REUNI

Luna berdiri terpaku menatap wajah Darren, tampak jelas kini lelaki itu bukan lagi anak remaja yang liar dan brutal seperti dulu namun kedewasaan dan kesabaran hadir di wajah yang semakin menawan di depan matanya. Luna semakin merasa jarak dan level mereka berdua semakin jauh dan tinggi bagai langit dan bumi. Luna sadar dirinya hanyalah kerikil kecil di pinggir jalan berdebu yang bahkan tak akan disadari oleh pejalan kaki apa lagi seorang Darren yang berkilau dan bersinar seperti permata.

"Luna...? Luna...? hei..." gadis itu hanya diam tak bergeming.

Sentuhan lembut di bahu Luna akirnya menyadarkan gadis itu, entah sudah berapa kali Darren memanggil manggil namanya, namun gadis itu hanya terpaku menatap Darren.

Saat Luna tersadar, wajahnya memerah dan menunduk tersipu malu. Entah apa saja yang dipikirkannya tadi, sampai dia tak sadar memandang Darren begitu lama. Andai saja dia bisa berubah menjadi bayangan, Luna berharap dia bisa segera menghilang saking malunya. Darren yang menyadari hal tersebut tersenyum bahagia, "Luna ada apa? apa kau begitu merindukanku?" Darren malah menggoda Luna yang sudah semakin menunduk malu. Mendengar Darren yang menggodanya Luna lalu mencoba menguasai dirinya walaupun semu merah muda di pipinya tidak dapat berbohong bahwa dia sangat malu saat itu.

"Aku hanya tidak percaya bahwa aku bisa bertemu denganmu lagi Darren" jawab Luna. "Aku belum sempat mengucapkan banyak terimakasih atas semua bantuanmu padaku". Darren semakin tersenyum mendengarnya, "Kau punya banyak waktu untuk mengucapkannya padaku sekarang". "Bagaimana kalau sekarang kita makan dulu, kurasa perutmu sudah kalaparan". Darren kembali menggoda Luna, dia begitu bahagia bisa kembali bertemu dan menggoda Luna cinta pertamanya.

Luna yang memang merasa sangat lapar mengikuti ajakan Darren, walau hatinya was was berapa makanan yang harus dia bayar karena setuju ikut dengan Darren yang tentunya memiliki banyak uang dan pasti terbiasa makan makanan enak di restoran mahal.

Dengan tetap menunduk Luna berjalan mengikuti Darren sambil tangannya yang masih digenggam erat oleh lelaki tegap di depannya, hangat tangan pria itu menjalar ke dalam hati Luna dan terasa sangat tulus. Dia tidak pernah merasakan lagi kehangatan dan perhatian oranglain yang tulus padanya apa lagi dari seorang lelaki tampan seperti Darren. Luna tiba tiba merasa malu dan menggeleng gelengkan kepalanya sendiri, entah apa yang aku pikirkan ya Tuhan apa aku memang seorang gadis kesepian yang menyedihkan kenapa perhatian kecil saja sudah membuatku besar kepala. Luna merasa rendah diri sadar akan posisinya, dia kembali memasang tembok tinggi untuk pertahanan dirinya agar tidak merasa terluka. Lebih baik tidak menggantungkan harapan yang terlalu tinggi dari pada nanti sakit sendiri karena tidak bisa mencapainya batin Luna.

Darren yang sadar kalau Luna melamun dan tidak fokus membiarkannya saja, karena dia pun dalam keadaan yang sama. Pikirannya terbang ke mana mana, yang pasti Darren merasa sangat bahagia karena saat dia memutuskan kembali ke negaranya dia bisa bertemu kembali dengan gadis yang sangat dirindukannya.

Tidak bayak perubahan yang tampak dari Luna, wajahnya semakin cantik dan mencerminkan kedewasaan dan kelembutan. Tubuhnya masih seperti dulu mungil dan imut tapi kali ini Luna tampak lesu dan kurus. Kulitnya memang putih tapi kali ini Darren merasa Luna sedikit pucat terutama bibirnya dan matanya yang sembap. Pancaran mata Luna, ya Darren merasa tatapan mata Luna tidak seperti dulu lagi. Redup dan layu, entah apa yang terjadi pada dirimu Luna. Mengapa pusaran waktu tidak memberimu kebahagiaan, tapi Darren telah berjanji dalam hatinya akan menjaga dan melindungi Luna bagaimanapun caranya agar gadisnya bisa merasakan bahagia.

##########

Luna dan Darren sudah duduk di rooftoop cafe itu, entah lewat jalan mana tadi Luna tidak ingat karena pikirannya sudah melayang entah ke mana.

Saat ini Luna merasa luar biasa, pemandangan malam yang indah ditambah bintang di langit yang entah kenapa tampak luar biasa dari biasanya. Apa karena ada pria tampan di sampingnya atau karena tempatnya yang nyaman, Luna merasa takjub.

Darren memandang wajah Luna yang tersenyum menatap langit, tak terasa bibirnyapun ikut tertarik membentuk senyuman puas melihat Luna tampak bahagia. Darren bersyukur memiliki cafe ini yang awalnya hanya dianggap iseng iseng karena kecintaan Darren pada kopi, ternyata dua hal yang disukainya bisa bersatu di tempat ini yaitu kopi dan Luna 😇

"Hei, mau makan apa? "

Pertanyaan Darren menyadarkan Luna yang dari tadi menatap langit.

"Oh... apa saja, eeemmm..."

"air putih saja kurasa dan sandwich kalau ada? " suara Luna terdengar ragu dan pelan, dalam hati Luna takut harga makanannya mahal di cafe ini. Sudah beruntung Darren tidak mengajaknya makan di tempat lain yang bisa jadi restoran mewah dengan harga makanan fantastis.

Darren tau apa yang dipikirkan gadis kurus ini, dia kemudian memanggil pelayan dan memesan sesuai yang diminta Luna. Darren menambahkan pesanan steak daging, susu hangat dan salad.

"Bagaimana kabarmu Luna? Aku sangat merindukanmu" Darren kembali menggoda Luna.

"Baik baik saja, bagaimana denganmu? " semu merah muda menghiasi pipi Luna yang tampak pucat, Darren tersenyum manis sekali melihat gadis di depannya itu. Kenapa dia tampak imut sekali pikir Darren.

"Ceritakan tentang dirimu selama ini Luna" Darren ingin sekali mendengar suara Luna lebih lama dan memandangi wajah cantiknya.

"Tidak ada yang spesial Darren, seperti orang lain umumnya" Luna kembali menunduk malu di tatap Darren dengan intens.

Saat jeda waktu hening di antara mereka, pelayan datang menyelamatkan batin Luna. Makanan yang dipesan tadi datang, Luna mulai makan sandwichnya sedangakan Darren hanya duduk kembali menatap Luna.

"Kenapa tidak dimakan Darren? "

"Aku sudah kenyang, makanlah jangan pedulikan aku"

Bagaimana tidak memperdulikanmu sedangkan kedua bola matamu menatapku tanpa berkedip, batin Luna mengeluh tapi dia tidak berani mengungkapkannya takut Darren akan tersinggung.

Luna mengunyah sandwichnya seperti sedang mengunyah ikan yang takut durinya mengenai tenggorokan, dia tidak nyaman saat makan dipandangi seperti itu oleh Darren. Luna berdehem, berharap Darren paham pandangannya itu sangat mengganggu.

Tiba tiba Darren tertawa lepas, membuat Luna terlonjak kaget. Respon Luna tambah membuat Darren semakin tidak bisa menahan tawanya.

"Ya ampun, maapkan aku Luna membuatmu kaget" sambil masih menahan tawa Darren mengusap ujung matanya yang berair karena tertawa. "Andai kau sebuah boneka sudah kubawa pulang dan kupandangi sampai besok pagi Luna".

Luna hanya menggeleng gelengkan kepalanya, Darren pasti sengaja mengerjaiku batin Luna. Tidak sengaja bibirnya manyun dan matanya menatap tajam ke arah Darren, Luna merasa Darren harus merasakan pembalasan darinya. Sedangkan Darren yang mendadak ditatap tajam oleh Luna kaget setengah mati, jangan jangan gadis imut di depannya itu benar benar marah. Kenapa tiba tiba Luna menatapnya dengan berani dan memasang wajah marah walaupun bagi Darren wajahnya malah tampak semakin imut dan menggoda. "Oh tidak, maapkan aku Luna. Apa kau marah padaku? "

"Kau pasti mengerjaiku!" Luna sengaja membuat suara rendah namun tegas, supaya Darren tau dia sedang marah.

Habislah aku batin Darren, tidak biasanya Luna marah dengan tingkahnya. Dimasa yang lalu apapun yang dilakukan Darren tidak akan membuat Luna marah, apakah Luna sudah berubah sekarang? Atau dirinya saja yang memang tidak mau menerima bahwa waktu telah berubah? Darren tampak putus asa.