raksa bukan tipe anak yang suka memberontak. Hampir sama dengan Arsen. Namun Raksa tidak semenurut layaknya Arsen.

Papahnya bukan ayah kandung. Orangtua mereka cerai sejak Raksa kelas 3 SD. Raksa dan Arsen memilih untuk ikut dengan Mamahnya. Setelah itu, Mamahnya mendapat pasangan baru. Tak lama, setelah pernikahannya berlangsung. Mamahnya meninggal dunia dalam kecelakaan kerja.

Raksa dan Arsen sudah berniat untuk mengajak Ayahnya, agar tinggal bersama mereka. Tapi sulit, tahu di mana alamatnya saja tidak. Terpaksa, mereka harus mengikut Papahnya. Ya walaupun, Arsen sendiri sedang belajar cara mengurus perusahaan dari Mamahnya.

"Kenapa Lo?" tanya Brandy langsung, setelah Raksa masuk dengan raut wajah berbeda.

"Ooo, gue tau. Pasti lo, mau dipindah lagi kan?" tebak Nafta.

Raksa tak menjawab pertanyaan siapapun. Diam. Duduk. Melipat kedua tangannya. Memasukkan wajahnya. Menutup mata.

"Eh bangun Sa! Gurunya dateng" kaget Nafta.

"Aelah, gue mau cabut ah males gue" baru saja mau pergi. Ia sudah ditahan dengan Pak Joko.

"Mau kemana Raksa? Pergi lagi?" tanya Pak Joko yang sudah terbiasa dengan sifat Raksa.

"Kamar mandi Pak" jawabnya santai.

"Nafta! Raksa ditemani, nanti dia malah pulang" suruh Pak Joko, mengada-ngada. Sedangkan, Raksa sudah keluar kelas terlebih dahulu.

"Ashiapppp" jawabnya dengan sikap hormat layaknya seorang paskibra.

Teman kelasnya pun hanya terkekeh melihat kelakuan Nafta.

-

"Ngapain lo ngikutin?" tanya Raksa sebelum Nafta ingin mengagetkannya.

"Gue disuruh Pak Joko kali"

"Alah, tapi juga sebenernya lo mau kan ikut gue cabut?" goda Raksa.

"Eh enggak dong, ini aja gue mau ngajak lo balik ke kelas. Yuk balik"

"Apasih, sampe kamar mandi aja belom"

"Oiya ya"

"Lo mau dipindah kemana?" obrolan kali ini menjadi semakin serius.

"Gatau, lagian gue juga gak mau"

"Terus?"

"Kalo semisal pun gue dipindah, gue bakal tetep disini."

"Terus?"

"Tabok ya lama-lama."

"Ahahahaha maaf maaf. Lo tinggal rumah gue juga gapapa kok."

"Bokap nyokap lo?"

"Bokap luar kota, Nyokap juga kerja"

"Mantap tuh boljug"

Obrolan selesai, yang awalnya hendak ke kamar mandi malah ke kantin. Nafta mudah teralihkan dengan beberapa pembicaraan, memang.

Selamat menunggu.

-Raksa