Hari demi hari liburan sudah dilewati Hiro dengan selalu berkeliling kota dengan Zane, Phillip, Louise, Miles, Rocky, Daniel. Seperti membuat graffiti di dinding tua ataupun beberapa gang di kota kecil itu. Hiro juga menghabiskan liburannya dengan bermain skateboard, memancing di danau sambil bercanda di sana, seperti saat memancing mereka saling mendorong sampai salah satu dari mereka terjatuh ke dalam danau, bermain sepeda, menonton film sambil memakan berondong jagung sampai tengah malam, bermain football, bola basket, bermain video games sampai larut malam, dan menghabiskan waktu di lapangan hockey es. Tidak hanya itu Ia dan teman-temannya mendirikan camp disekitar bukit sambil makan marshmallow dan minum beer. Mereka juga terkadang bermain music dan membuat lagu bersama. Sekali-kali Phillip ataupun Zane mengadakan pesta di rumah mereka, namun tamu-tamu pesta itu hanya didatangi oleh orang luar kota saja, mereka tidak pernah terlihat akrab dengan warga Hollow Lavador, Hiro yang menyadarinya pun lebih memilih untuk tidak bertanya soal itu kepada mereka.
Hiro juga mampu menyetir mobil dan sepeda motor berkat teman-temannya yang mengajarinya, bahkan sekarang pun dia sudah sering balapan dengan teman-teman barunya itu. Memang terkadang mereka tak selalu melakukan aktivitas bersama karena terkadang salah satu ataupun lebih diantara mereka tak bisa bermain dan bersenang-senang karena urusan pekerjaan. Namun semenjak pindah Hiro tidak pernah latihan kungfu lagi, hubungannya dengan kakakny pun makin merenggang, bahkan Ia sampai lupa dengan teman-teman lamanya. Hiro sudah tidak peduli lagi dengan keluarganya. Sedangkan Caesar beserta gangnya pun tak berani macam-macam dengan Hiro ketika Ia bersama teman-teman barunya itu.
Siang yang cerah ini bukanlah hari yang terlalu menyenangkan bagi Hiro. Pagi-pagi sudah disambut dengan amukan ayah tanpa alasan, lalu disambut dengan amukan ibu yang memperlakukan Hiro bagaikan budak.
"Ambilkan minumku!" Kata ibunya sambil membentaknya.
Hiro pun mengambilkan minuman ibunya dengan ekspresi murka yang ditahan.
"Apakah tugasmu susah?" Tanya ibunya kepada Kenzo yang terlihat mengerjakan soal dengan mudah.
"Ini hanya latihan soal, bukan tugas penting." Kata Kenzo
"Mana yang tidak bisa? Biar ayah bantu." Kata ayahnya yang sangat perhatian kepada Kenzo. Sedangkan Hiro terlihat kesulitan mengerjakan latihan soal untuk sekolahnya yang akan mendatang. Orang tuanya yang melihat Hiro kesulitan mengerjakan tugasnya pun langsung merubah ekspresi mereka menjadi marah kepada Hiro.
"Bagaimana kau bisa tidak tahu, huh?!
"Kau sudah disekolahkan di sekolah yang bagus! Kenapa kau masih tidak tahu?!"
Aku tidak tahu mau bagaimana lagi?! Bukan salahku kalau pekerjaanku tidak bisa bekerja sesuai keinginanmu.
Setelah mereka meninggalkan ruangan Hiro yang tadinya sudah menahan amarahnya langsung meluapkannya.
BRAKK!!
Hiro memukul mejanya itu.
"Bajingan." Gumam Hiro sambil mengambil jaketnya di sofa beserta tasnya dan langsung pergi dari rumahnya dan berlari menuju danau yang jaraknya jauh dari rumahnya.
Saat baru saja keluar rumah, Ia langsung mengambil bebatuan dan melemparkannya ke pohon yang ada di rumahnya itu.
"Kau baik-baik saja? Naiklah!" Tanya Zane yang kebetulan lewat sambil menyetir mustang tuanya.
"Tidak, aku ingin sekali membunuh mereka! Aku membenci mereka!" Kata Hiro sambil melompat naik ke mustang tua milik Zane.
"Sialan!" Umpat Zane ketika melihat Rocky mendahuluinya.
"Balapan dengan mustang tua sampai ke danau? Aku terima tantanganmu." Kata Rocky yang tiba-tiba melaju dengan mustang tua yang lain bersama Phillip untuk mendahului Zane.
Zane pun segera menancap gasnya untuk mengejar Rocky. Dalam beberapa menit pun Zane berhasil menyusul Rocky dan tiba ke danau lebih dulu.
"Aku menang." Kata Zane sambail menyeringai puas, lalu turun dari mobilnya.
"Sialan!" Kata Rocky sambil keluar dari mobilnya serta mengeluarkan permen karetnya tetapi Zane dengan cepat mengambil permen karet Rocky dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Rocky yang berkali-kali mencoba menggapai tentu saja gagal. Phillip dan Hiro pun langsung menertawakan Rocky.
"Maaf kami tidak bisa memberi anak kecil permen karet. Kau terlalu pendek untuk naik wahana Zane." Kata Zane yang langsung memakan permen karet milik Rocky tanpa merasa bersalah.
"Itu tidak adil sialan, tinggimu 191 cm. Hiro juga setinggi aku tetapi kau tak pernah mengejeknya." Kata Rocky sebal.
"Itu karena Hiro berusia 14 tahun. Dia masih punya waktu untuk tumbuh tinggi lagi. Sedangkan untukmu tidak bisa." Kata Phillip sambil terbahak-bahak.
Sedangkan Zane masih tertawa sambil mengunyah permen karetnya itu.
"Aku harap kau tersedak permen karet saat kau menertawakanku."
"Jadi… kalian semua berasal darimana?" Tanya Hiro
Memang waktu itu mereka menceritakan tentang diri mereka masing-masing, tapi mereka tak pernah bilang darimana mereka berasal.
"Phil berasal dari Las Vegas. Louise dari London, Rocky berasal dari New York, Miles, dan Daniel berasal dari Los Angeles. Sedangkan untukku… Aku lahir disini dan tinggal disini sampai saat usiaku 9 tahun aku langsung pindah dari tempat ini ke New Orleans." Kata Zane sambil mengunyah permen karetnya.
"Kenapa kau pindah?" Tanya Hiro
Zane langsung berhenti mengunyah permen karetnya. Sedangkan Phillip dan Rocky pun saling berpandangan dan sedikit membelalak kepada Hiro seakan-akan Hiro mengatakan sesuatu yang akan menyinggung Zane.
"Ada apa dengan tatapan kalian?"
Pertanyaan Hiro pun langsung dipotong oleh Zane.
"Orang tuaku mendapatkan pekerjaan bagus di New Orleans, lalu setelah aku mempunyai karir dan terkenal, aku pindah kembali ke tempat yang terpencil ini karena disini adalah dimana orang-orang tidak bisa melakukan paparazzi kepadaku. Para warga disini tidak akan saling peduli. Pokoknya disini bereda, tertutup, jadi kami lebih memilih tinggal disini."
"Hei! Apakah ini gambarmu?" Tanya Zane ketika melihat sebuah buku tebal dari tas Hiro dan mengeluarkannya.
"Apakah ini gambarmu?!"
"Hapus gambar itu!" Kata ibu Hiro sambil memukulinya
"Kau mau menjadi pemuja setan, huh?!"
"Setiap yang kusukai adalah orang mati dan tengkorak!"
"Ini bujan seni! Ini seperti gambar-gambar anak psikopat! Awas saja kamu menggambar seperti itu lagi!" Bentak ibunya sambil merobek gambar Hiro.
Hiro hanya terdiam.
"Hiro! Gambarmu keren." Kata Phillip membubarkan ingatan Hiro tentang masa lalunya yang tidak menyeramkan itu.
"Ibuku tidak mengijinkanku menggambar itu, jadi aku harus menggambar diam-diam. Karena jika dia tahu tentang ini, maka dia akan menyobeknya, membentakku, dan memukuliku. Dia bilang gambar ini seperti pemuja setan, dan gambarku seperti anak psikopat. Ibuku selalu takut dengan hal yang seperti itu, jadi jika sesuatu terjadi dengannya, maka dia akan menyalahkanku. Dulu saat aku masih sering menggambar seperti ini, dan setiap kali dia bermimpi buruk, maka dia selalu panik, menyobek gambarku, dan menyalahkanku atas mimpi buruknya. Aku juga ingat saat itu aku dan Kai pergi ke suatu toko dan menemukan topi dan hoodie bermotif tengkorak, kami pikir itu keren, jadi kami memutuskan untuk membelinya. Lalu, ketika aku pulang ke rumah, ibuku melihatnya dan dia langsung memarahiku, memukuliku, dan membuangnya." Kata Hiro sambil menatap kea rah danau
"Menurutku gambar ini menggambarkan penderitaan dan rasa sakit seseorang. Apakah itu penderitaanmu?"
"Iya benar."
"Dengar bung, jangan pedulikan apa kata mereka, menurutku gambar-gambar ini adalah masterpieces. Gambar-gambar ini bahkan tak layak dirobek. Ibumu saja yang terlalu berlebihan mengenai segala sesuatu."
"Setiap kali dia bermimpi buruk, dia selalu menyalahkanku karena menggambar itu semua."
"Ibumu terlalu banyak omong kosong! Itu tidak ada hubungannya dengan gambarmu ataupun pakaian tengkorak yang kau beli! Biar kutebak, kau pasti lebih sering bemimpi buruk daripada dia, bukan?"
"Kurasa begitu."
"Tapi apakah kau menyalahkan ibumu atas mimpi buruk itu?! Tidak, kan?! Ibumu butuh cermin untuk melihat siapa iblis sebenarnya." Kata Zane sambil menghisap rokoknya.
"Kau mau dengar hal yang lucu mengenai monster, kematian, dan semua hal mengerikan yang ibuku anggap menakutkan?"
"Apa?"
"Semua hal mengerikan ini… jika mereka hidup itu tidak terlalu membuatku takut, tetapi aku lebih takut kepada orangtuaku, monster yang sebenarnya. Mereka mugkin mempunyai tampang yang menyeramkan, tapi jauh di dalam sana mereka kesepian. Jadi mereka mengeraskan hati mereka agar tidak terluka."
"Itu sangat gelap, bung." Kata Rocky
***
"Hiro! Bisa kau merapikan dan membersikan perkakas yang berada di garasi ayah?" Tanya ayahnya dengan wajah yang terlihat senang itu.
"Tentu."
"Hei nak! Tangkap!" Kata ayah Hiro sambil melemparkan kunci kepada Hiro.
Hiro dengan cepat menangkapnya lalu membawa kunci itu untuk pergi ke garasi.
Setelah itu Hiro kembali dan sudah menyelesaikan pekerjaannya itu.
"Ayah! Tangkap!' Kata Hiro sambil melemparkan kuncinya itu kepada ayahnya, Hiro mengira ayahnya akan menangkap kunci yang dilempar Hiro namun tidak, kunci itu malah terjatuh di bawah kaki ayahnya itu karena ayahnya sama sekali tidak menangkap kuncinya. Ekspresinya yang senang berubah menjadi marah.
"Anak sialan! Kuncinya hampir mengenai wajahku anak bodoh!" Bentak ayahnya sambil memukul Hiro. Hiro pun terkejut dan sama sekali tak mengerti.
"A-aku kira ayah akan menangkapnya!"
"Anak sialan! Bagaimana jika kuncinya mengenai mataku dan membuatku buta, huh?!" Bentak ayahnya sambil memukulinya.
Bagaimana jika kuncinya mengenai mataku juga, huh?! Kenapa tadi kau juga melemparkan kuncinya kepadaku?! Ayah dari anak normal lainnya pasti akan bermain lempar tangkap yang bagus daripada ayahku yang tak bisa menangkap kunci dan hanya bisa marah. Aku terlalu bodoh untuk berharap ayah bisa menyayangiku seperti ayah yang lainnya menyayangi anaknya.
"Dengar! Ayah tidak mau tahu! Sekarang perbaiki laptop ayah yang rusak!"
"Tapi aku tidak tahu caranya."
"Ayah tidak mau tahu! Kau harus perbaiki laptop ayah! Untuk apa kau sekolah tinggi-tinggi tapi kau tidak bisa memperbaiki laptop ayah! Anak sialan!" Bentak ayahnya.
Tapi kan aku sekolah seperti anak biasa! Bukan sekolah computer! Ingin rasanya aku bilang padanya bahwa ayah sendiri juga sekolah tinggi tetapi kenapa tidak bisa memperbaiki laptop ayah sendiri?!
"Biar aku saja yang memperbaikinya ayah." Kata Kenzo
"Kenzo saja bisa kenapa kamu tidak bisa! Kerjakan latihan soalmu yang belum selesai disini! Awas saja jika kamu tidak menyelesaikannya saat ayah kembali!" Kata ayahnya sambil memukul Hiro setelah itu pergi.
Kenzo! Kenzo dan selalu Kenzo! Maaf jika aku tidak sepintar dia karena aku berbeda dengannya.
"Sini, biarkan aku bantu." Kata Kenzo sambil merebut pensil dan buku latihan soal milik Hiro.
"Pergilah! Aku tidak butuh bantuanmu! Urus saja laptop bodoh milik ayah!" Kata Hiro sambil merebut buku dan pensil miliknya dari tangan Kenzo dan berlari pergi dari rumah menuju hutan.
Setelah sampai di tengah hutan, Ia langsung menggambar penderitaannya yaitu gambar anak laki-laki yang sedang menangis dan sebuah seorang pria yang sedang menunjuk anak itu dengan ekspresi marah, dan di sekitar anak itu terdapat berbagai macam monster yang berteriak.
Tak lama kemudian, Hiro merasakan dirinya sedang diawasi oleh sesuatu, Hiro pun menoleh ke kanan dan ke kiri di sekitar pepohonan hutan, dan seketika itu Ia menemukan sosok makhluk yang menyerupai manusia, berbadan kurus, dengan tering-taring yang dikelilingi oleh darah dan kepala yang menyerupai tengkorak rusa sedang mengawasinya di dekat pepohonan.
"Sialan! Itu wendigo!" Kata Hiro sambil membawa buku dan pensilnya dan langsung berlari.
Ia berlari dan terus berlari sambil membawa buku dan pensilnya itu. Dan terus berlari sampai ke padang rumput yang luas dan cerah, disana Ia melihat seseorang sedang duduk disana sambil mengangkat tangannya dan melambaikannya.

"Kenzo? Apa yang kau lakukan disini? Bukannya tadi kau berada di garasi?" Tanya Hiro sambil mendekati Kenzo. Kenzo langsung sedikit menoleh ke belakang.

Apakah itu memang Kenzo? Padahal aku tak melihat Kenzo pergi ke padang rumput ini lewat hutan. Batin Hiro
"Kenzo?" Kata Hiro sambil menyentuh pundak Kenzo. Seketika itu Kenzo langsung menoleh ke arah Hiro, dan seketika itu juga Hiro langsung terkejut bukan main sampai terjatuh ketika Kenzo sama sekali tidak memiliki mata dan gigi Kenzo sangat tajam bagaikan pisau. Setelah itu makhluk yang menyerupai Kenzo langsung berubah menjadi wujud aslinya yang tak lain adalah wendigo. Hiro tetap saja mematung disana, sampai makhluk itu menyerangnya dengan cakarnya, barulah Hiro langsung bangkit menghindar dan berlari kembali ke hutan. Ia terus berlari dan berlari sambil menoleh ke belakang, hingga Ia tersandung akar pohon sampai Ia terjatuh dan kepalanya membentur batu dengan keras. Semuanya menjadi hitam saat itu juga.
Tak lama kemudian Hiro perlahan membuka matanya. Ia kini sedang berbaring di sofa di dalam rumahnya.
"Dia sadar." Ucap Kenzo
Kepalaku sakit sialan.
"Apa yang terjadi?" Tanya Hiro
"Kau mimisan dan pingsan di hutan." Kata Kenzo
Bukannya kepalaku terbentur batu saat terjatuh? Apakah yang semuanya nyata?
"Kamu harus bilang dengan orangtua! Jika kamu punya penyakit serius kami yang akan repot!" Bentak ibunya.
"Sudahlah itu bukan penyakit serius. Kalian tidak perlu mengurusiku." Kata Hiro sambil bangkit dari sofa.
"Kamu selalu saja marah!"
Kurasa kalian butuh cermin! Inilah yang membuatku malas, jika aku setiap kali cerita kepada mereka maka pendapatku tidak akan didengarkan. Mereka malah marah kepadaku, dan pendapat mereka harus dipatuhi. Apakah mereka tak pernah memikirkan perasaanku?
"Aku hanya ingin sendirian."
"Kalo kamu tidak mau hidup bersama kami, silahkan hidup di hutan! Tidak ada yang akan memarahimu atau membentakmu! Hidup saja dihutan! Makan sendiri di hutan!" Bentak ibu Hiro
Rasanya ingin kutampar mereka. Masalahnya ada di mereka, jika saja mereka baik seperti orangtua lainnya maka aku tidak akan menjadi seperti ini. Ini salah mereka. Kalian hanya membentakku, memarahiku, menghakimiku, dan memukulku saja tapi kalian selalu memberikan tempat yang hangat bagi Kezo, kalian selalu menerimanya dan menyayanginya.
"Sudahlah aku tidak mau mengurusi anakmu yang satu ini!" Kata ibunya kepada ayahnya sambil melangkah pergi.
Dia selalu bilang begitu tapi ujung-ujungnya pasti dia terlalu mengurusi hal yang bukan urusannya. Aku muak dengan mereka, aku muak dengan orang-orang yang seperti ini. Batin Hiro sambil masuk ke kamarnya.
"Apakah tadi aku bermimpi? Buku dan pensilku bahkan berada di kamarku." Kata Hiro sambil mendekati bukunya, setelah itu membalik halamannya.
Deg!
Latihan soalku sudah terisi semua? Siapa yang mengisinya? Mungkin… Kenzo mengisinya saat menemukanku pingsan di hutan. Dan gambar yang kugambar saat di hutan masih ada. Itu artinya aku tidak bermimpi. Batin Hiro sambil menutup bukunya dan langsung berbaring ke ranjangnya.
Kenapa makhluk-makhluk sialan itu terus mengikutiku? Apakah mereka menginginkan kunci yang kutemukan di hutan saat aku pergi rekreasi dengan teman-temanku? Tidak… kurasa tidak mungkin, sebelum menemukan kunci itu pun mereka sudah menunjukkan wajah mengerikan mereka dan menggangguku. Tapi kenapa aku mengalami ini? Batin Hiro sambil memejamkan matanya.