Kegiatan mapelcaku selesai, dan entah kenapa aku tak bisa mengingatku, sekeras apapun alu mencoba, aku tetap tidak bisa mengingatna.
Memaauki akhri Desember saya diajak mengikuti kegiatan Saka Wanabakti di Arboretum, Cibubur and really aku sangat surprise banget karena kegiatan ini menyenangkan, amat sangat menyenangkan.
Wanabakti ini adalah salah satu satuan karya dalam Gerakan Pramuka dibidang kehutanan, yang menciptakan kader-kader dalam membantu kegiatan pembangunan/pelestarian hutan. Awalnya kegiatan ini tidak begitu menyenangkan agak membosankan karena materi-materi diruangan agak berat untukku sehingga kantuk menyerangku hee...
Tapi setelah kegiatan malam, ada sharing bareng, becanda bereng apapagi kegiatan paginya, ada prusiking dan flyingfox waaaaahhhhh sangat menyenangkan. Oya, sekedar pengetahuan dasar saja untuk yang belum tahu prusiking, prusiking itu sebuah kegiatan menaiki atau memanjat sebuah tali (carmantel) dengan bantuan dua buah tali kecil (prusik) beserta peralatan yang mendukungnya.
Sementara flying fox aku yakin banyak yang sudah tahu mengenai flyingfox karena sekarang hal itu sudah beredar d khalayak ramai, secara singkatnya sih kegiatan meluncur di ketinggian.
Kegiatan yang menyenangkan itu terasa cepat, tiga hari kami pelatihan akhirnya tiba saatnya untuk berpisah dengan teman-teman baruku.
Selesainya kegiatan di Cibubur menandakan kembalinya aku ke sekolah, tak banyak yang terjadi karena kegiatan pramukaku hanya rabu dan jumat saja, namun menurutku, itulah pramukaku, meski banyak sekali perbedaan dengan masa-masa pramukaku di SMP, tetap saja menurutku pramuka tetap menyenangkan, karena boring tidaknya pramuka, tergantung pada orang yang menjalaninya.
***
Seminggu setelah kegiatan di Cibubur,aku diundang untuk pembinaan selama enam bulan di Saka Wanabakti Kota Bogor dan aku menyambutnya dengan senang hati. Kegiatan-kegiatan pembinaan itu benar-benar memberikan banyak pengetahuan baru tentang kehutanan pastinya, dimana aku jadi tahu bagaimana cara menghitung luas hutan, bagaimana menjaga hutan, apa penyebab kebakaran hutan yang dulu aku sama sekali tidak mengetahuinya. Dan beberapa pengetahuan yang penting juga, tentang Survival, Navigasi Darat, PPGD, Climbing dan tentunya masih banyak lagi. Namun satu hal yang paling utama, aku belajar untuk berbicara didepan banyak orang. Meski aku memang cepat bergaul dengan banyak orang, tapi untuk berbicara di depan, untuk mengungkapkan pendapat, aku sama sekali tidak PD. Namun karena Wanabakti aku mulai terbiasa.
Setelah menjalani latihan selama 6 bulan, kami para Calon anggota Saka Wanabakti pun mengikuti DIKLAT (Pendidikan dan Pelatihan), Dimana di diklat ini kami mengaplikasikan semua materi yang kami dapatkan selama 6 bulan, tapi tentu saja sebelum Diklatpunkami beberapa kali mempraktekan semua materi yang kami dapat. Selama 4 hari 3 malam, kami memasuki TNHS jalur ciapus, kamj memulai perjalanan dengan melakukan Navdar di titik 720, mencari lokasi kami di peta dan bergerak sesuai dengan koordinat yang panitia berikan, melewati tanjakan dan turunan yang curam, sehingga ketelitian dan kehati-hatian diperlukan dalam perjalanan menuju camp 1. Banyak drama yang terjadi di hari pertama ini, mulai dari teh wawa memegang pohon yang penuh ulat, tas cerier yang dilepas hingga susah menariknya keatas, dan golok yang hilang. Di camp pertama kami membuat bivoac sintetis dari lembaran plastik atau terpal dan ada juga yang membuatnya dari polybag karena tak punya lembaran plastik hingga hasilnya hanya bagian kepala dan badan saja.
Di hari kedua, kami memulai kegiatan dengan shalat subuh berjamaah, tentunya dari hari pertamapun kami tidak melupakan kewajiban-kewajiban kami sebagai seorang muslim mulai dari djuhur, asar, magrib dan iya.
Setelah sarapan dan merapikan bivoac, kami memulai perjalanan dengan navdar sambil melakukan simulasi SAR (Search and Rescue). Lalu kami melihat seseorang yang tersangkut di akar gantung d tebing, dengan para senior yang saling bahu membahu menyelamatkannya. Simulasi ini seperti nyata, hingga kami juga ingi membantu semaksimal mungkin, mulai dari membuat tandu darurat dan berinteraksi dengan korban lalu mengankatnya dengan tandu setelah mengobati korban sesuai dengan keluhan korban lalu membawanya ke Camp 2.
Di camp 2 kami mulai melakukan Survival, dimana panitia memberikan jatah makanan dan minuman untuk hari ini, sehingga kami belajar mengatur agar tidak menghambur hamburkan makanan dan minuman. Selain itu kami membuat bivoac Alam, dengan bahan-bahan seadanya karena tidak banyak tumbuhan berdaun lebar, hanya ada pohon rasamala dan tumbuhan paku pakuan saja.
Dengan terbatasnya waktu pembuatan bivoac akhirnya saya membuat bivoac kecil yang muat untuk diri saya sendiri, sementara carier yang saya bawa di simpan di samping antara pohon dan bivoac agar tidak kehujanan kalau.kalau hujan nanti.
Setelah makan malam dan evaluasi kami beristirahat mengumpulkan tenaga untuk esok hati. Namun ketika dini hari betapa terkejutnya kami ketika peluit berbunyi yang menandakan kami harus berkumpul. Saat itu saya agak kesulitan melepaskan raincoat yang saya pakai karena kedinginan. Butuh waktu hingga 10 hitungan, padahal saya lumayan dekat dengan titik berkumpul. Akibatnya kami mendapatkan seri karena keterlambatan kami hingga 20 seri karena salah satu teman kami susah untuk dibangunkan.
Di hari ke tiga, seperti biasa kami mulai dengan shalat subuh berjamaah, kemudian olahraga dan sarapan. Di hari ini panitia juga menjatah makanan juga minuman untuk kami, membuat kami memperbaiki kesalahan yang kami lakukan kemarin, dimana kami tidak bisa menghemat air yang di berikan. Jadi hari ini kami berusaha sebaik mungkin mengaturnya.
Hari ketiga ini adalah hari yang cukup berat, karena lelah yang kami rasakan juga jalur yang lumayan menanjak dengan beban carrier yang kami rasa tidak berkurang dari hari pertama, padahal secara logis seharusnya beratnya berkurang karena makanan yang sudah dikonsumsi hampir setengahnya.
Dengan semangat pantang menyerah, kami masih dalam perjalanan menuju camp 3. Mendekati ashar, kami sampai dan harus membuat bivoac alam. Saat selesai, betapa terkejutnya kami ketika melihat bivoac Ka Didi yang besar dan kokoh, berbeda dengan kami para wanita yang membuat bivoac dengan tenaga yang tersisa sehingga bivoac kami memiliki banyak kekurangan. Sampai sampai bivoac ka Reni langsung rusak ketika tersenggol panitia, sementara bivoac ku sendiri langsung bolong ketika salah satu panitia melempar batang kayu yang lumayan besar. Melihat bivoac yang hampir hancur milik kami, ka Didi segera membongkar bivoacnya, kemudian ikut membuat ulang sesuai waktu yang di sepakati, dan ketika selesai kami saling membantu.
Berbeda dengan malam sebelumnya, malam ini spanitia memanggil satu peserta dan melakukan sesi tanya jawab. Suara jangkring memecah keheningan malam, suara isak tangis samar samar terdengar. Sepertinya pertanyaan yang di ajukan hampir sama, menyangkut orang tua, membuat aku tak berkutik dan perlahan tetesan bening membasahi pipiku yang merah karena kedinginan.
Menjelang pagi, mendekati waktu subuh, kami bergerak cepat membuat jalur sendiri untuk menuju perkemahan. Saat sampai, kami shalat subuh berjamaah, karena sepanjang perjalanan kami tak menemuka lokasi yang cocok untuk shalat.
Di hari ke empat ini kami membayar konsekuensi yang kami dapatkan yang belum terselesaikan. Setelah itu kami sarapan pagi dan mencari badge SWB, badge yang kami idam idamkan.
***