Apa yang aku lupakan?

"Memangnya apa yang aku lupakan?" tanya Reynold sambil menatap Cathleen tajam.

Cathleen tersenyum miring. "Bukankah kamu harus mencarinya dan menemukannya sendiri?"

"Bukankah lebih mudah kamu yang memberitahu aku kalau memang kamu tahu?"

"Apa kamu akan percaya kalau aku mengatakannya?"

"Tergantung apa yang akan kamu ceritakan."

"Kenapa tergantung?"

"Kenapa kamu selalu menjawab aku dengan pertanyaan?" Reynold mulai merasa sebal. Dan kenapa juga mereka mulai berbicara menggunakan panggilan 'aku' dan 'kamu'?

"Apa kamu adalah salah satu yang aku lupakan?" Reynold iseng bertanya. Dia berpikir, mungkin saja alasan kenapa Cathleen bersikap seperti ini terhadapnya adalah ...

Cathleen mendekatkan wajahnya ke wajah Reynold sampai dia bisa memperhatikan bola mata Reynold yang indah.

Reynold memundurkan tubuhnya sampai bersandar ke sandaran kursi.

Cathleen memperhatikan mata Reynold untuk beberapa saat sebelum akhirnya membuka suaranya, "apakah aku harus menjawabnya?"

Reynold diam saja.

"Kalau memang aku ada di masa lalu kamu yang kamu lupakan, apa yang akan kamu lakukan?" sambung Cathleen.

Reynold tetap diam, tetapi dia mengerjapkan matanya sembari terlihat sedang memikirkan apa yang harus dia katakan.

"Apa aku bisa mendapatkan kamu?" tanya Cathleen lagi.

Reynold memelototi Cathleen begitu mendengar pertanyaan itu. "Kamu ... kamu sebaiknya menjaga sikap kamu."

Cathleen memundurkan tubuhnya, kembali duduk di tempat duduknya tetapi masih menatap Reynold.

"Aku tidak akan menjawab pertanyaan kamu kalau begitu. Tidak akan seru kalau aku yang memberitahumu tentang apa yang kamu lupakan."

Reynold ingin membalas kata-kata Cathleen, tetapi pelayan sudah datang membawakan makanan yang mereka pesan. Dan setelah itu, Cathleen tidak membuka mulutnya  sama sekali sampai ketika mereka kembali ke kantor.

***

Sore harinya, Cathleen menemani Reynold ke acara peresmian panti asuhan Rumah Kasih. Sepanjang perjalanan menuju panti, Cathleen masih tetap diam saja. Dia hanya membuka suaranya ketika ia mengirimkan email berisi rundown acara. Itupun hanya satu kalimat, "saya mengirimkan rundown acaranya, pak."

Reynold makin geram dengan sikap Cathleen. Tetapi ia menahan dirinya. Dia masih membutuhkan pertolongan Cathleen di acara ini.

Mereka akhirnya sampai di tempat tujuan mereka. Melewati gerbang, ada halaman yang cukup luas, ada dua gedung dengan gaya bangunan rumah yang besar dan asri. Ada banyak pepohonan di sekitarnya, juga ada banyak bunga dan tanaman hias berjejer di beranda rumah itu.

Begitu mobil berhenti, Cathleen yang duduk di kursi depan, langsung keluar terlebih dahulu. Dia meneliti beberapa orang yang sudah berdiri di depan rumah untuk menyambut Reynold. Kemudian dia membukakan pintu belakang mobil untuk mempersilahkan Reynold keluar.

Sembari Reynold keluar dari mobil, Cathleen berbisik di telinganya, "Bu Tati, kepala panti, baju merah. Pak Husein, manajer bidang bantuan sosial, baju putih. Bu Rina, bendahara panti. Yang lainnya para pekerja yang bapak tidak perlu tahu namanya."

Reynold mengangguk. Kemudian dia berjalan ke arah orang-orang yang sudah menunggu untuk menyambutnya.

"Selamat datang, pak Reynold," pak Husein yang menyapa duluan sambil menyodorkan tangannya.

Reynold menjabat tangannya. "Terima kasih, pak Husein. Terima kasih juga atas kerja kerasnya sampai panti ini bisa terbangun."

"Kami tidak menyangka kalau pak Reynold akhirnya bisa datang ke acara peresmian panti ini. Kami kira bapak akan terus menetap di Australia," bu Tati berbicara dengan ekspresi senang.

"Untungnya saya bisa hadir, bu Tati."

"Mari ... mari masuk. Acaranya di taman samping. Kita masih menunggu bu Bianca, pak lurah, dan pak walikota."

Reynold mengangguk. Dia melirik Cathleen yang berada di belakangnya dan wanita itu tersenyum tipis.

Acara peresmian panti asuhan Rumah Kasih berjalan dengan lancar. Di akhir acara, sebelum memotong pita, bu Bianca Widjaja memberikan beberapa patah kata sebagai pemrakarsa panti asuhan Rumah Kasih ini.

"Saya merasa sangat bahagia di sore hari ini. Bapak-bapak, ibu-ibu, coba kalian lihat wajah-wajah anak-anak yang manis itu. Mereka tersenyum ceria. Mungkin mereka tidak menyadari bahwa mereka memberikan kebahagiaan kepada mereka yang melihat mereka. Awalnya, panti asuhan ini hanya memiliki kurang dari dua puluh anak yang diasuh. Dengan dana seadanya, panti asuhan yang dulunya bernama House of love ini, tetap berusaha memberikan semua yang terbaik bagi anak-anak yang tinggal disini. Satu setengah tahun yang lalu, ketika Reynold memberitahu saya mengenai keberadaan panti ini dan kondisinya, saya langsung mengambil inisiatif untuk me-take over panti asuhan ini dari lembaga yang sebelumnya...."

Reynold menatap Cathleen yang duduk di sebelahnya dengan tatapan bingung. Reynold kemudian berbisik, "kenapa kamu tidak menuliskan di file deskripsi bahwa saya yang memberitahukan panti ini ke mama?"

Cathleen pun menunjukan ekspresi bingung. "Saya juga tidak tahu kalau ternyata bu Bianca mengetahui panti ini dari bapak."

"... saya berharap rumah ini akan penuh dengan kasih, saling mengasihi sehingga kebahagian dapat terpancar dari wajah semua penghuninya. Selamat atas resminya Rumah Kasih ini."

Suara tepuk tangan terdengar dengan riuh.

Setelah proses pemotongan pita dan berbincang bersama dengan beberapa orang, Reynold dan  bu Bianca pamit untuk pulang. Reynold mengantarkan mamanya menuju mobilnya sambil bertanya kepadanya, "kenapa tidak ada yang tahu bahwa aku yang mengenalkan mama dengan panti ini?"

"Oh... mama lupa menginfokannya ke pak Henri," bu Bianca menjawab. "Waktu itu, satu setengah tahun yang lalu, memang kamu yang membawa file informasi mengenai panti House of love ke mama dan meminta mama untuk me-take over panti ini. Tapi kamu mengatakan untuk merahasiakan bahwa kamu yang menyuruh mama."

"Kenapa?" Reynold mengerutkan keningnya.

"Mana mama tahu?"

"Ya mana aku tahu juga, ma? Aku kan tidak ingat."

Bu Bianca berdecak. "Ya sudah lah. Sepertinya tidak terlalu penting. Mungkin kamu memang ingin berbuat kebaikan tanpa di-notice pada saat itu."

"Apa aku dulu sebaik itu?"

Bu Bianca menatap putra semata wayangnya. "Kamu selalu jadi anak baik, Rey." Dia tersenyum lebar. "Jangan terlalu dipikirkan. Kamu gak perlu memaksa diri untuk berusaha mengingat masa lalu kamu."

Reynold menampilkan senyuman juga. "Apa tidak akan apa-apa?"

"Tentu saja. Tidak ingat juga tidak apa-apa. Selama kamu bisa menjalani hidup kedepannya dengan baik, mama sudah bahagia." Bu Bianca mengusap pelan rambut anaknya itu.

Kemudian terdengar deheman dari arah belakang mereka. Cathleen tersenyum tipis sambil setengah membungkuk kepada bu Bianca.

Bu Bianca membalas dengan senyuman lebar yang menawan. Memang bu Biancara itu sangat cantik. Tentu saja Reynold mendapatkan gen tampan dari ibunya, juga gen tinggi dari ayahnya. Sungguh perpaduan yang sangat menawan.

"Cathleen, terima kasih sudah menemani Reynold ya."

"Iya, bu, sama-sama."

"Saya titip Reynold ya, Cath. Saya juga percaya sama kamu bahwa kamu bisa membantu pak Henri untuk menjaga Reynold di perusahaan."

"Baik, bu. Saya akan melakukan yang terbaik."

Sepeninggalan bu Bianca, Cathleen langsung memasuki bangku depan mobil kantor mereka tanpa mengatakan apa-apa kepada Reynold. Reynoldpun ikut memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.

Beberapa menit diam-diaman di mobil, Reynold merasa tidak nyaman. Dia kemudian memulai pembicaraan dengan Cathleen.

"Kamu pernah datang ke panti itu?"

Cathleen menatap Reynold dari kaca spion tengah mobil. "Tentu aja pernah. Bukankah bapak sudah membaca bahwa dulu saya pernah terlibat dalam proses pengambil alihan panti ini?"

"Pantas tadi kamu sempat berbicara dengan ibu panti."

"Memangnya saya tidak boleh berbicara dengan orang lain? Bapak inginnya saya hanya berbicara dengan bapak?"

"Bukan begitu," sergah Reynold.

Cathleen kemudian menolehkan kepalanya ke belakang dan menatap Reynold. "Bapak gak nyaman saya diamkan?"

Reynold mengernyit.

***

Hai, readers ...

Jangan lupa vote dan kasih comment ya kalau merasa ceritanya menarik.

Terus dukung author ya...