"Oyy, tungguin gue" ucap Raksa, sambil berlari kecil menuju ke gerombolan 3 orang yang sudah berada di depan jauh dari Raksa.
"Lama lo" balas Brandy, sambil sedikit tertawa.
Raksa yang berlari kecil pun tak sengaja berpapasan dengan Lavina, bingung apa yang mau dikatakan setelah kejadian pulang sekolah kemarin. Raksa pun memilih untuk membiarkannya, dan melanjutkan lari kecilnya.
Eh?
Lavina berhenti sejenak. Lagi-lagi ekspetasi yang terlalu besar, terhancurkan oleh kenyataan yang barusan terjadi. Lavina yang berpikir Raksa akan menyapanya pun hancur.
Kecewa jatuh semudah ini.
"Heh Vin, ayo. Ngapain pake berhenti segala" suara dari Irene yang sudah berada di depan, menengok ke belakang dan mendapati Lavina masih berdiri kaku tanpa arah.
Hah?
Raksa pun yang ikut mendengar kata-kata dari Irene, ikut berhenti sejenak. Menoleh, melihat Lavina yang sedang berlari kecil mengejar ketiga temannya.
Dia tadi berhenti, ngapain?
-
"Lo udah ngesave nomernya Lavina belom?" tanya Nafta, setelah mereka berempat mendudukkan dirinya di kursi dan meja persegi empat di tengahnya.
"Dah" jawab Raksa, sambil menyeruput cokelat panas miliknya.
"Eh oh iya" ucap Brandy, terpotong oleh Zeo.
"Makannya ditelen dulu Brand, pamali" kata Zeo, sambil memakan nasi beserta lauknya dengan sendok.
"Apa tu pamali?" tanya Brandy.
"Istrinya bumali" jawab Zeo, asal-asalan.
"Oh, terus hubungannya apa anjir" kata Brandy, setelah menelan makanan yang ada di mulutnya.
"Gampang banget tertipu lo Brand" ucap Raksa, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ahahaha biarin aja lah, Sa" kata Nafta.
"Apasih? Hah?" tanya Brandy, dengan wajah kebingungannya.
-
"Vin, jajan kagak?" teriak Aryl, yang saat ini berada di posisi di belakang Raksa.
"Gak" jawab Lavina, singkat. Sepertinya rasa patah hati yang tersisa dari hari kemarin, masih terbawa hingga sekarang. Ditambah lagi kenyataan yang menyakitinya barusan.
Raksa yang mendengar jawaban dari Lavina pun menolehkan kepalanya ke sumber suara, kedua matanya mencari setiap sudut yang ada. Dan bertemu di satu titik dengan melihat Lavina, yang sedang duduk menunduk bermain handphone dengan earphone di telinganya.
Dia dengerin apa ya?
"Gue ke taman belakang dulu" pamit Raksa, kepada Zeo, Brandy, dan Nafta.
"Yoi"
Berjalan sambil memasangkan earphone ke kedua telinganya, dimulai dari telinga yang kanan terlebih dahulu. Membuka handphone, dan mencocokkan lagu apa yang pas untuk didengarkan di situasi ini.
Lagi-lagi melewati tempat duduk Lavina, masih dengan pikiran yang sama. Bingung apa yang harus dikatakan saat bertemu, mereka memilih untuk berdiam saja. Mungkin lebih baik, mungkin.
"Rewrite The Stars – James Arthur, Anne-Marrie"
-
"Loh?" suara pelan dari Raksa, kaget melihat perempuan yang baru saja sakit satu hari yang lalu sedang duduk dan bersandar pada sandaran kursi.
2 menit berlalu, Raksa masih berdiri di tempat yang sama dan keadaan yang sama.
Aku harus apa? Emang dia udah sembuh? Secepat itu? Apa dia yang maksain?
Kejadian yang sama namun terbalik, saat taman belakang sedang digunakan oleh salah satu pihak dari antara mereka.
5 menit berjalan, tak ada percakapan yang terjadi di antara mereka berdua. Toh, Titan juga tak mengetahui bila ada Raksa yang sedang menjatuhkan tatapan pada dirinya.
Raksa pun memutuskan untuk kembali ke kelas saja, baru saja berbalik badan. Titan yang tadinya bersandaran, bangun dari sandaranya.
"Eh? Kak Raksa?" tanya dari Titan, yang menolehkan pandangannya dan menemukan badan Raksa yang sedang akan berjalan pergi.
Raksa yang mendengar suara Titan pun menghentikan langkahnya, kali ini ia benar-benar berpikir keras apa yang harus ia katakan.
"Kalo lagi lo pake gapapa" kata Raksa, sambil pergi meninggalkan Titan.
"Aneh" gumam Titan, sambil melihat tubuh Raksa yang semakin lama, semakin jauh.
Bener-bener aneh, kemarin tanya pulang jam berapa, sekarang? Huh, manusia aneh.
-
"Loh, tumben lo ke kelas duluan" ucap Nafta, yang baru saja datang ke kelas dengan Brandy dan Zeo.
Tak ada jawaban apapun dari Raksa, Nafta yakin pasti volume lagu yang Ia dengarkan di luar batas.
Beneran pantes ga denger, orang gue duduk di sebelahnya aja bisa denger lagu yang dia dengerin.
"HEH" bentak Nafta, sambil sedikit menggoyangkan badannya.
Melepas earphone yang di telinga kanannya, "Apa?"
"Volume lo, lagu lo sampe kedengeran di telinga gue" kata Nafta.
"Berarti gue lagi gak mau diajak omong" balasnya, sambil memasang kembali earphonenya.
"Oya Ze, adek lo" kata Raksa, sambil melepas earphone yang baru saja Ia pasang.
"Dia sebenernya belum sembuh total, Sa. Tapi dia maksa buat tetep berangkat, jadinya lemes gitu" jawab Zeo, seakan-akan Ia tahu apa yang akan dibicarakan Raksa. "Lo tadi ketemu?" tanya Zeo, sambil berlenggang menempati kursinya.
"Iya ketemu" jawab Raksa, dengan memasang kembali earphone ke telinganya.
-
"Brand, Raksa akhir-akhir ini kayak sering ngomongin Titan gak sih?" tanya Zeo, ke Brandy dengan suara pelan.
"Iya gue juga ngerasa kayak gitu. Coba besok deh waktu kumpul kita wawancara dia" jawab Brandy.
"Hush kagak usah, biar dia cerita sendiri aja. Kita tunggu aja" saran Zeo.
-
"Lavina" ucap Raksa, pelan. Terdengar sangat pelan, karena kepala Raksa yang menunduk dan Ia menempelkannya di meja. Bukan dengan lem.
"Kenapa, Sa?" tanya Nafta yang mendengarnya, sambil membungkukkan badannya.
"Gue"
"Lo?"
"Udah mulai baikan"
"Wah bagus dong"
"Tapi"
"Apa?"
"Gue takut"
"Nyakitin Lavina lagi? Kan udah gue kasih sarannya waktu itu. Lo tinggal ikutin aja lah"
"Gue takut"
"Apa?"
"Kalo ternyata Tuhan yang balikkin kata-kata gue"
"Maksud lo?"
"Lo pasti paham"
"Kagak, gue kagak paham"
"Gue takut"
"Hah?"
"Gue takut, gue suka sama Lavina"
"Kenapa musti takut?"
"Karena"
"Apa?"
"Karena"
"Bener kata Brandy, lo hobi banget ngomong setengah-setengah Sa. Gue mengaku lelah dengerin lo"
"Gue suka sama adeknya Zeo"
"Yaampun seneng banget gue"
"Hmm"
"Setelah sekian lama lo mati rasa gara-gara Kalina, lo berhasil lagi buat jatuhin rasa lo lagi. Ya walau ke adek kelas sih, dan bahkan adek temen lo sendiri. Tapi gapapa, yang penting kagak adek lo kan?"
"HEH" bentak Raksa dengan volume pelan, sambil menaikkan kepalanya. "Ya gak mungkin lah, gue suka sama adek gue sendiri. Gila gue" lanjutnya.
-
Sa, apa udah ada yang berhasil bikin kamu buat jatuh hati lagi? Aku lihat patah hatimu yang lalu, tak cukup mudah untuk dilalui atau bahkan dilupakan. Sa, siapa sih yang berhasil lagi membuatmu jatuh hati? Aku mau tahu.
Pikir Lavina, ditemani dengan lagu yang berputar-putar dari telinga hingga ke kepala.
"Not In That Way – Sam Smith"
-
"Happiest Year – Jaymes Young"
Vin, gue boleh mulai curhat lagi gak? Apa lo udah bisa maafin gue atas setiap kesalahan yang lampau itu? Vin, apa bisa kita kembali lagi kayak waktu dulu dengan keadaan yang sama?
-
Sa, menurutku sekalipun gelas kaca yang pecah dapat dibenarkan kembali. Dia gak bakal sama kayak waktu awal beli. Tapi, Sa apa salahnya kita buat mencoba?
-
Gak salah kan Vin, kalo kita coba buat saling bertukar cerita lagi?
-
Aku harap gak salah ya Sa, semoga bisa.
-
Semoga.
-
"Otak yang saling bertautan, Pikiran yang saling bercakap satu sama lain. Tak akan pernah saling termengerti, bila perasanya sama-sama mencoba menutupi"
Selamat menunggu
-Raksa