Part 1

Kamu lebih kuat dari yang kamu tahu. Lebih cakap dari yang pernah kamu impikan. Dan kamu dicintai lebih dari yang bisa yang bisa kamu bayangkan.

*****

"Rai, hoy. Bangun lo, jangan molor terus.", Tay setengah berteriak sembari mengguncang-guncang tubuh Rai.

"Apaan sih, orang masih pagi gini.", Rai menarik selimutnya menutupi kepalanya.

Tay menarik selimut Rai sembari menyodorkan jam beker tepat di depan wajah Rai "Pagi apanya, liat ni, jam 10, gila.", Tay sedikit membentak.

"Ya, iya. Lagian hari ini kan gak ada jadwal syu-", Kata-kata Rai menggantung begitu dia menyadari ada lebih dari 20 missed call dari manajernya.

"Kenapa lo, ha.", Tay memperhatikan Rai yang tiba-tiba terdiam.

"Gila, kenapa lo gak bangunin gwe.", Rai berteriak sambil berusaha menelpon manajernya.

"Gwe sama Sai udah bangunin lo dari jam 5 pagi. Emang dasar lo nya kalo tidur udah kayak orang koma. Jadi bakal susah buat dibangunin.", Tay berujar sewot.

"Halah, lo sama Sai mana ada bangun jam 5 pagi. Jam 7 pagi tuh baru ada.", Rai masih tampak cemas sembari terus berulang kali menelpon manajernya.

"Eh, Sai mana?", Rai bertanya ketika dirinya sadar Sai tidak terlihat sedari bangun tidur tadi.

"Lamain tu molor lo, Sai tadi udah pergi sama manajernya jam 9 pagi.", Ketus Tay.

"Terus lo ngapain ada dirumah.", Rai menunjuk ke arah Tay.

"Gwe, yaelah tong. Gwe berangkat jam 7 pagi tadi ke kantor. Terus gwe pulang jam 9.", Tay memutar bola matanya lalu duduk di ranjang Rai.

"Ngapain ke kantor pulang cepet amat.", Rai duduk disebelah Tay.

"Beresin urusan dikit. Lagian entar malem gwe ada janji sama manajer.", Tay memainkan ponselnya sesekali.

"Oh,", Rai hanya menjawab singkat. Kemudian mengambil handuk di lemarinya dan pergi menuju kamar mandi.

Tay hanya melihat Rai sesaat, kemudian kembali memainkan poselnya, kali ini Tay memili beralih ke posisi tengkurap diatas kasur Rai.

Tidak sampai 10 menit, pintu kamar mandi terbuka. Rai keluar dari dalam kamar mandi dan segera menuju lemarinya. Dia mengambil satu kaos dan celana pendek.

Tay melihatnya heran, bukannya harusnya Rai menemui manajernya. Tay yakin, Rai belum cukup stres sehingga memilih pakaian itu untuk menemui manajernya.

"Lo, nggak stres kan.", Tay menatap Rai kaku.

"Woy lo kenapa sih, gwe gak stres. Buktinya gwe pake kaos, kalo gwe telanjang didepan lo baru gila.", Rai mengabaikan tatapan Tay kemudian meraih hp yang berada di dekat bantal tidurnya.

"Lah, bukannya lo mau ketemu manajer lo.", Tay berujar begitu Rai rebahan didekatnya.

"Ya, gwe udah confirm tadi. Katanya, yaudah kita ketemuan entar malem.", Kai berujar masih asik dengan ponselnya.

"Yaudah ah.", Tay beranjak hendak keluar dari kamar Rai.

"Lo mau kemana.", Rai berteriak sebelum Tay keluar dari kamarnya.

"Ke dapur.", Tay berujar malas tanpa menghentikan langkahnya.

"Snack sama kopi dingin satu, ya.", Rai berujar memelas.

"Ye, lo kira gwe pelayan warkop apa.", Tay kesal kemudian meneruskan, "Tapi gwe ntar dapet tip ya."

"Halah yaudah, 10.000 lo mau kan.", Rai menggeleng-gelengkan kepala.

"Okay, lebih dari cukup.", Tay berujar senang sambil sesekali bersenandung.

"Emang dasar tuh, bocah satu.", Gerutu Rai dalam hati.

Hanya dalam 5 menit Tay sudah kembali ke kamar Rai dengan 2 bungkus Snack dan 2 kaleng kopi dingin. Dia langsung duduk diranjang Rai tanpa mengatakan apapun.

"Tumben cepet banget lo. Biasanya mlipir dulu. Atau kalau nggak diem diem makan pudingnya Sai.", Rai berujar sambil mengambil salah satu snack yang ditaruh diranjang oleh Tay.

"Ye, kagak ada puding di kulkas. Diumpetin sama Sai kali ya.", Tay membuka dan meminum dua teguk kopi dingin yang sudah dia buka.

"Salah lo sih.", Rai sesekali mengambil dan memakan snack yang sudah dia buka.

"Udah, mana 10.000.", Tay mengulurkan tangannya menagih tip yang Rai janjikan.

"Ya Tuhan, dari pada gitu. Mending entar malem gwe traktir lo makan apa gitu.", Rai mengabaikan tangan Tay.

"Awas ya lo kalo omong kosong.", Tay berujar sambir menuding Rai.

"Ya, tapi gwe bareng mobil lo entar.", Rai tertawa kecil sembari berujar.

"Halah, itu mah sama aja duit ganti bensin gwe.", Tay berujar sewot.

"Nanti gwe gantiin deh bensin lo. Please, gwe lagi males nyetir nih.", Rai memelas pada Tay.

"Dua kali lipat.", Tay berujar ketus.

"Itu mah namanya lo meres gwe bro.", Rai tidak terima dengan ucapan Tay.

"Lo mau nggak, kalo nggak yaudah.", Tay berujar makin ketus.

"Yaudah ah, ok.", Rai dibuat kesal oleh perilaku Tay.

Took! Took! Took!    Took!Took!Took!

Tiba tiba terdengar suara ketukan di pintu utama rumah mereka. Tay menoleh pada Rai "Hoy, buka, gih."

"Ogah, lo aja."Rai berujar tanpa menoleh pada Tay.

"Ye, tong, gwe lebih tua daripada lo.", Tukas Tay.

"Gak ah, lagian itu orang aneh banget dah. Kan ada bel ngapain pake gedor-gedor rumah orang. Mana kedengeran sampe sini lagi.", Rai bergidik.

"Alah, lo mah penakut. Mungkin aja tu orang lagi agak stres, jadi otaknya agak nggak beres.", Tay mengalah dan pergi keluar kamar Rai menuju pintu utama rumah mereka.

"Eh, Tay, tunggu gwe juga penasaran hoy.", Rai sedikit berlari menyusul Tay.

"Tadi kata lo gak mau bukain pintu, sekarang ngapain ngikutin gwe.", Tay berujar sambil menuruni tangga menuju lantai 1 rumah mereka.

"Kan tadi, sekarang udah berubah.", Rai menuruni tangga dibelakang Tay.

"Yaudah serah lo aja deh.", Tay meraih gagang pintu dan membukanya.

Sesaat setelah itu dirinya dibuat terperangah ketika yang datang ada Jay, teman mereka. "Heh, lo tau nggak kalo ada bel. Ngapain gedor-gedor pintu rumah orang."

"Alah Tay, lo kayak gak tau kelakuan bocah ini aja.", Rai ikut menimpali.

"Ye, gwe ini ta-mu. Jadi diperlakukan dengan baik.", Jay langsung masuk begitu saja dan duduk di sofa ruang tamu.

"Heh, bocah. Temen sih temen, tapi gwe tuan rumahnya hormatin dong.", Tay langsung menyusul Jay.

"SSG, tumben lo gak sibuk.", Jay melengos begitu saja.

"Ha, SSG tu apa.", Tay menggaruk nggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Suka Suka Gwe, elah. tadi lo bilang dia bocah, lah ngapa sekarang jadi lo yang kayak bocah.", Rai berujar sambil menuju ke dapur.

"Ye, gwe kan tanya, bukan berarti gwe gak tau. Cuman ngetes aja tadi.", Tay menjawab sewot kemudian duduk disebelah Jay.

"Gak tau mah, yaudah gak tau aja. Ngapain berlagak kayak orang ngetes segala.", Rai kembali ke ruang tamu sambil membawa 3 gelas sirup rasa jeruk dingin. Kemudian meletakkannya di meja tepat didepan Tay dan Jay.

"Nih.", Rai kemudian duduk disebelah Tay.

"Tumben lo baik banget.", Tay melirik ke arah Rai dengan salah satu alis diangkat.

"Lo mau nggak, kalo nggak gwe dua gelas kalo gitu.", Rai meraih dua gelas sirup begitu saja.

"Ya jangan dong, yaudah gwe satu.", Tay buru-buru merebut salah satu gelas sirup di tangan Rai.

"Mmm, Sai mana.", Jay berujar ketika menyadari tidak ada tanda tanda Sai dirumah.

"Gitu aja pake nanya, ya kerjalah.", Tukas Tay.

"Lha lo berdua, kagak biasanya nongkrong dirumah kek begini.", Jay memicingkan mata pada keduanya.

"Ntar malem gwe ketemu ama manajer, Rai juga.", Tay berujar sambil menggoyang goyangkan gelas sirup ditangannya.

"Owh.", Jay menjawab singkat.

"Lah lo sendiri kenapa gak kerja.", Rai menatap ke arah Jay.

"Gwe ambil libur hari ini.", Jay balas menatap Rai.

"Lah, jangan alasan, bilang aja lo hari ini juga telat bangun.", Tay berujar sambil menatap pada Rai dan Jay bergantian.

"Maksud lo, Rai lo telat bangun lagi, waduhhh sama dong.", Jay cengar-cengir begitupun Rai, sementara Tay hanya bisa menepuk jidatnya. Menyadari kaum kebo molor berada tepat menghimpitnya.

"Heh, lo berdua, telat bangun lo bangga banggain, parah ya.", Tukas Tay sambil berjalan ke ruang keluarga, kemudian menyalakan tv, atau lebih tepatnya serial film horor favoritnya.

"Tay, wih, asik tuh, susulin yuk.", Jay segera menyusul Tay, begitupun Rai.

Sebelum duduk, Rai menyempatkan membawa beberapa camilan seperti keripik singkong dan kentang, tak lupa dia membawa beberapa kaleng kopi dingin. Dia segera pergi ke ruang keluarga bergabung dengan Tay dan Jay.

Tak ada suara sama sekali, ketiganya terlalu fokus melihat film. Sesekali menutupi muka dengan bantal sofa ketika adegan mengejutkan terjadi. Sesekali juga terdengar teriakan histeris dari Jay.

Tay bahkan hampir menyumpal mulut Jay dengan bantal. Namun sebelum itu terjadi, Rai buru-buru mencegahnya dengan alasan yang cukup simpel, dia ingin menghindari perang saudara yang sia-sia.

***