Tersenyum Acha menyambut kepulangan suaminya. Untung saja ia sudah mempersiapkan makan malam. Ia takut sewaktu-waktu Rendra pulang secara tiba-tiba dan ia belum memasak.
"Mas, mau makan atau mandi dulu?". Tanya Acha sambil menenteng tas kerja Rendra.
"Mandi". Jawab Rendra singkat.
Acha mengangguk lalu menyiapkan pakaian ganti milik Rendra manaruhnya disisi tempat tidur. Ia memilih menunggu di meja makan sambil membaca sebuah novel. Novel merupakan pelarian baginya, ketika hatinya merasa sesak, ingin menumpahkan air matanya.
Acha segera menutup buku novel dalam tangannya. Ia segera menuangkan nasi dan lauk pauk buat Rendra lalu untuk dirinya. Mereka makan dalam hening. Seperti biasa selesai makan Acha membersihkan meja makan dan mencuci peralatan makan yang mereka gunakan. Setelah itu, ia melanjutkan merevisi novel. Semenjak ia menyelesaikan studi S1 nya, Acha memilih menjadi editor agar ia bisa mengurus keluarga kecilnya. Menghabiskan banyak waktu di rumahnya. Selain menjadi editor ia juga masih bisa menjadi penulis novel. Seminggu semenjak Rendra tidak pernah pulang membuat ia menambah pekerjaannya menjadi seorang desainer dibantu oleh kakak iparnya. Yang ia lakukan hanya mengirim gambar kepada kakak iparnya itu.
Hening itu yang terasa di dalam kamar itu hanya ada bunyi keyboard laptop Acha yang sedang mengetik. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Mereka diam membisu, mementingkan ego masing-masing. Acha masih terdiam, ia ingin mendengar penjelasan dari suaminya. Tapi itu percuma, tidak ada suara yang keluar dari mulut suaminya. Haruskah ia yang mengalah dan meminta maaf atas kepergian Rendra selama seminggu lebih tanpa kejelasan.
Mungkin kali ini ia yang harus mengalah lagi. Acha menarik napas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Dimatikannya laptop itu dan beranjak dari tempat duduknya menemui Rendra.
"Bisa mas jelaskan kenapa beberapa minggu ini tidak pernah pulang". Tanya Acha dengan berat hati. Jujur ia belum siap mendengar jawaban dari Rendra. Namun ia tidak ingin terus seperti ini.
"Sibuk". Jawab Rendra sekenanya.
"Sesibuk apa sampai lupa rumah". Tanya Acha mencoba bersabar.
"Kamu nggak percaya sama mas?". Tanya Rendra marah, ia tidak suka dengan sikap Acha yang mulai mengintrogasinya.
"Kenapa mas semarah ini sama Acha, apa Acha ada salah?". Tanya Acha mendengar bentakan suaminya.
"Mas capek ca, ingin istirahat. Selamat malam". Ucap Rendra lalu membelakangi Acha.
Acha tersenyum miris mendapat perlakuan seperti itu. Berulangkali ia mengucap istigfar dalam hati, menguatkan hatinya untuk tidak mengeluarkan isak tangis yang akan membangunkan suaminya.
Mematikan lampu ia juga ikut tertidur bersama suaminya.
Hati perempuan itu rapuh
Rentan pecah seperti kaca
Mudah kusut seperti kertas
Tapi ketika ia bertahan disaat terluka
Dia adalah bidadari berwujud manusia
Celaka lelaki yang menyakitinya
Dan langitpun mengutuk setiap langkah kakinya.
***
Jam tiga dini hari seperti biasa Acha sudah bangun, menghamparkan sajadahnya mengadu pada sang pemilik hati. Setelah mendoakan untuk keluarga, teman-temannya, dosen dan para guru barulah Acha berdoa untuk dirinya sendiri di dalam doa ia meminta diberi ketegaran dan keluasan hati dalam menerima ketentuan sang Penciptanya.
Menunggu subuh Acha selalu murotal alqur'an, baginya membaca alqur'an disubuh hari membawa ketenangan dalam menghadapi hari.
"Mas, bangun, udah subuh". Ucap Acha membangunkan suaminya. Namun, Rendra masih bergeming dalam posisinya.
"Nabi Shallallahu'alaihi wasallam dari sahabat jabir bersabda: bainarrajuli wabainassyirki walkufri tarkussolah"
Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat".
Bisik acha lembut tepat ditelinga Rendra. Hal itu sukses membuat tubuh Rendra menegang. Spontan Rendra langsung terbangun, Acha yang belum siap dengan pergerakan Rendra kehilangan keseimbangannya. Memiliki respon yang baik, Rendra menarik tangan Acha membuat orang tersebut menubruk tubuh kekar Rendra dengan posisi Acha berada diatas.
Rendra memeluk tubuh Acha yang terbalut mukena. Saat akan memberontak Rendra semakin mengertakan pelukannya."Biarkan seperti ini, aku merindukan pelukanmu".
Perkataan Rendra sukses membuat Acha terdiam, ia juga merindukan pelukan suaminya. Akan tetapi ada kewajiban yang harus mereka kerjakan. "Mas, sudah mau subuh ini, mas siap-siap ke masjid nggih". Ucap Acha lembut.
"Besok aja ya". Ucap Rendra tidak ingin melepaskan istrinya.
"Gini deh, biar mas semangat ke masjid, apa aja yang mas mau Acha turutin, mau dimasakin makanan kesukaan mas juga boleh". Iming Acha agar suaminya mau melepaskannya.
"Benaran apa pun yang mas mau?". Tanya Rendra memastikan apa yang ia dengar tidak salah.
"Iya, apa pun". Ucap Acha mengiyakan.
Rendra kemudian melepas pelukannya dan berlari ke kamar mandi tidak membutuhkan waktu lama, lima menit Rendra sudah keluar dari kamar mandi dan menggunakan pakaian yang sudah disiapkan istrinya.
Setelah berpamitan dan mencium puncuk kepala istrinya Rendra berlari kecil menuju masjid komplek, ia sudah memikirkan apa yang dia minta kepada istrinya. Sepanjang jalan ia tersenyum senang, moment langka harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin isi kepala Rendra.
"Wah, sepertinya pak Rendra lagi bahagia". Ucap salah satu tetangga yang baru keluar dari gerbang rumahnya.
"Iya ini pak lagi bahagia". Ucap Rendra masih dengan tersenyum.
"Seminggu lebih nggak pernah liat pak Rendra, pulangnya bahagia bangat. Pasti lagi kangen-kangenan sama istri ya, pak". Goda tetangga yang lain. Menanggapi itu, Rendra hanya tersenyum malu, ia benar ia begitu merindukan istrinya.
Mereka berjalan beriringan dengan saling menyapa dengan tetangga yang lain. Pagi yang penuh dengan ketenangan. Ia begitu menyukai lingkungan ini, orang yang ramah dan istri yang selalu sabar menunggunya. Mengingat itu, Rendra merasa bersalah. Namun ia belum berani jujur dengan tindakan yang dilakukan selama ini. ia takut, Acha akan terluka dan meninggalkannya.
"Assalamualaikum". Ucap Rendra buru-buru mencari istrinya.
"Waalaikumussalam". Jawab Acha dari arah arah dapur. Tercium bau harum masakan oleh indra pencium Rendra.
"Lagi masak apa sayang?". Ucap Rendra sambil memasukan tangannya ke pingan Acha.
"Udah, mas duduk aja sana, nggak usah ngeracokin". Ucap Acha menepuk pelan tangan Rendra.
"Aku bantu ya".
"Kan mas, nggak suka yang berkaitan sama dapur, udah sana duduk atau nonton tv, ntar aku panggil kalau udah selesai".
Rendra kemudian pergi, akhirnya Acha bisa leluasa untuk memasak. Akan tetapi itu tidak berlangsung lama, Rendra hanya pergi untuk mengambil kursi. Meurutnya memperhatikan Acha yang sedang memasak lebih menarik.
Menyadari terus diperhatikan membuat Acha menjadi salah tingkah. Sampai sekarang ia masih belum terbiasa.
"Auw…". Acha mengiris jari telunjuknya sendiri. Reflek Rendra berlari kearah Acha dan mengemut cari telunjuk istrinya.
"Jorok mas". Ucap Acha. Acha kemudian mengajarkan Rendra cara yang benar menangani luka. Mulai dari membasuhnya dengan air yang mengalir sampai darahnya berhenti keluar kemudian menaburkan obat merah. Jika lukanya tidak terlalu parah seperti tangannya, Acha menyarankan agar tidak dibalut agar proses penyembuhan lebih cepat. Ilmu ini ia dapatkan ketika menjadi anggota organisasi kemanusiaan.
"Sini, mas yang gantiin kamu masak. Kamu tinggal kasih tahu mas apa yang harus mas lakuin". Ucap Rendra. Menurut Acha rasa khawatir Rendra terlalu berlebihan, ia hanya keiris pisau.
Dengan sabar Acha mengajari Rendra cara memasak, terkadang tangannya ikut mengarahkan tangan Rendra yang salah dalam menangkap intruksinya. Agenda memasak yang bisa dilakukan sejam setengah berubah menjadi empat jam. Al hasil mereka mulai sarapan jam sembilan pagi. Beruntung hari ini hari sabtu dan kantor sedang libur.
"Mas, ke mall yuk beli eskrim". Ucap Acha setelah membereskan dapur yang dibuat berantakan oleh Rendra.
"Kapan?". Tanya Rendra, tumben istrinya mau makan eskrim sepagi ini.
"Sekarang". Ucap Acha membuat Rendra terheran. Namun ia tetap menuruti keinginan istrinya.
Sesampai di kedai eskrim, Rendra dibuat bingug lantaran Acha menginginkan eskrim mactha dengan toping keju yang tidak tersedia disana.
Sudah berapa kedai eskrim yang mereka temui dan tidak ada satupun yang menjualnya. Acha hampir menangis tidak mendapatkan keinginannya.
Rendra menelphone fadil sahabat lamanya. "Dil, kamu tahu nggak dimana jual es krim matcha dengan pudding keju?". Tanya Rendra tanpa mengucap salam terlebih dulu.
"Salam dulu, Ren". Tegur Fadil.
"Waalaikumussalam". Ucap Rendra. "Kamu tahu nggak?". Ucapnya tidak sabaran.
"Nggak tahu, coba kamu cari internet mungkin ada yang jual disekitar sana". Saran Fadil.
"Bantuin". Titah Rendra lalu mematikan sambungan telephone.
Setelah itu, Rendra menghubungi anak buahnya meminta mereka mencari es krim matcha permintaan istrinya.
"Ada yang lain, selain es krim matcha yang kamu mau?". Tanya Rendra ia takut jika es krim yang diinginkan Acha tidak ada.
Acha menggeleng keras ia hanya ingin makan es krim matcha.
Rendra sedikit bingung dengan perubahan istrinya tidak biasanya Acha bersikap manja seperti ini, apa mungkin karena ia tidak perna pulang. "Ca, sambil nunggu es krimnya datang, Acha mau apalagi?". Tanya Rendra.
Acha kemudian berpikir apa yang ingin ia lakukan saat ini. "Ke rumah pohon". Jawab Acha. Bersyukur Acha tidak meminta hal yang aneh lagi.
Baru ia akan mendudukan bokongnya Acha memintanya untuk membeli kue balok dekat kantornya. Rendra menyambar kunci mobilnya pergi memenuhi permintaan istrinya. Sementara Acha memilih diam di rumah pohon mereka.
Rendra datang bersama fadil membawa belanjaan mereka masing-masing menuju rumah pohon tempat Acha berada.
Rumah pohon yang bergetar membangunkan Acha dari tidurnya. Ia menatap kedua lelaki di hadapannya dengan binary bahagia. Dibukanya kresek belanjaan yang disodorkan dua lelaki itu. Seketika itu wajah Acha berubah cemberut melihat es krim pesanannya sudah mencair.
"Nggak mau tahu, bang Fadil buatin Acha es krim matcha". Ucap Acha dengan mata berkaca-kaca.
"Aku nggak bisa buat, Cha". Ucap Fadil sambil menggaruk kepalanya frustasi. Ia sampai ke Jakarta selatan untuk membeli es krim tersebut. "Tolongin, Ren".
Rendra yang diminta tolong sama bingungnya. Melihat kedua lelaki itu kebingungan membuat hati Acha tidak enak. Tapi keinginannya untuk meminta Fadil membuat es krim tetap tidak luntur. "Bang Fadil tetap buatin Acha es krim, ntar Acha yang ajarin cara buatnya". Putus Acha final.
Mereka kemudian turun dan masuk ke dalam rumah. Acha membuat catatan kecil menulis bahan yang harus dibeli. Lalu menyerahkan kepada dua lelaki itu.
"Untung istri kamu yang minta". Ucap Fadil pasalnya ia sudah lelah berkeliling mencari es krim.
Rendra terdiam mendengar ocehan sahabat kecilnya itu. Biarlah dia mengoceh asalkan bisa membantunya menuruti keinginan istrinya.
"Ren, kayaknya istrimu hamil deh. Coba pergi periksa ke dokter kandungan". Ucap Fadil mengingat perilaku Acha yang tidak seperti biasa.
"Bisa jadi". Pikir Rendra mungkin ia akan mengikuti saran Fadil untuk melihat kebenarannya.
Melihat kedatangan dua lelaki sambil menenteng belanjaan pesanan Acha. Matanya berbinar senang, seperti anak kecil yang baru saja diberi permen.
Acha mengecek bahan yang telah dibeli mengabsen memastikan semua bahan telah dibeli. "Vanila, susu kental manis, krim kental, greentea bubuk. Alhamdulillah lengkap". Menutup kembali isi plastic yang dibawa.
"Apa kita akan membuatnya sekarang?". Tanya Fadil dengan wajah lelah.
Acha menggeleng "Kita akan membuatnya dua jam lagi. Di ruang tv ada jus jeruk sama kue bolu yang Acha buat". Ucap Acha melihat wajah lelah dua lelaki itu.
Mendengar itu, kedua orang itu langsung berlari menuju ruang tv, benar saja disana telah tersedia dua piring bolu dan satu teko jus jeruk dingin.
Seperti orang yang belum pernah makan selama seminggu, hanya dalam hitungan menit, kue bolu dalam kedua piring sudah ludes tidak tersisa. Jus jeruk itu pun hanya tinggal seperempat saja.
"Cha". Panggil Rendra.
Mendengar namanya disebut, Acha menoleh menghentikan aktivitas membacanya. "Iya, mas?".
"Bolunya masih ada?". Tanyanya dengan harap cemas. Ia masih menginginkan bolu lezat itu begitu juga dengan Fadil. Menurut mereka itu pertaa kali ia memakan bolu seenak itu, tekstur yang lembut dan lunak, serta rasanya yang pas tidak terlalu manis pas di lidah.
"Masih, di kulkas". Jawab Acha kembali melanjutkan agenda membacanya.
Rendra berlari kecil mengambil bolu itu di kulkas dapur, ia bersyukur bolu yang dibuat masih banyak.
"Cha". Kali ini Fadil yang memanggil.
"Iya". Jawab Acha.
"Boleh aku minta bolunya untuk dibawa pulang". Ucap Fadil hati-hati.
"Boleh, bawa aja semua yang ada di kulkas". Jawab Acha tanpa menoleh.
"Jangan". Teriak Rendra.
"Kenapa, mas?". Tanya Acha heran.
"Jangan kasih Fadil dong kuenya, ntar aku makan apa?". Ucap Rendra tidak terima.
"Mas, nggak boleh serakah, itu udah makan berapa piring. Bang Fadil bawa kue itu untuk mamanya, bukan dimakan sama bang Fadil, benar kan bang Fadil?". Tanya Acha memastikan tujuan Acha.
"Hehehe…, Iya Cha". Padahal Fadil niatnya untuk dimakan sendiri. Tapi Acha menganggapnya lain.
"Ntar, aku buat lagi. Tapi buat mama, sekalian mau kesana sudah lama nggak kesana, kangen sama si kembar Adam dan Agam".
"Mas, nggak dibuatin lagi Cha?". Tanya Rendra.
"Kan itu udah sama bang Fadil". Jawab polos Acha.
"Mas masih pengen Cha". Ucap Rendra prustasi.
"Ayo kita buat es krim". Ucap Acha tidak mengindahkan ucapan Rendra.
"Ayo". Ucap Fadil semangat. Pasalnya ia masih bisa meminta nanti di mamanya.
Acha mengeluarkan semua bahan yang diperlukan dari dalam kulkas. Kemudian memita Fadil mengocok krim menggunakan mixer. Setelah krim menjadi lembut, menuangkan susu kental manis dan meminta Fadil terus mengocok adonan.
"Mas, dari pada diam saja disana bawain vanilla sama bubuk greentea yang Acha tinggalin di meja makan". Pinta Acha.
Acha langsung menuang vanilla dan bubuk greentea secara bersamaan. Setelah adonan bercampur rata. Acha memasukannya ke dalam Loyang dan menaruhnya kedalam freezer.
"Mas, Acha mau tidur". Ucapnya dan meminta Rendra meluruskan kedua kakinya.
"Tu kan, Acha itu hamil Ren, lihat aja kelakuannya dari tadi nggak kayak biasanya". Ucap Fadil setelah memastikan Acha sudah tertidur lelap.
"Iya juga sih, besok saya coba kesana buat mastiin, semoga aja benaran hamil". Doa Rendra.
"Mau kemana Dil". Tanya Rendra saat Fadil berdiri menuju dapur.
"Mau pulang".
"Lah, terus ngapain ke dapur?". Tanya Rendra heran, seharusnya jika ingin pulang Fadil menuju pintu keluar bukan malah masuk semakin dalam ke dapur.
"Mau ambil kue bolu". Jawab Fadil santai.
"Sisain ya dil". Pinta Rendra.
"Ogah". Ucap Fadil sembari tertawa mengejek.
Jika saja Acha sedang tidak tidur, ia sudah meninju muka Fadil yang mengoloknya, biar saja ia dimarah oleh Acha berbuat kasar pada orang lain.
Fadil memang menuruti ucapannya tanpa belas kasih, ia tidak menyisakan satu potong pun kue bolu. Ia membawanya bersama Tupperware yang merupakan wadah penyimpanannya. Lalu memasukan ke dalam paperbag yang ada disana.
"Makasih, Ren". Ucap Fadil lalu melenggang pergi.