Part 5

💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐

Kesokan harinya, aku di rumah sama Kak Kiano. Kak Cana udah lama nggak pulang ke rumah. Dia dibeliin kedua orang tuaku rumah baru di jakarta. Dia kuliah di UI (Universitas Indonesia). Udah kurang lebih 1 tahun belum pulang. Tepatnya pas liburan lebaran kemarin lusa.

Aku pun pergi ke kamar Kak Kiano. Aku mengetuk pintu kamarnya, dia pun menyuruhku langsung membukanya. Dia mengetahui kalau itu aku.

"Sini! Ada apa dek?" Ucap kakakku lagi duduk nonton TV di sofa kamarnya.

"Iya, nggak ada kok. Gabut aja, lagi nggak ada kerjaan nih kak!" Ucapku lalu berjalan ke kakakku dan kemudian duduk di sebelahnya.

"Ooo, sini nonton TV aja sama kakak. Ehh, tapi gimana hasil Tes-nya? Bagus, nggak? Bagus, kan? Masuk kelas mana?" Ucap kakakku panjang panjang banget kayak kereta api.

"Iya, bagus kok."

"Berapa? Kamu masuk kelas mana?"

"Nilaiku dapat 98, aku masuk kelas X-A."

"Waduh, kakak kalah donk! Nilai kakak dulu cuma 95. Bagus banget elah! Ehhh, Arvin dapet berapa? Dia kelas apa? Satu kelas nggak sama kamu? Gimana? Ya, nggak? Pasti dapet bagus itu! Arvin kan pinter! Iya, nggak?"

"Nggak tau, kak. Aku nggak tau nilai dan kelas mana dia. Aku nggak nanya dia. Mungkin nilainya lebih bagus daripada aku. Dia dapet peringkat satu selalu di sekolah dari dulu."

"Ooo, mungkin. Tapi, nilaimu juga bagus banget kok. Nggak papa, kalau nilai kamu dibawah Arvin. Yang penting kamu sesalu berusaha keras meraihnya sendiri dan percaya diri. Ya, nggak?"

"Iya, kak. Makasih, dukungannya. Aku makin sayang deh sama kakak." Ucapku, langsung memeluk kakakku.

"Iya, sama-sama. Itu juga tanggung jawab kakak." Lalu, kakakku memelukku balik.

Toktoktok!!!!!!

Bibi pun membuka pintu kamar kakakku. Aku dan kakakku pun terkejut. Aku dan kakakku menatap bibiku bingung. Bibiku terheran-heran dan malu melihat aku dan kakakku berpelukan. Aku pun spontan melepas pelukannya.

"Maaf, tuan dan nona. Saya nganggu, ya?" Ucap bibiku.

"Nggak kok, bi." Ucap aku dan kakakku bersamaan.

"Itu ada yang nyariin di ruang tamu." Ucap bibiku.

"Siapa, bi?" Ucap kakakku bingung.

"Itu tuan Arvin, katanya nyariin Nona Camelia." Ucap bibiku.

"Ooo, iya. Kirain siapa? Ehh, malah Arvin!" Ucap kakakku agak pelan.

"Iya, bi. Makasih ya, bi. Aku akan turun ke bawah setelah ini." Ucapku.

"Iya, non. Saya ke bawah dulu, ya?" Ucap bibiku.

"Iya, bi. Silahkan, bi!" Ucapku.

Bibi pun menutup pintunya menuju ke bawah, untuk mengambilkan Arvin minuman dan makanan ringan yang ada di kulkas. Kak Kiano melihatku sangat aneh. Aku tak tau, dia kenapa.

"Kenapa, kak? Kenapa kakak menatapku begitu? Ada yang salah, ya?" Ucapku bingung sendiri.

"Emmm..., omong-omong kamu udah tau kalau Arvin mau ke sini?"

"Iya, kak. Kenapa emang? Salah, ya?"

"Nggak, nggak kok."

Lalu kenapa kamu ke sini. Kalau ujung-ujungnya aku kamu tinggal berduan sama Arvin! Hihhhhh, emang ni anak!

Guman Kak Kiano dalam hati. Aku hanya bisa melihatnya kebingungan.

Kayaknya dia marah. Apa mungkin? Marah atau kesal? Emangnya aku salah, ya? Aku kan nggak ngapa-ngapain. Udah ah, nggak jelas gua!

Gumanku dalam hati, aku bertanya kepada diriku sendiri.

"Emangnya aku salah, ya?" Ucapku sambil cemberut menatapnya.

"Nggak, nggak dek. Ya, udah kamu temuin Arvin sana. Dia udah nungguin dari tadi lhoo."

"Iya, kak." Aku pun berjalan.

"Ehhh!!....." Ucap kakakku membuat aku menoleh ke arahnya.

"Iya, kak?"

"Kalau udah selesai nemuin Arvin kamu ke sini lagi, ya?" Ucapnya lagi. Lalu, aku berjalan lagi.

"Siap, kak!"

"Ya, udah sana! Tutup itu pintunya! Oke?"

"Iya, bos." Ucapku sambil menutup pintu kamar.

"Yoi!" Teriak kakakku keras banget sampai aku kedengeran jelas. Walau udah aku tutup pintunya.

Aku pun menuju ke bawah, aku menuruni anak tangga ke anak tangga lainnya. Aku pun melihat di sana ada Arvin sedang duduk di ruang tamu. Dia duduk tenang di sana. Aku pun semakin mendekatinya sampai aku pun berada di sampingnya.

"Vin?" Ucapku membuat Arvin terkejut.

"Oh, iya? Eh, Camelia. Aku kirain siapa? Maaf, ya?" Ucap Arvin.

"Nggak, aku yang salah. Aku jadi ngagetin kamu. Maaf ,ya?"

"Iya, nggak papa. Kalau kamu sih apa aja nggak papa kok. Demi kamu mah nggak papa. Walaupun itu mati, aku rela kok demi kamu." Ucap Arvin yang membuat aku tersenyum-senyum sendiri.

"Apaan sih! Udah deh ngombalnya! Kamu juga lakuin ini semua kan ke seluruh perempuan di luar sana! Iya, kan?"

"Yah, cemburu ya?"

"Apaan sih! Nggaklah, ngapain juga aku cemburu sama kamu. Nggak ada gunanya tau. Mending aku cemburu lihat yang sukses di luar sana! Daripada cemburu lihatin kamu sama perempuan lain. Nggak guna tau!"

"Yah, marah ya? Jangan gitu! Kalau marah berarti cemburu?"

"Nggaklah, apaan sih! Udahlah, ngapain kamu ke sini?"

"Yah, marah kan? Yang kemarin masih marah, ya?"

"Nggak, ngapain marah. Aku kemarin nggak marah."

"Lalu, apa kalau nggak marah? Ketemu sama aku aja nggak mau!"

"Iya, gitu. Udahlah nggak penting, yang penting kan aku udah nggak marah. Aku lagi nggak mood aja kemarin! Gitu!"

"Oooh, oke! Nggak papa lah, yang penting kamu nggak marah lagi sekarang. Habis ngapain tadi?"

"Makan rambut!"

"Yah, beneran lu! Masa makan rambut! Rambut apaan emang?"

"Rambut kebo! Nanya lagi!"

"Yah, seriusan ini! Masa makan rambut kebo! Ehh, emang kebo punya rambut! Kan nggak! Ehh, bentar aku bayangin dulu kalau kebo punya rambut terus kamu makan. Gimana, ya jadinya?" Ucap Arvin sambil membayangkannya. Aku pun ikut-ikut membayangkannya.

"Ihhh, Arvin! Apaan sih! Nggak jelas tau! Kok malah bayangin kayak gitu!" Aku pun memukuli Arvin dengan batal sofa.

"Aduh! Lagian kamu sih, ada-ada aja! Emang tadi habis ngapain? Main sama kakakmu?"

"Iya, terus kamu datang ke sini. Jadi, aku nggak bisa main sama kakakku deh!"

"Ohhh, ya maaf?"

"Iya, nggak papa kok. Biasa aja."

"Yoi! Eh, kamu dapat nilai berapa tes kemarin?"

"Aku dapat nilai 98. Kamu?"

"Woahh! Bagus banget! Tapi masih bagusan aku!" Ucapnya yang membuatku ingin meledak. Aku pun kembali memukulinya dengan batal sofa.

"Aduh, aduh! Udah donk! Sakit ini! Tapi, lebih sakitan kamu jalan sama laki-laki lain. Udah woy!" Ucapnya, lalu aku pun berhenti memukulinya dan duduk diam.

"Maksutmu?"

"Maksutku? Apa yang kamu omongin? Maksut yang mana? Aku nggak paham? Ngomong yang jelas donk!"

"Maksutku kamu dapet nilai berapa?"

"Oooo, kirain yang kamu jalan sama laki-laki lain itu!" Ucapnya pelan.

"Apa? Nggak denger nih! Ngomong apaan sih!"

"Nggak, aku itu dapet nilai 100. Gitu!"

"Hah? Seriusan? Jangan bercanda deh!" Aku melongo mendengarkan apa yang diucapkan Arvin barusan.

"Iya, bener! Aku ini serius tau! Masa boong! Emang wajahku kelihatan boong, ya? Nggak kan? Kalau nggak percaya ikut sama aku ke rumahku nanti aku lihatin nilaiku! Gimana? Masih nggak percaya?"

"Iya, iya. Aku percaya kok, kali ini kamu jujur."

"Emangnya kemarin-kemarin aku sering boong, ya?"

"Nggak, tapi... Selalu boong terus."

"Hah? Masa sih! Nggak percaya aku!"

"Udah ah, nggak penting itu! Jadi, kamu masuk kelas mana?"

"Aku masuk kelas X-A. Kenapa emang? Kita satu kelas lagi, ya? Kita nanti satu bangku lagi, ya? Gimana? Mau nggak?"

"Ho o, iya kita satu kelas lagi. Nggak ah, aku mau satu bangku sama anak perempuan lain aja! Udah bosan aku satu bangku sama kamu!"

"Tapi, kalau sampingan sama aku kan nggak papa kan?"

"Terserah kamu dah!"

"Oke, iya udah. Ehh, Ya! Aku boleh pulang nggak? Aku habis ini mau ada kerjaan nih!"

"Iya, boleh. Pulang aja! Aku nggak ngusir kok!"

"Ihhh, dasar emang kau!" Arvin pun menepuk punggungku.

"Aduh, sakit tau!"

"Ehh, ya maaf?"

"Okelah, tapi.... Kamu mau kemana?"

"Yah, kepo nih!"

"Ihh, apaan sih!"

"Kepo banget, ya?"

"Kalau nggak mau dijawab juga nggak papa kok! Nggak maksa!"

"Iya, iya maaf? Aku itu mau bantuin kakakku cari buku kuliah di toko-toko. Gitu, Camelia!"

"Oooooh, oke!"

"Iya, aku boleh pulang kan ini?"

"Iya, boleh. Silahkan! Mau aku anterin ke mobil?"

"Nggak, nggak deh! Nggak usah, kamu kembali main sama kakakmu aja deh! Bye!"

"Iya, hati-hati ya?" Teriakku.

Arvin pun berjalan keluar rumahku dan menaiki mobilnya. Dia menyetir mobilnya keluar rumahku. Aku terus melihatnya sampai dia benar-benar sudah keluar dari rumahku.

Aku kembali ke kamar kakakku. Aku rasa kakakku sudah menungguku lama. Aku pun membuka pintu kamar kakakku.

"Kak!" Ucapku. Setelah itu, aku menutup pintu dan mendekat ke Kak Kiano.

"Ha?" Ucap Kak Kiano.

"Lagi ngapain kak?"

"Nonton TV, kenapa?"

"Nggak."

"Udah selesai sama Arvinnya?"

"Udah kok, kak. Lama ya, kak?"

"Nggak, tapi lumayan."

"Kakak marah sama aku?"

"Nggak dek, kakak nggak marah kok. Ngapain kakak marah kan nggak ada gunanya. Iya, nggak?" Ucapnya lalu tersenyum manis.

"Seriusan? Maafin aku ya, kak? Soalnya kakak jadi nunggu aku lama."

"Iya, nggak papa. Kakak ngak marah kok. Eh, mau ikut kakak nggak?"

"Iya, kak. Mau kemana emang?"

"Ke singapore, ya nggaklah! Ke cafe gitu? Mau, nggak?"

"Hehehe, terserah kakak. Tapi ngapain di cafe?"

"Mancing ikan! Nanya lagi! Ya mau jalan-jalanlah cari suasana segar! Kakak males di rumah terus! Kan kakak jarang keluar. Ya, nggak?"

"Iya, terserah kakak."

"Mau ikut apa nggak?"

"Iya, Camelia ikut."

"Oke! Ayo kita berangkat!"

"Bentar!..."

"Ha? Kenapa? Ada yang salah ya?"

"Nggak, kak. Tapi, aku mau ganti baju dulu, ya?"

"Heh, kirain apaan?"

"Ya, maaf?"

"Ya, udah ganti baju sana! Tapi, jangan lama-lama! Kakak juga mau ganti baju dulu. Kalau sudah selesai kamu langsung ke ruang tamu aja! Oke?"

"Oke, siap."

Selesai itu, aku pergi ke kamarku dan ganti baju. Aku suka baju yang simple gitu. Jadi, aku pakai baju, rok, dan sepatu yang warnanya nggak menyolok. Dan kakakku juga pakai baju lengan pendek dan celana jin. Setelah itu, aku lansung ke ruang tamu. Ternyata Kak Kiano sudah ada di sana sedang duduk. Aku berjalan mendekatinya.

"Kak?" Ucapku.

"Iya?"

"Udah, ayo berangkat!"

"Ayo!"

Kita pun menuju ke mobil untuk berangkat ke cafe. Cafenya sekitar 900 meter dari rumah kita. Di perjalanan kakakku memutar lagu-lagu untuk mengisi keheningan di antara aku dan kakakku. Sesampainya di sana, kita pun turun dari mobil dan masuk ke dalam cafe itu. Lalu, kakakku menujuk tempat yang akan kita dudukki.

"Itu!" Ucapnya.

"Apa kak? Ada apa? Ada maling?" Ucapku bingung.

"Aneh-aneh aja kau itu! Maksutku itu, kita akan duduk di tempat itu! Gitu, Camelia!...."

"Ooooo...."

"A o aja!"

"Oke, ayo duduk di sana!"

"Iyah, ayo!"

Kita berjalan ke sana. Sampai di sana, kita duduk berdua bertatapan. Tak lama kemudian, ada pelayan yang menawarkan pesanan. Aku dan kakakku memesan Ice Chocolate Oreo sama Cake Red Velvet dua.

"Dek!" Ucap kakakku.

"Iya, kak?" Ucapku.

"Kamu udah nggak pacaran lagi kan?"

"Kenapa emang, kak?"

"Nggak, nggak papa kok. Kamu kan habis putus sama Arvin beberapa bulan yang lalu? Sekarang ada yang deketin kamu, nggak? Serius, jawab jujur!"

"Iya, emang beberapa bulan yang lalu aku habis putus sama Arvin. Tapi, sekarang belum ada yang deketin."

"Emangnya kakak SMA nggak ada?"

"Nggak ada, adanya temen-temenku SMP yang nembak aku."

"Siapa?"

"Eros sama Arya."

"Ha? Seriusan lo? Masa Eros sama Arya suka sama elo!"

"Ya, nggak tau sih kak. Tapi, mereka berdua suka chatt dan telpon aku terus dari dulu. Aku sih nggak berharap mereka berdua suka sama aku."

"Oooo, gitu. Eh, tapi kalau dilihat-lihat sih iya! Kayaknya suka deh sama kamu! Ya, nggak?"

"Udah ah, jangan bahas itu nggak penting! Mending bahas yang lain aja! Gimana, kak?"

"Iya, deh. Terserah elo! Eh, tapi elo sekarang nggak cinta sama Arvin kan!?"

Kak Elano melihat Kak Kiano sedang duduk di cafe bersama aku. Dia pun berhenti berjalan dan datang menghampiri kita berdua yang sedang asik berbicara. Sebenarnya Kak Kiano nggak tau, kalau ada Kak Elano sedang lewat. Karna kakakku hanya melihatku saja.

"Kak!" Ucap Kak Elano.

"Kayak ada yang manggil! Tapi, emangnya manggil aku apa orang lain ya?" Ucap Kak Kiano bertanya kepadaku.

"Enggak tau juga, kak." Ucapku, lalu kakakku melihat ke kanan kiri. Aku hanya melihat kakakku saja.

"Kak Kiano?" Ucap Kak Elano.

"Eh, Elano! Aku kirain siapa? Sini duduk di sini!" Ucap kakakku menujuk kursi yang ada di sampingnya. Tepatnya ada 4 kursi di situ.

"Iya, kak. Maaf, aku jadi ngagetin kakak?" Ucap Kak Elano.

"Nggak kok, kamu nggak ngagetin kakak. Tapi, cuma ngejutin kakak doank." Ucap kakakku membuat kita bertiga tertawa.

"Hehehe, maaf kak? Eh, btw kak. Itu siapa, kak? Pacar kakak?" Ucap Kak Elano membuat aku kebingungan.

"Siapa maksutmu? Dia?" Ucap kakakku menunjuk ke arahku.

"Iya, kak. Dia siapa, kak? Pacar kakak, ya?"

"Ha? Pacar? Ya, nggaklah. Masa dia pacarku." Ucap kakakku membuat aku menoleh ke Kak Elano.

"Kamu!?" Ucap Kak Elano menatapku heran.

"Kalian berdua udah saling kenal, ya?" Ucap kakakku.

"Nggak kok, kak. Cuma pernah bicara berdua aja!" Ucapku jujur.

"Hah? Berdua? Maksutmu bicara cuma kalian berdua doank, gitu!?" Ucap kakakku bingung.

"Iya, kak." Ucapku dan Kak Elano bersamaan.

"Dimana kalian berduaan? Eh, maksut kakak ketemunya?" Ucap kakakku.

"Di sekolahan, kak." Ucap Kak Elano.

"Ooo, di sekolah. Kirain di cafe, restoran, atau toko gitu?" Ucap kakakku.

"Iya, kak." Ucap Kak Elano.

"Udah saling kenal apa belum?" Ucap kakakku.

"Udah kenal namanya doank kak." Ucap Kak Elano.

"Ooo, iya udah. Kakak kenalin ya sekarang?" Ucap kakakku.

"Iya, kak." Ucap Kak Elano.

"Ini itu adek kandungku namanya Camelia dan kalau dia itu Elano adek kelasku." Ucap kakakku. Pertama menunjuk ke arahku lalu ke Kak Elano.

"Ooooo....." Ucapku bersamaan dengan Kak Elano.

"Ho o, Elano itu bisa dibilang sahabatku. Dia sering main sama aku dan teman-temanku. Dia anak yang baik. Dia punya sahabat juga teman sekelasnya yaitu Jony. Tau, nggak?" Ucap kakakku bertanya kepadaku.

"Enggak." Ucapku.

"Ya, udahlah. Nanti juga kenal-kenal sendiri." Ucap kakakku.

Lalu, ada pelayan yang melayani datang membawakan pesananku, Kak Kiano dan juga pesanan Kak Elano. Dia memberikan ini langsung pergi. Pelayan itu sangat hafal dan kenal akrab dengan kakakku dan juga Kak Elano. Dia hanya meninggalkan satu kedipan mata kepada Kak Kiano dan Kak Elano.

"Eh, Kak Doni kok nggak mampir duduk di sini?" Ucap kakakku.

"Iya, kak duduk sini bentar gitu?" Ucap Kak Elano.

"Enggak nanti aja! Aku mau nganterin pesanan dulu." Ucapnya sambil jalan.

"Oke, aku tunggu!" Ucap kakakku.

"Iya, bentar lagi." Ucapnya.

"Oke, kakak." Ucap kakakku bersamaan dengan Kak Elano.

"Eh, No! Kamu ngapain di sini?" Ucap kakakku.

"Jalan-jalan kak, kan kalau di rumah terus nggak enak. Nggak ada temennya lagi." Ucap Kak Elano.

"Ooo, iya. Kamu kan anak tunggal." Ucap kakakku.

"Iya, kak. Emm, dia seriusan adek kakak?" Ucap Kak Elano.

Ha?

Gumanku dalam hati. Soalnya dari tadi aku hanya mendengarkan mereka berdua bicara terus.

"Ya, iyalah. Masa iya iya donk! Kenapa emang? Cantik, ya?" Ucap kakakku membuat aku ingin muntah.

"Nggak, nggak papa kok kak. Iya sih, cantik. Tapi....." Ucap Kak Elano.

"Tapi, apa?" Ucap kakakku.

"Tapi dia mah cantiknya kelewatan." Ucap Kak Elano yang membuatku terkejut.

"Dasar kau! Dari mana kamu bisa ngomong kayak gitu? Udah bisa ngodain cewek ya, sekarang?" Ucap kakakku.

"Emang dulunya nggak?" Tanyaku membuat mereka berdua melongo.

"Iya, dia itu anak baik-baik. Sampai-sampai dia di tonjokin temennya nggak bales apapun!" Ucap kakakku membuat aku ingat dengan kejadian saat Kak Elano berdarah di sekolah kemarin lusa.

"Apaan sih, kak! Kok itu di omongin juga." Ucap Kak Elano malu.

"Sebentar, jadi kakak itu..." Ucapku terpenggal ketika Kak Doni datang di sampingku.

"Hai! Ganggu, nggak?" Ucapnya.

"Nggak kok, kak." Ucap kita bertiga bersamaan.

"Ya, udah lanjutin ngomongnya." Ucapnya.

"Enggak kak, udah selesai kok." Ucapku.

"Seriusan? Terus kakak ke sini naik apa ya?" Ucapnya.

"Narik bajai!" Ucap Kak Elano asal-asalan membuat kita semua tertawa.

"Masa narik bajai, masih enakan narik angkutlah! Gimana?" Ucapnya.

"Naik angkut, kak. Bukan narik angkut!" Ucap kita bertiga bersamaan lagi.

"Iya, iya. Santuy donk. Kan kakak bercanda." Ucapnya.

"Oke" Ucap kakakku. Sedangkan aku dan Kak Elano hanya mengganggukkan kepala saja.

"Dia siapa?" Ucap Kak Doni sambil menunjukku.

"Dia adekku." Ucap kakakku.

"Serius? Itu adek beneran atau adek-adekan?" Tanya Kak Doni.

"Adek kandunglah kak! Masak adek-adekan!" Ucap kakakku.

"Emang bener?" Tanya Kak Doni menatapku.

"Iya, kak." Ucapku.

"Ooo, berarti bener!" Ucap Kak Doni.

"Kakak kira aku boong gitu ke kakak?" Ucap kakakku.

"Enggak, siapa tau aja kamu boong. Kakak cuma mau mastiin doank kok!" Ucap Kak Doni.

"He em!" Ucap kakakku.

"No! Kok sendirian? Mana Jony?" Ucap Kak Doni.

"Nggak tau, kak. Soalnya aku nggak hubungi dia kalau aku kemari." Ucap Kak Elano.

"Oh, sendirian gitu?" Ucap Kak Doni.

"Aku rasa, aku sering lihat adekmu deh!" Ucap Kak Doni menatap kakakku.

"Ha? Seriusan, kak? Kakak lihat adekku dimana? Sama siapa kak adekku?" Ucap kakakku.

"Dimana emang, kak?" Ucap Kak Elano ikut-ikutan.

"Masa sih, kak? Aku kok nggak lihat kakak?" Ucapku bingung.

"Iya, kamu kan yang sering datang ke sini sama anak laki-laki itu kan? Siapa ya? Lupa aku namanya. Aaaa entahlah aku nggak tau!" Ucap Kak Doni.

"Aaaa, siapa kak?" Ucap Kak Elano.

"Arvin maksut kakak?" Ucap kakakku.

"Kayaknya sih! Aku nggak tau, tanya aja sama adekmu." Ucap Kak Doni.

"Siapa, dek? Arvin? Atau yang lain?" Ucap kakakku menaikkan salah satu alisnya.

"Iya, Arvin. Aku kesini sama Arvin biasanya." Ucapku jujur.

"Ya, elah! Berduaan gitu?" Ucap kakakku.

"Iya." Ucapku lalu tersenyum.

"Haduh!" Ucap kakakku sambil menepuk jidatnya.

"Kenapa emang, No?" Ucap Kak Doni.

"No, siapa kak?" Ucap kakakku.

"Ya, kamulah. Masa Elano! Kan nggak mungkin! Sekarang aku tanya, siapa yang punya adek kan kamu? Gimana sih!" Ucap Kak Doni.

"Hehehe, iya kak." Ucap kakakku.

"Jadi, Arvin itu siapa?" Ucap Kak Doni.

"Arvin itu temennya Camelia SMP dan juga dia itu masih saudaraku. Tapi, saudara jauh banget." Ucap kakakku.

"Maksutnya Arvin itu rumahnya jauh gitu?" Ucap Kak Doni membuat aku dan kakakku nyegir.

"Bukan, Arvin itu saudaraku dari nenek moyangku. Gitu, kak." Ucap kakakku.

"Ha? Nenek moyang? Yang bener aja! Masa dari nenek moyang!" Ucap Kak Doni.

"Maksutku itu dari neneknya nenekku gitu!" Ucap kakakku.

"Oh, udah itu makanan sama minumannya dimakan dan diminum. Nanti keburu dingin." Ucap Kak Doni.

"Ini mah udah dingin, kak. Tapi, ada yang lebih dingin." Ucap Kak Elano.

"Apa emang?" Ucap Kak Doni dan kakakku bersamaan.

"Tu, dia kan dingin orangnya." Ucap Kak Elano sambil memandangku.

"Aku?" Ucapku spontan bingung.

Ha? Kok jadi aku sih! Kenapa aku yang kena? Kan juga salah merrka bertiga ngomong sendiri! Jadinya, aku diem aja! Daripada nanti aku ngomongnya salah gimana? Udahlah, salah mereka pasti! Mentang-mentang aku cewek sendiri! Jadi, nggak diajak ngomong bareng deh! Emang semua laki-laki itu sama!

Gumanku sambil cemberut. Kak Elano terus menatapku sambil minum minumannya.

"Iyalah, siapa lagi?" Ucap Kak Elano.

"Iya, dia diem aja dari tadi." Ucap Kak Doni.

"He em, iya itu." Ucap kakakku.

"Mungkin lagi sariawan atau nggak sakit gigi mungkin?" Ucap Kak Doni.

"Ngarang aja! Ya, nggaklah. Lihat, Camelia lho minum es gitu kok sakit gigi atau sariwan! Ada-ada Kak Doni ini." Ucap kakakkku.

"Iya, juga sih! Lha, terus apa donk?" Ucap Kak Doni.

"Mungkin nggak mood." Ucap kakakkku.

"Bukan, kak. Dia itu bukan nggak mood, tapi nggak ada yang ajak bicara gitu." Ucap Kak Elano yang tau semua isi pikiranku.

"Dari mana lo tau, No?" Ucap Kak Doni.

"Dari matanya." Ucap Kak Elano keceplosan.

"Ha? Emang lo punya mata batin ya? Kok bisa gitu?" Ucap kakakku.

"Enggak kak, cuma asal jawab aja." Ucap Kak Elano malu.

"Wah, Elano? Kamu kok punya ilmu kayak gitu ya? Kamu ndukun ya?" Ucap Kak Doni ngarang.

"Hah? Ndukun? Ya, nggaklah kak. Masa aku ndukun, nggak nggak. Kakak ada-ada aja." Ucap Kak Elano.

"Iya, siapa tau. Ya, nggak?" Ucap kakakku.

"Bener itu!" Ucap Kak Doni.

"Masa sih, kak? Jaman sekarang masih ada ya? Yang kayak gitu?" Ucapku sambil minum minumanku.

"Masih ada, tapi jarang sih!" Ucap Kak Doni.

"Ohh." Ucapku.

"Nggaklah kak, masa aku ndukun sih!" Ucap Kak Elano.

"Iya, iya. Kakak tau kok, kakak cuma bercanda. Ya, nggak kai?" Ucap Kak Doni.

"Iya, bener Kak Doni." Ucap kakakku.

"Tapi, nggak lucu kak!" Ucap Kak Elano kesal sambil cemberut hingga membuat kita bertiga tertawa lirih.