"Hadeh, capek banget hari ini" lesu Ralt, teman seangkatan Titan. Mengeluh di sebelah Titan, sambil menenggak minumnya.
Tak ada jawaban apapun dari Titan, sepertinya Titan masih memikirkan kejadian tadi. Sekali seumur hidup, diajak bicara Raksa.
"Titan ihh, kan gue lagi ngomong sama lo" rengek Ralt, yang tak kunjung mendapat jawaban dari Titan.
"Eh sorry sorry, gimana Ra?" tanya Titan, sambil meringis.
"Hmm gak jadi" balas Ralt, sepertinya ngambek.
"Heleh, ngambekan dasar"
"Biarin. Eh lo pulang dijemput siapa?" tanya Ralt.
"Biasa sama Kak Zeo, tapi gatau tuh kok belum njemput ya" Titan mulai kebingungan, biasanya Zeo selalu menjemput tepat waktu.
"Coba lo telfon gih, kalo kagak bisa jemput. Balik sama gue aja" kata Ralt, sambil mengambil tasnya di ruang paskibra. Sekalian juga dengan tas Titan.
"Cepet telfon" suruh Ralt yang melihat Titan hanya diam saja, tak melakukan apa-apa.
"Handphone gue di tas anjir. Tasnya lagi lo bawa" jawabnya dengan nada sedikit menaik.
"Oh iya ahahahahah" tawa Ralt, seperti tanpa rasa bersalah.
Titan pun membuka tasnya, dan mencari handphonenya. Setelah ditemukan, ia langsung membuka Whatsapp dan mencari kontak Zeo.
"Oh iya maaf-maaf, kak Zeo ketiduran. Ini ambil jaket langsung otw" suara samar-samar dengan keadaan panik, langsung terdengar dari telponnya.
"Cepetan lo ya" pesan Titan, sebelum mengakhiri telponnya. "Gue sama kak Zeo, lo pulang dulu aja" kata Titan, sambil merapikan barang-barangnya ke dalam tas.
"Oke, pamit ya. Bye Titan jelek" kata Ralt, sambil mengejek Titan.
"Yeu, emang lo cantik" nyinyir Titan.
"Heh! Gue masih denger" ucap Ralt, berbalik badan. Masih dengar, rupanya.
Mereka pun, hanya saling tertawa. Hingga Ralt memutuskan tuk menaiki motornya, dan pergi.
Tadi, Kak Raksa kenapa ya? Kenapa nanyain aku pulang jam berapa ya? Toh kalo dia tanya, harusnya dia jemput. Eh, lagipula gak mungkin juga deh kalo dia jemput aku. Emang aku siapaaa, percaya diri banget.
"Oi, ayo" kata Zeo, dengan wajah habis terburu-buru, rambut yang masih sedikit basah, dan celana pendek yang membuktikan sekali dia benar-benar bangun tidur.
"Oke" balas Titan, sambil berdiri dan menggendong tasnya.
-
"Eh, btw Kas lo kemarin kenapa sih tanya Titan pulang jam berapa?" tanya Zeo, memastikan. Tapi, Kas itu nama siapa?
"Kas apaan dah? Lo mau bayar kas? Bayarin punya gue sekalian dong, gue panggilin si itu ya, siapa Naf bendahara kita?" 3 pertanyaan dari Brandy, bingung mau jawab yang mana terlebih dahulu.
"Aurum" jawab Nafta, singkat.
"Nah si arum noh. Gue panggil yak?" tanya Brandy, lagi kepada Zeo.
"Aurum anjir" nyinyir Nafta pelan, agar tak didengar Brandy.
"Apasih buset, Kas itu Raksa" jelasnya.
"Lah?" Raksa yang sedari tadi menunduk bermain handphone pun mendongakkan wajahnya, dengan ekspresi kebingungan.
"Ah udah gak jadi lah" serah Zeo.
"Lahh ahahahahahahah, apasih Ze" tawa Nafta, melihat tingkah laku Zeo yang semakin lama semakin tak jelas.
"Jawab Sa, kok lo pas itu ..."
"Pengen aja"
Padahal belum selesai pertanyaan Zeo dilanjut, sudah di jawab oleh Raksa. Singkat pula.
Nafta merasa sedang ada yang berbeda dari Raksa, tapi Nafta mencoba untuk memilih diam saja.
Nanti aja deh coba gue ajak ngomong berdua.
"Sa, ntar gue mau ke rumah lo. Ada latihan di gereja gak?" sela Nafta.
"Ga ada, ke rumah aja."
-
2 motor memasuki gerbang rumah yang di pagarnya terdapat tulisan, "Rak-Sen".
"Bi, Melvin pulang sama Nafta juga" teriak Raksa, setelah membuka pintu berwarna cokelat muda miliknya.
"Iyaaa" jawab Bibi, kali ini sedang tidak di bagian belakang. Karena, suaranya terdengar dekat.
Nafta dan Raksa pun memutuskan untuk pergi ke kamar, setelah mereka membasuh kaki, tangan, dan wajahnya.
"Heh, lo kemarin kesambet apa anjir" tanya Nafta tiba-tiba, sambil memukul Raksa dengan guling.
"Aduh! Kesambet apasih emangnya?" tanya Raksa balik.
"Ya itu, kenapa tanya Titan?" obrolan pun makin serius, karena membahas perempuan.
"Oh, gatau" jawabnya singkat.
"Heh cerita ga lo sama gue" kata Nafta, sambil ingin melempar celana pendek Raksa yang Ia ambil dari gantungan baju.
"Heh, kolor gue" kata Raksa, sambil merebut celananya sebelum dilemparkan.
"Ya makanya cerita"
"Gatau, gue tuh juga gatau Naf. Rasanya beda kalo sama Titan. Gue tiba-tiba aja pengen ajak dia ngobrol, tapi gatau kenapa"
"Lo suka tuh. Dulu pas sama Kalina lo juga kek gitu. Minta instagramnya dulu ..."
"Hush, gausah dibahas"
"Hahahaha, ya intinya lo suka Titan. Gue kira lo bakal jemput dia, setelah itu"
"Awalnya iya, tapi setelah pulang sekolah gue mikir yang aneh-aneh gitu" kali ini, obrolan mulai benar-benar menjadi serius.
"WAH! MESUM LO" tuduh Nafta.
"Hush, mesum ntutmu"
"Terus, terus? Lanjutin"
"Nah gue mikir kalo gue malah jadinya baperin si Titan doang, gue gak mau nyakitin cewek"
"Lo tuh cuma ga yakin sama rasa yang lo punya Sa. Lo belum yakin kalo lo suka sama Titan. Faktanya, padahal lo tu suka"
"Hooaaahhh, gue capek. Gak usah dibahas lah, rumit" kata Raksa, setelah menguap. Dan pergi ke tempat tidurnya, memeluk gulingnya.
"Rumit, karena lo belum memutuskan mempelajari apa itu cinta Sa. Makanya rumit" kata Nafta, sambil berpindah ke kursi yang menghadap ke keyboard milik Raksa.
"Lo? Cewek yang lo temuin di Instagram noh? Apa kabar?"
"Temuin, lo kira barang. Ga lancar"
"Hahahahahahaha kasian" tawa Raksa. "Fakboy sih, mana ada yang mau serius sama lo" lanjutnya.
"Heh mulut lo. Gue lempar keyboard mo'ek lo" balas Nafta, sambil memperagakan sok-sok ingin membawa keyboard milik Raksa.
"Eh oh iya, gue kemarin di chat sama Lavina. Dia dapet nomer gue darimana ya?" tanya Raksa, tiba-tiba membahas Lavina.
----
(Kejadian yang terjadi setelah Bagian 7)
"Brandy, Raksa udah pulang?" panggil Lavina, menemui Brandy yang sedang mengambil kunci motor di tasnya. Dilihat-lihat Nafta, Raksa dan Zeo sudah lebih dulu meninggalkannya.
"Udah. Kenapa Vin?" tanyanya, sambil menutup resleting tas miliknya.
"Mau minta nomer Raksa dong" ucap Lavina, sambil memberikan handphonenya.
"Gue lagi gak bawa hp. Pulang sekolah, gue kirim kontak lewat whatsapp ya?"
"Oke. Makasih ya" kata Lavina, sambil pergi meninggalkan Brandy. Masuk ke dalam mobil, pulang bersama Vero sepertinya.
----
"Lah? Chat apaan dia?" tanya Nafta, sambil berpindah ke tempat tidur. Semakin penasaran.
" Dia cuma ngechat ...
+62815196329**
Hai Sa!
Emm, ini gue Lavina. Masih inget?
Masih
Emm oke, save ya
Ya
Tapi nomernya belum gue save, udah gue hapus chatnya ahahahahah" cerita Raksa, sambil tertawa.
"Dih, temen gue jahat bener" kata Nafta, sambil mengelus dadanya.
"Lo tau sendiri gue pelupa. Pikir gue ya nanti aja, savenya. Eh pas bersihin chat, chatnya dia ikut ke bersihin juga" jelas Raksa.
"Seenggaknya lo tuh minta kek, biar tetep ngesave" saran Nafta.
"Minta siapa?"
"Brandy, kan keknya punya. Orang dia pas itu kenal sama Lavina"
"Ya juga" ucap Raksa mengakhiri percakapan.
"Tapi bagus kalo lo belum lupa sama dia. Sahabat, ga seharusnya gitu Sa. Cuma sahabat, apa salahnya buat kembali bertukar cerita?" jelas Nafta.
"Lo tau sendiri, ga ada persahabatan perempuan dan laki-laki yang tanpa melibatkan rasa dalam hubungannya" balas Raksa, tak mau kalah.
"Ada"
"Iya ada, tapi jarang kan?"
"Jangan-jangan, lo takut jatuh rasa sama Lavina?" goda Nafta, mencairkan suasana.
"Hush kagak, tapi sebaliknya"
"Dih pede lo, Lavina kan juga masih sama siapa itu namanya. Ver ver siapa gitu. Dasar ahahahah" ejek Nafta, karena Raksa yang terlalu percaya diri.
"Tapi gue tetep takut, kalo nyakitin perasaan Lavina kayak waktu itu"
"Waktu itu?"
"Waktu Kalina marah sama gue, nyuruh gue buat berhenti chat sama Lavina. Gue yakin gue nyakitin Lavina waktu itu"
"Menurut gue, kalo lo nanti sama Titan. Titan ga bakal kayak gitu deh. Ya makanya gini aja, lo waktu sahabatan sama dia yaudah diem aja. Gebetan lo, gausah dikasih tau. Selesai"
"Tips menjadi fakboy ala Nafta anjaaayy" kata Raksa, sambil menepuk pundak Nafta. "Yaudah deh, ntar gampang gue minta Brandy" lanjutnya.
-
Brandy
Bran, lo besok berangkat pagi ya. Gue mau ngobrol.
Nyontek pr ya lo?
Kagak badron, ya pokoknya dateng aja.
Ya deh
Oya jangan lupa bawa hp lo
Ya lo ingetinnya pas besok pagi aja anjir. Kalo jam segini ya gue tetep lupa.
Dasar pikun
Disir pikin -_-
Selamat menunggu
-Raksa