Bagian 3 : Kacau

"Kok gue jadi ikut ke kantin sih" kata Nafta, beberapa saat setelah menyadarinya.

"Gak usah aneh-aneh lo, kalo mau nyalahin gue" kata Raksa, menajam. Sambil berdiri di ambang jendela pemesanan makanan kantin. Sedikit menoleh.

"Bu, cokelat panas satu ya. Biasa" suara halus Raksa. Hanya keluar, saat ditujukan dengan orang yang disayanginya.

"Siap" kata, Ibu kantin dengan sigap.

Mereka pun, memutuskan untuk duduk di tempat duduk paling pojok.

"Gue takut dimarahin guru" kata Nafta, sedikit merengek tapi bukan lembek.

"Paan dah, yaudah sana balik" ketus Raksa.

"Gak, gak. Gue disini" balas Nafta, singkat. Ditambah dengan senyumnya yang mampu mengikat.

-

Bel istirahat pun berbunyi, kantin yang awalnya sepi menjadi riuh kedatangan para siswa.

"Vin, ada Raksa tuh" kata Aryl, sambil menyenggol badan Lavina. Bermaksud menunjukkan keberadaan Raksa.

"Apaan sih, Ryl" balas Lavina, sedikit salah tingkah tak sengaja melirik Raksa.

"Nah kan, nah kan. Mulai" kata Zarin, malas melihat tingkah laku kedua temannya.

"Bu, mie goreng 1. Jangan medok, oke" suara Irene, yang memutuskan untuk memesan makanan. Daripada melihat teman-temannya yang sedang berbunga-bunga.

"Buset. Udah pesen aja tuh anak" kata Aryl, yang kaget mendengar suara Irene mengalahkan suara para siswa.

Lavina, Zarin, Irene, dan Aryl adalah bagian dari kelas XI IPA 5. Mereka berteman semenjak masuk di SMA. Kemana-mana mereka selalu berempat. Dan, seperti yang sudah dapat ditebak. Sepertinya, Lavina suka Raksa. Sepertinya. Karena, Lavina sendiri saja masih dengan Vero.

Selesai pesanan mereka, sudah dapat diambil. Mereka pun saling mencari tempat duduk. Dan, benar sekali. Yang kosong hanya yang di sebelah Raksa dan Nafta.

"Yaudah lah, situ aja. Daripada kita makan sambil berdiri, kan?" kata Irene, langsung duduk di kursi yang secara tak langsung bersebelahan dengan Nafta.

Yang lain, pun mengikutinya.

-

"LAH, KALIAN KOK UDAH DISINI. AH APAAN CURANG LO" suara mengagetkan, berasal dari mulut seseorang. Siapa lagi, kalau bukan Brandy.

"Ahahahahah, lo sih ga ikut gue" balas Nafta, sambil diiringi tawaan yang tidak merdu sama sekali.

"AH, LO KAN DISURUH SAMA PAK JOKO. YA KALI GUE BILANG "PAK, SAYA IKUT DONG" GILA BANGET GUE" suara Brandy, bukannya diturunkan nadanya. Malah, semakin dinaikkan.

"Shhttttt, berisik lo berdua. Duduk ga lo, sekarang" kata Raksa, menghentikan keduanya. Pikirannya sedang riuh, ditambah temannya yang ricuh.

"Tapi kan, gue mau pesen bakso dulu" balas Brandy dengan wajah memelas.

"Heleh. Pipi lo tuh lama-lama kayak bakso" Raksa.

-

"Buset, galak bener si Raksa. Serius lo, masih kagum gitu sama si Raksa. Bisa-bisa, nanti lo jadi pelampiasan marah-marahnya doang" kata Irene tiba-tiba.

"Shhttt. Lo tuh diem aja, bisa gak sih?" ternyata Lavina tak kalah galak, daripada Raksa.

-

"Gue mau ke kelas. Lo disini aja, kasian nanti si Brandy kalo balik. Gak ada temennya ntar" kata Raksa, sambil beranjak pergi.

"Yoi" balas Nafta, sambil memainkan handphonenya.

"Loh, Raksa kemana Naf?" tanya Brandy, yang datang dengan membawa semangkuk baksonya.

"Kelas. Eh gatau deh"

"Lo, pasti lagi nyari jodoh kan di Tantan. Makanya lo ngomong, ga ngadep gue"

"Buset buset. Kagak lah. Gila gue"

"Ahahahah. Mau bakso gak?"

"Tumben lo, nawarin gue"

"Nggak juga. Kalo mau, beli aja tuh kantin sepi. Enak, kagak antri"

"Busetdah. Capek gue temenan, sama lo"

-

"Vin, lo gak mau tanya-tanya ke temennya kak Raksa gitu?" kata Zarin pelan-pelan.

"Hah? Kagak-kagak. Gue gak mau. Ih, gue tuh gak suka sama Raksa. Lo tau sendiri kan. Gue masih sama Vero" Lavina sempat kaget awalnya. Bisa-bisanya Zarin menyarankan hal yang tak mungkin dilakukan Lavina.

"Ya kan, lo juga bilang sendiri. Kalo kepo sama agamanya Raksa. Barangkali seiman kan, bisa mending lo sama Raksa daripada sama Vero." tambah Aryl.

"Ya hmm, tapi kan gue juga gak mau tanya langsung lah Ryl, Rin" jawab Lavina, dengan lesu.

Mereka bertiga sibuk untuk saling menyuruh satu sama lain, agar dapat menanyakan tentang Raksa.

"Naf, temennya Raksa kan?" Irene pun tiba-tiba mengajak berbicara Nafta. Namun, dengan suara pelan.

"Eh, iya kenapa?" tanyanya.

"Raksa. Agamanya apa?" tanpa basa basi, Irene langsung menanyakannya.

"Dia, Kristen. Kenapa?"

"Gapapa, tanya aja. Makasih yo" balasnya ramah.

"Agamanya Kristen tuh kata si Nafta. Selesai. Gak usah debat, kalian berisik" kata Irene, untuk menutup pembicaraan mereka.

"PARAH SIH, BANGGA BANGET GUE PUNYA TEMEN LO" kata Aryl, sambil tepuk tangan. Sedikit menghebohkan kantin.

"AAHHH, DIEEMMMMMM PLISSS. GUE MAU MAKAAAANNNN" suara itu kembali terdengar dari Irene, nada merengek karena kesal.

"Oke diem. Diem. Oke" Mereka pun langsung terdiam, dan melanjut makan makanannya.

-

"Giliran diajak ngomong cewek aja, lo nengok. Giliran sama gue, cari jodoh terus" kata Brandy dengan wajah malas.

"Ya kan gue kaget, tiba-tiba diajak ngomong. Kalo gue salah ngomong gimana? Hah? Terus kalo ternyata itu pak Joko gimana? Hah?" balas Nafta, lebih galak.

"Ah males ah. Gak mau temenan sama lo"

"Dih, ahahahahahahaha" tawa Nafta, melihat tingkah Brandy.

-

Raksa memilih untuk menenangkan pikirannya, sejenak. Ia pun memilih untuk duduk di taman, di belakang sekolah. Jarang dikunjungi oleh siswa-siswa. Bahkan, tidak pernah.

Dengan nemasang earphone, di kedua telingannya. Ia pun menyenderkan badannya dan mulai menutup matanya perlahan. Mulainya lagu berjudul "Berlari tanpa kaki - GAC", seiringan dengan Raksa yang mulai dihujani oleh pikiran-pikiran yang satu persatu menghantam ingatannya sampai kacau. Orangtuanya yang bercerai, Ibunya yang meninggal, Ayahnya yang entah ada di mana, dan sesosok orang yang berhasil membuat Raksa mati rasa.

Sebegitu jahatkah semesta? Beberapa hal yang tak diinginkan. Jadi satu, untuk menghancurkan Raksa. Secara tidak langsung.

Raksa yang berniat menenangkan pikirannya, malah semakin terpikirkan. Sepertinya, duduk berdiam seperti ini takkan menghentikan apa-apa. Raksa sendiri bukan tipe orang yang mengetahui cara mengontrol dirinya sendiri.

"Eh. Ada kak Raksa" suara itu, suara itu berasal dari Titan. Anak kelas X IPA 2, tidak pernah terlihat sebelumnya.

"Siapa?" tanyanya, cuek sekali.

"Mmm.. Aku kesini buat nenangin pikiran doang. Tapi kalo lagi dipake, gapapa gak jadi" jawabnya, sambil beranjak pergi. Pemalu, sepertinya.

Raksa yang tadinya memejamkan mata pun membuka matanya sedikit. Seolah ia ingin tahu siapa orang itu. Kenapa sama dengan Raksa, suka ke tempat itu hanya untuk menenangkan pikiran.

Raksa tak begitu memikirkannya. Ia pun kembali ke kelas, sebelum bel masuk berbunyi.

"Sa. Kenalin, anak baru. Zeo, namanya" suara Vana yang menyambut kedatangan Raksa, saat masuk kelas.

"Pindahan?" tanyanya, sambil mengernyitkan alis.

"Iya, dari Semarang" jawab Zeo, halus.

"Duduk sebelah Brandy aja" katanya sambil melanjutkan langkahnya menuju tempat duduknya.

"Dia emang duduk situ" balas Vana, tak dibalas lagi oleh Raksa.

"Sana, kalo lo mau kenalan sama Raksa" suruh Vana kepada Zeo.

"Hei. Gue ganggu gak?" sapa Zeo, sambil menepuk pundak Raksa.

"Gak. Sans aja. Lo betah-betahin ya disini" kata Raksa, diakhiri dengan sedikit tawa.

"Siap deh" balasnya sambil tertawa juga, ternyata.

"Eh, lo ada cewek gak sih?" tanya Zeo tiba-tiba. Kepo, mungkin.

"Hah?! Kagak. Kagak ada" spontan, hanya itu yang keluar dari mulut Raksa.

"Serius lo?" tak percaya, rupanya.

"Serius. Gue lagi males menjalin hubungan sama perempuan"

"Pasti lo trauma. Ya kan"

"Ya gitu lah"

"Nah kan. Jangan kelamaan, ga baik"

"Yap. I know. I just can't find it."

"You can" kata Zeo, meyakinkan.

"WEIIIII, SI ZEO UDAH BERCANDA RIA SAMA RAKSA NIHH" soraknya tiba-tiba, bersamaan. Brandy dan Nafta.

"Lo tuh ya, dimana-mana. Berisik mulu elah. Gedeg gue" balas Raksa sambil mengacak-acak rambutnya.

"Oh, makanan yang dari Jogja itu kan?" balas Zeo.

"Ha? Gudeg maksud lo" kata Brandy, sedikit tidak paham.

"Nah iya ahahahahahah" tidak lucu padahal, tawanya hanya menular saja.

"Apaansih ahahahahah" tawa mereka bersamaan.

Lucu. Tampan. Cool. Bercampur jadi satu. Bingung kalau disuruh pilih salah satu.

Selamat menunggu

-Raksa