BAGIAN TIGA : Teorema Phytagoras

"Jika engkau ingin hidup senang, maka hendaklah engkau rela di anggap sebagai tidak berakal atau di anggap orang bodoh."

🏅 Phytagoras 🏅

🏅🏅🏅

Kini hanya kami bertiga yang ada di gazebo. Anik sudah kembali ke kelasnya setelah aku membantu mengerjakan tugasnya.

Waktu semakin terpangkas, dan aku belum membantu Sela mengerjakan PR-nya. Dan aku juga belum tahu seberapa banyak tugas itu.

"Mana tugas kamu, Sela?" tanya Reta yang masih setia duduk menungguku.

Hal ini yang membuatku mau berteman dengan Reta, bahkan bisa dikatakan bersahabat.

Ada yang berbeda di dalam diri Reta. Bukan magic ataupun hal unik lainnya, melainkan kesetiaan dan kebaikannya.

Cewek dengan panjang rambut sepunggung dan selalu mengikatnya ala pony tail tidaklah sepandai siswa lain di kelas. Dia jauh dari siswa berprestasi dia sekolah.

Dia juga tidak termasuk ke dalam 20 besar peringkat di kelas. Dan sekali lagi aku katakan, aku tidak mempermasalahkan hal itu. Aku suka dengan sifat Reta, dan aku mau berteman dengannya.

Kami berteman sudah lebih dari satu tahun. Yaitu ketika penerimaan siswa-siswi baru SMP Kita Bisa. Ketika ia menawari tempat duduk di kelas kepadaku.

Aku beruntung memiliki sahabat seperti Reta. Dia tidak pernah menyusahkanku. Bahkan ketika ada tugas, dia selalu berusaha semampunya dan jika ia tidak tahu dan otaknya sudah buntu barulah dia bertanya kepadaku. Tidak seperti siswa lain, yang langsung bertanya kepadaku ketika ada tugas. Berbagai alasan keluar dari bibir mereka agar aku percaya.

Sela yang sedari tadi menunggu pun membuka halaman bukunya. Matematika.

Aku menggeser buku itu agar bisa melihat lebih jelas. Dari angka dan beberapa gambar yang tertera aku tahu ini adalah materi teorema phytagoras.

"Tolong kerjain ya, Kay. Aku gak tau bagaimana cara mengerjakannya," pinta Sela.

Aku tersenyum, terpaksa. "Iya, materi ini lumayan sulit kok. Aku coba bantu mengerjakan ya," jawabku berbohong. Dalam matematika tidak ada yang sulit asalkan mau berlatih.

Ada dua puluh soal essay dan waktu hanya ada 4 menit 31 detik. Astaga! Tidak mungkin aku mengajari dan memberi tahu cara serta rumus yang ada. Waktunya tidak akan cukup. Dan resikonya kami akan terlambat masuk ke kelas.

"Hilih, mitiri ini limiyin silit kik, Iki cibi binti mingirjikinnyi. Hellow, sejak kapan materi beginian Kayla bilang sulit," komentar Reta yang disambung dengan kekehan kecil.

Aku menimpuk lengannya. Astaga Reta! Bisakah kamu diam hah?! umpatku kesal. Aku mengatakan itu agar Sela tidak tersinggung, dan aku juga tidak mau menyombongkan diri dengan menganggap semua materi pelajaran SMP sangat mudah.

"Apaan sih, Ta. Gaje ih kamu," balasku. "Mending kamu ke kelas aja deh. Daripada nanti telat dan diomelin Bu Maya"

Reta menggeleng tegas. "Enggak, sebelum kamu selesai membantu mengerjakan tugas Sela."

Aku tersenyum. Dia baik. Selalu mengedepankan pertemanan daripada sebuah omelan ataupun hukuman. "Ya sudah terserah kamu aja."

"Udah gih, kerjain tuh tugas."

Oke. Siyap laksanakan.

Aku mulai membaca soal nomor satu. Penerapan triple phytagoras dalam bidang segitiga. Begitu juga dengan nomor seterusya hingga nomor 8.

"Ini menggunakan rumus a²=b²+c²." Aku menulis rumus tersebut di bagian atas buku milik Sela. "Ataupun kalau kamu sudah hafal dengan bilangan-bilangan triple phytagoras kamu bisa langsung menghitungnya."

Sela mengangguk-angguk, entah paham atau tidak. "Tapi aku belum hafal sama bilangan-bilangan itu. Palingan cuma hafal tiga, empat, sama lima doang."

"Gapapa, asal kamu mau berlatih lama-lama kamu juga hafal sendiri kok. Ingat, pelajaran matematika itu bukan dihafal tetapi diterpakan dalam latihan," ujarku menyemangati.

"Kayak soal ini nih, kan diketahui dua sisi segitiga siku-siku, sedangkan satu sisinya tidak diketahui. Lima, dua belas. Dan sisi ini pasti tiga belas. Kalau gak percaya coba terapkan rumus ini. Pasti benar."

"Oke, oke. Soal selanjutnya sih?"

Entah Sela paham atau tidak, tapi selalu satu hal yang aku inginkan ketika mengajari orang lain. Orang tersebut paham dan mau menerapkan di latihan selanjutnya.

Delapan soal telah selesai aku jelaskan kepada Sela. Dan hampir semua soal aku yang mengerjakannya. Sedangkan Sela hanya ber-oh ria ataupun mengangguk.

Aku membaca soal nomor sembilan dan hendak mengerjakannya, namun ada hal yang menghentikan aktivitasku. Dengarlah! Bell masuk sudah berdering. Dengan terpaksa aku harus menyudahi kegiatan mengerjakan PR ini.

"Ayolah, Kay. Aku enggak mau dihukum sama Bu Endah. Lagian ini juga baru bell kok, guru-guru belum pada masuk kelas. Please," rajuk Sela yang ketiga kalinya.

"Iya Kayla, kan pelajaran pertama kita bahasa Indonesia. Bu Maya juga gak bakal marahin kita kok," tambah Reta mendukung Sela.

Aku yang sedari tadi mengatakan jika ini sudah waktunya masuk pun mengalah. Oke, dua lawan satu. Aku mengalah.

Aku yang duduk di tepi gazebo pun mengurungkan niat untuk memakai sepatu. "Tapi langsung jawabannya aja ya. Caranya kapan-kapan aku jelasin kalau kamu belum paham," kataku kembali memandang soal dan kembali ke posisi awal.

"Oke. Terima kasih, Kayla, Reta."

"Gak papa, kita kan sebagai manusia harus saling membantu," balas Reta, dan dia masih setia menungguku. Aku sudah malas memerintah Reta untuk kembali ke kelas. Pasti jawabannya tetap sama. Menolak.

Sepuluh menit cukup untuk mengerjakan 12 soal teorema phytagoras yang tersisa ini.

Aku menyobek kertas tengah buku Sela setelah meminta izin kepada empunya. Mulai mengerjakan soal dengan caraku sendiri agar lebih cepat.

Satu dua soal aku tidak memerlukan oret-oretan untuk menyelesaikannya. Empat lima, seterusnya hingga nomor lima belas.

Tujuh soal telah aku kerjakan dalam waktu lima menit. Lanjut ke soal selanjutnya. Nomor 16.

Aku mulai memerlukan kertas untuk menggambar bentuk segitiga siku-siku. Penerapan teorema phytagoras dalam bangun ruang.

Balok, kubus, dan kerucut. Hingga sampai nomor delapan belas, sesorang tiba-tiba duduk di gazebo.

Mataku melirik sekilas ke arah orang itu. Murid laki-laki. Entah apa tujuannya, aku kembali fokus ke soal milik Sela.

"Ada yang sedang asik mengerjakan tugas nih. Aku boleh gabung kan?" tanya laki-laki itu, sok akrab.

Mataku melirik ke arah Sela dan Reta. Kedua alis mereka terangkat, saling tatap dan mengangkat bahunya bersamaan. Aku paham. Kedua gadis ini juga tidak mengenal siapa lelaki yang dengan santainya duduk di gazebo ini.

"Kamu siapa ya? Kok aku gak kenal sama kamu. Kakak kelas 9 kah?" tanya Reta berinisiatif menanyakan hal itu.

"Oh, sorry. Namaku Randy Martin. Iya, Aku kakak kelas kalian. By the way, aku boleh lah bertanya soal-soal Ujian Nasional ke kamu, dek Kayla."

Astaga! Lelaki ini bahkan mengenalku. Segitu terkenalkah diriku di SMP ini?

"Eh? Tapi ini kan udah bell masuk, Kak," ujarku setelah mengerjakan soal nomor delapan belas dan sembilan belas.

"Iya, Kak. Nanti kalau Bu Guru menghukum kami gimana, Kak? Mending Kaka masuk ke kelas deh. Siapa tau teman Kakak ada yang sudah paham materi yang Kaka belum paham," ujar Sela. Terus apa kabar dengan tugasmu ini, Sela? Apakah teman kamu tidak ada yang paham?

"Lah. Kan pelajaran kelasku bahasa Indonesia. Bu Maya kan gak mungkin marah. Apalagi sama Kayla."

Astaga Reta! Kenapa kamu mengatakan kalimat itu?!

Mataku melotot kearah sahabtku itu, memberikan pesan tersirat, kenapa kamu mengatakan itu!

Reta yang paham pun menunduk, "maaf," ujarnya lirih.

"Nah tuh. Bener kata siapa namanya. Reta. Ah iya, bener tuh kata Reta. Bu Maya itu guru yang baik, cantik, muda lagi. Gak akan guru ini ngasih hukuman sama kalian. Apalagi sama anak terpintar di SMP Kita Bisa."

Oke, aku tidak bisa apa-apa selain mengalah. Aku tidak mau ada kata-kata tak pantas yang masuk ke telingaku.

Randy melihat buku soal milik Sela. "Tinggal satu soal lagi juga. Setelah ini ajari aku ya, Kayla."

Tidak ada penolakan yang bisa aku lemparkan. Dia Kakak kelasku. Tidak sopan jika pilih kasih kepada sesama manusia.

Aku mengangguk lemah, "iya, Kak. Setelah soal Sela selesai ya, Kak."

"Nah gini dong. Adik kelas idaman. Baik, cantik, pinter, menghormati Kakak kelasnya lagi. Aduh, kalo saja aku belum punya pacar, sudah aku geber kamu, dek."

Untuk kalimat terakhir, aku tidak mendengarnya. Sumpah, aku tidak mendengarnya. Suerrr.

-To be Continued-

A/n: Terima kasih sudah membaca cerita Please, don't forget me. Semoga kalian suka dengan part ini.

Dan jangan lupa untuk menekan tombol bintang dan memberikan komentar untuk part ini.

Thank you and see you on next chapter :)

Salam, Nu_Khy