Hati Keysha

Suara nyaring alarm memecahkan kesunyian sebuah kamar yang di dominasi dengan warna pink soft. Jam menunjukkan pukul tiga dini hari, disaat sebagian orang masih terlelap dalam kubangan mimpi setelah sebagian waktu pagi dan malamnya digunakan untuk mencari kesuksesan dunia. Entah apa itu kesuksesan dunia, bagaimana cara mengukurnya, hanya manusia itu sendiri yang tahu.

Gadis itu terduduk sambil mengucek kedua matanya. Mengumpulkan kesadarannya sambil mematikan alarm yang terus saja berbunyi nyaring membangunkan isi kamar itu. Setelah nyawanya terkumpul, disingkap selimut yang membukus tubuh mungil itu. Pijakan kaki terhadap dinginnya keramik dan udara tidak menyurutkan niatnya untuk bermunajah kepada sang Pencipta, mengadu perihal rasa yang berkecamuk beberapa hari ini.

Usai tahajud ia mulai bercerita menumpahkan segala apa yang ada dalam pikiran dan hatinya. Bercerita kepada sang Khalik mengenai kegundahan dan kebingungan yang melanda diri. Apakah menuruti permintaan orang tuanya ataukah mengejar mimpi-mimpinya seperti yang selama ini ia tuang dalam buku mimpi. Jika ia menuruti permintaan orang tuanya berarti mimpi tinggalah mimpi, tapi ia menyayangkan mimpi yang sudah ia susun selama ini, merencanakan apa yang akan ia lakukan kedepannya. Akan tetapi ia mersa berdosa jika tak menuruti keinginan kedua orang tuanya. Terlebih melihat mata abinya yang berkaca-kaca saat memintanya. Ia tak sanggup untuk menolak. Lalu apa kabar hatinya?, apakah akan baik-baik saja?, bisakah sama-sama menerima?.

"Acha...," Panggil Arsyad Abinya.

"Iya, bi. Ada apa?". Menghentikan kegiatannya membaca novel. Ditatapnya wajah orang yang dikasihinya dengan perasaan heran dengan ekspresi abinya yang terlihat bingung.

"Bi?". Panggil Acha untuk ketiga kalinya, karena Arsyad tidak mengatakan sepatah kata apa pun.

"Abi, ada masalah?". Tanya Acha khawatir.

"Abi ingin menjodohkan kamu dengan anak sahabat Abi". Ucap Arsyad akhirnya.

Bagaikan disambar petir disiang bolong Acha terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulut abinya. Bagaimana ia bisa setega itu menjodohkan anaknya dengan anak temannya. Terlebih mengingat bagaimana Acha selama ini hidup dengan mimpi-mimpi yang ingin ia wujudkan.

"Bagaimana,nak?". Tanyanya lagi.

Acha enggan untuk menjawab. Ia hanya diam membisu. Menunduk sedalam-dalamnya.

"Seminggu lagi akan ada acara lamaran. Siapkan dirimu". Ucapnya sambil mengusap bahu Acha.

Mendengar hal itu Acha langsung mendongakan kepalanya, menatap abinya dengan raut wajah terkejut. "Apakah ini serius abi, apakah abi yakin kalau dia jodoh terbaik buat Acha, apa abi yakin kalau dia tidak akan menyakiti hati Acha abi?". Tanyanya dengan air mata mulai membasahi pipinya.

"serahkan semua pada Allah, Ca. Istikharallah agar hatimu mantap!". Katanya sebelum meninggalkan Acha sendirian dalam kamarnya.

Ditatapnya pungung Abinya yang mulai menghilang dibalik pintu dengan tatapan kosong. "Apakah jodoh pilihan Abi yang terbaik, jika memang seperti ini jalan takdirkku ya Allah, bantu aku untuk menerima ketetapanmu ya Allah".

Mengingat percakapanya dengan Arsyad Abinya membuat Acha kembali menjatuhkan air matanya. Hatinya masih ragu, plan mimpi yang sudah ia rencanakan harus berakhir sia-sia setelah dengan susah payah ia rangkai dalam buku bersama sahabatnya.

"Aku tahu Engkau pembuat scenario terbaik ya Allah

Tapi tidak bisakah kau izinkan aku untuk meraih mimpiku

Haruskah kayuhan sepedaku berhenti sampai disini?".

***