Part 2

Malam mulai larut, Jay tak sadar dirinya tertidur di depan sofa ruang keluarga, dengan tv yang sudah mati. Cowok itu mengerjap sembari meregangkan tubuhnya "Jay, Gwe sama Tay berangkat dulu ya... makan malem nanti gwe beliin kalo lo mau nginep disini, atau kalo mau balik sih silahkan.". Jay hanya mengangguk sekenanya dengan nyawa yang belum sepenuhny menempati raga. Sementara Rai, menyampirkan hanuk di sandaran sofa dan berlari menuju halaman menghampiri Tay yang telah menunggu dalam mobilnya.

"Eh, bocah satu itu tadi udah bangun belom?". "Udah, kasian.. nonton film horor doang ngurasa tenaganya kek nya." Rai terkikih lirih. "Hahahaha, jelas... nonton film horor berasa paduan suara sih." Tay menyibakkan rambutnya yang jatuh kedahi, memakai maskernya sebelum akhirnya mulai menyetir mobil melewati gerbang dan melaju menuju restoran. Mobil itu melaju dalam keheningan, baik Rai maupun Tay sibuk dengan aktivitas mereka sendiri.

Tak butuh waktu lama, mobil tiba dipelataran restoran menurunkan Rai. "Thaks ya Tay, nanti balik gwe telpon... Oh ya, hati-hati dijalan." Ujarnya menutup pintu mobil dan berlari masuk ke dalam restoran. Tay diam, tak bereaksi menyaksikan tubuh Rai yang menghilang di balik pintu restoran dan baru kembali melajukan mobilnya.

Cowok itu mendesis kesal kala menerima massage bahwa pertemuan malam ini dibatalkan, alhasil dia pun menuju ke arah bar, menghabiskan waktu sembari menunggu Rai pulang. Tay tidak mabuk, dia hanya duduk di sana menatap ke layar ponselnya dan membaca semua komentar-komentar di salah satu akun sosial medianya.

"Kamu orang yang hebat, tuan."

"Tuan ataupun nona, apa yang kamu lakukan sungguhlah terpuji"

Hampir semua komentar hanya menayangkan pujian. Tiba-tiba seorang wanita yang sedang setengah mabuk tersungkur dihadapan Tay. Cowok itu tak menggubris, tak sedikit pun ada rasa iba padanya bahkan ketika wanita itu terkulai pingsan. Cowok sudah pasti beranjak pergi jika saja rambut wanita itu tidak tersibak, menampak seraut wajah yang nampak tak asing. Raut wajahnya yang tadi acuh pun berubah menjadi khawatir, segera diangkatnya wanita itu dalam gendongannya dan ia bawa ke mobil. "Apa yang kamu lakukan, kamu ngga pernah mabuk.. ngga seharusnya kamu kayak gini, di.". Tay berusaha sekuat tenaga menyadarkan wanita itu, entah kenapa tanpa sadar air matanya mengalir. Sedikit aneh, bahkan Tay sendiri pun mengutuki dirinya sendiri di dalam hati.

Tangan lemah wanita itu terangkat, mengusap pelan air mata Tay. Wanita itu tersenyum lemah "Lama ngga bertemu, Tay." ujarnya lirih. Tay tak menjawab, hanya diam... tampak dari kejauhan seorang pria berseragam menghampiri mobilnya. Pria itu adalah sopir wanita tadi yang telah menjemputnya. Tay pun ditinggal sendiri, menggigit bibirnya berteman air mata yang diam-diam mengalir tanpa suara.

"Tay, lo gapapa?" suara seorang pria diikutin ketukan di kaca mobilnya sukses membuatnya gelagapan berusaha menghapus air matanya meskipun sia-sia belaka. "Sin, lo.. lo ngapain disini." ujar Tay setengah gagap. "Yaelah, bro.. kita dulu temen nongkrong tau semasa SMA... masa ngga tau hobi gwe aja.". Obrolan berlanjut dengan mereka yang duduk bersebelahan di dalam bar.

"Tumben, Tay.. setau gwe 2 tahun lalu adalah kali terakhir gwe liat lo di bar.. dan setelah itu lo ngga pernah muncul lagi.". "Ada alasannya, Sin." Ujar Tay datar, suaranya masih berat karena tangisannya tadi. "Oh, apakah karena hidup lo semakin makmur, bergelimang harta dan ketenaran dimana-mana." Sin mengangguk seolah mengiyakan ucapannya sendiri "Ahhh iya iya, lo ternyata hanya datang saat hancur bukan?". Tay mencengkeram sofa kuat-kuat "Lo pikir siapa gwe, sehina itu. Gwe tau lo bakal bilang kalauu gwe cuma dateng kesini dan nyari lo ketika gwe hancur iya kan?" Suara Tay meninggi tanpa alasan "Argh, udahlah lebih baik gwe pergi.. lo sama aja kayak dulu, pengecut." Tay berjalan dengan ketus sempat menggebrak meja dan menuju ke arah mobilnya.

Tay mengemudi dengan perasaan jengkel penuh amarah, jelas ada alasan pahit yang kembali menyayat-nyayat hatinya perih. Laju mobilnya tak terkendali dengan kecepatan tinggi bak pembalap yang profesional. Aksinya itu terhenti dengan panggilan dari Rai, yap sudah waktunya menjemput cowok itu direstoran. Tay tak mengangkat telponnya, dia hanya melihat jam yang tertera di ponselnya kemudian mencocokkannya dengan arloji ditangannya "jam 10 malam." gumamnya seraya mengarahkan mobilnya ke arah restoran.

***

"Semoga, Tay gak kelamaan." gumam Rai menghela nafas lirih mendapati telponnya tak diangkat oleh Tay. Menit demi menit berlalu, Rai sudah hampir 3 kali mengelilingi halaman restoran itu, ketika secepat kilat mobil Tay mengerem mendadak tepat di depan pintu restoran, menciptakan kepulan asap penuh debu. "Gwe gak telat kan." Racau Tay menghambur ke arah Rai. "Ngga. Lo lagi cosplay jadi badut pa gimana? idung lo merah gitu." Dengan polosnya Rai mencubit hidung Tay yang langsung ditepis oleh sepersekian detik setelahnya.

"Hiihh apaan sih." Tay bergidik geli. "Elah, ya udah buruan yok... katanya minta ditraktir makan." Rai melenggang begitu saja mendahului Tay masuk ke dalam mobil. "Bocah lucknut, lo ya yang punya utang ke gwe bukan gwe yang minta traktir, anjirrr." teriak Tay geram, kemudian menyusul Rai masuk ke dalam mobil.

"Ssttt, jangan teriak-teriak. Biasa rata itu restoran ntar gara-gara suara lo." Cibir Rai begitu Tay masuk ke dalam mobil. "Ba-cot." Rai langsung melotot mendengar ucapan Tay "Apa lo bilang barusan?". "eheheh ngga, ngga ada." Tay hanya bisa nyengir mendapati Rai yang merah padam.

"Dahlah, kalo gitu kita beli lontong sayur aja ntar di komplek deket rumah." . "Huanjiirrrr, mana ada lontong sayur buka jam segini.. lagi kalo lo mau ngajakin makan disana kenapa gak makan disini aja sih. Agak gak ngotak nih anak.". "Ya masih mending gwe bayarin... takut bokek gwe kebanyakan nraktir lo ama Jay.". "Halah, si ayam betutu.... sumpa ya, rekening lo nolnya aja udah lebih dari enam anjir... masa iya bokek cuman gara-gara beli ayam KFC kek paling ngga.". "Lah kok komen." Rai menatap sinis pada Tay.

"Pelit banget ama gwe, perasaan gwe gak pelit-pelit amat deh sama lo." Tay mendengkus kesal. "Buruan jalan gak, gak jalan-jalan ntar keburu tutup gak jadi gwe traktir lo." Belum sempat Tay menjawab, Rai langsung menyambar "Kupon traktiran hanya berlaku buat malem ini.". Serupa aba-aba sekaligus ancaman, Tay pun segera melajukan mobilnya dengan secepat kilat. Sedang Rai malah terkekeh sejadi-jadinya.

Tak butuh waktu lama, keduanya pun sampai. Rai segera turun dan memesan "Bu, 4 porsi bungkus yak.". "Iya siap mas, silahkan ditunggu.". "Woy, ayam betutu. masih berapa lama" Ucap Tay tak keluar dari mobil. "Elah, sabar napa... masih dibikinin nohhh." Jawab Rai sinis. "Lahhh kok ngegas." tanggap Tay datar. "Lah ngga sadar diri, orang yang ngegas dulu lo." Rai menanggapi bersungut-sungut.

Adu mulut mungkin sudah akan berlanjut jika ibu-ibu penjual longtong sayur tadi tidak menghampiri keduanya. "Ini pesanannya, mas." Ujarnya. "Oh iya, makasih ya buk.". Keduanya pun akhirnya bergegas pulang ke rumah.