Benarlah seminggu kemudian datang seorang pemuda bersama rombongannya. Acha duduk berhadapan dengan Sakha dan Kamila istrinya. Diseberangnya ada seorang pemuda dengan wajah tanpan yang ia tebak sebagai calon suaminya kelak.
"Bisa kita mulai sekarang?". Tanya Arsyad memecah keheningan ruang tamu.
"Silakan, semakin cepat bukannya lebih baik". Timpal Sakha.
"Acha, perkenalkan anak saya, Rendra. Nama lengkapnya Arsakha Virendra Shafwan. Dia lulusan S2 di Cambridge university, sekarang menggantikan saya mengurus perusahaan. Untuk lebih jelasnya kamu bisa membaca CV Rendra, apakah kamu sudah membacanya?". Tanya Sakha diakhir penjelasannya.
Acha menggelengkan kepala dengan polosnya. Hal itu tidak luput dari penglihatan Rendra. "Terlihat menggemaskan". Batinnya.
Arsyad menjawab kebingungan sahabatnya itu. "Aku sengaja tidak memberikan CV Rendra, apalah guna sebuah CV, toh juga mereka akan tetap menikah".
"Bukankah lebih baik kita Tanya perasaan Acha dulu, bi?". Kata Maryam memberi pertimbangan. Ia mengerti sekali perasaan putrinya, tapi bagaimana ia bisa meruntuhkan keras kepala suaminya itu.
"Kamu menerima perjodohan ini kan, nak?". Tanya Arsyad memastikan kembali jawaban dari Acha.
"Bismillahirohmanirrohim, inshaAllah atas Ridho Allah, Acha menerima perjodohan ini". Sontak jawaban Acha membuat semua orang yang ada disana menghembuskan napas lega.
Tanpa sengaja matanya melihat kearah Rendra, terlihat jelas kelegaan dari wajah tampannya. Jangan lupakan senyuman kecilnya mampu membuat jantung Acha berdegup lebih cepat dari biasanya.
"Terima kasih Acha. Telah mau menerima anak tante ini". kata Kamila bahagia, senyumnya tak pernah pudar dari wajahnya, semakin membuatnya terlihat cantik. Mungkin dari sinilah pemilik senyum indah yang sekilas Acha lihat dari Rendra.
Acha mengangguk dan tersenyum. Pandangannya beralih kepada kedua orang tuanya, tercetak dengan jelas raut kebahagian diantara keduanya. Hal itu membuat Acha tanpa sadar tersenyum bahagia. Tentunya pandangan itu tidak lepas dari penglihatan Rendra.
Percakapan diantara keduanya terus berlanjut hingga larut waktu. Keluarga Sakha pamit undur diri setelah melihat jam menunjukkan pukul sebelas malam. Acha menyelami kedua orang tua itu dengan mencium punggung tangan mereka dan menangkupkan kedua tangannya dihadapan Rendra, dan melakukan hal yang sama.
Setelaj kepergian keluarga Sakha, Maryam berucap lirih kepada anaknya. "Apakah kamu yakin dengan keputusanmu itu, apakah itu dari hatimu bukan karena paksaan dari abi?".
Diusapnya tangan maryam dengan lembut. "Acha yakin bu, ini sudah menjadi takdir Acha. Acha hanya meminta doa restu dari umi semoga ini menjadi yang terbaik".