PERTEMUAN YANG MENGESANKAN

Keesokan harinya, Muhammad, Iqbal dan Taufiq memenuhi janji untuk mempertemukan Dennis dengan Syech Abdullah. Setelah sekian lama hanya berhubungan via dunia maya, akhirnya Dennis bisa bertemu dengan Syech Abdullah, pertemuan yang sangat mengharukan. Derai tangis bahagia menyertai keduanya, beserta peluk cium hangat dan mesra persaudaraan dalam satu Iman. Mereka seperti ayah dan anak yang telah lama tidak berjumpa. Syech Abdullah sosok yang sangat bersahaja, berusia setengah baya, nyaris sebaya dengan Ustadz Ramlan, ayah angkat Dennis. Bedanya Syech Abdullah memiliki lima orang anak, terdiri dari tiga laki – laki, dua perempuan, bahkan sudah memiliki dua orang cucu. Sedangkan Ustadz Ramlan hanya memiliki seorang putra dan sampai saat ini belum menikah, yakni Kang Rahmat. Syech Abdullah sangat prihatin dan geram atas apa yang telah dialami oleh Dennis ketika baru tiba di bandara kemarin. Beliau sama sekali tidak menyangka, Dennis telah menjadi korban Islamiphobia bangsanya sendiri. Beliau ternyata ikut mengupayakan pembebasan Dennis kemarin, tetapi beliau sangat menyayangkan dan menyesal tidak bisa menemani ke bandara karena sesuatu hal yang lain, putranya, Muhammad Kariem sedang di rawat di rumah sakit.

Dan memang, pada akhirnya pertemuan yang sangat mengharukan itu harus terjadi di sebuah Rumah sakit, dikarenakan putra bungsu sang Ustadz, Muhammad Kariem, yang baru berusia 10 tahun, harus dirawat di Rumah Sakit ini karena demam dan suhu panas badannya tidak turun sejak tiga hari yang lalu. Menurut keterangan Dokter, Kariem kecil menderita gejala Hipotermia karena musim dingin yang extrem. Beruntung si kecil anak sekolah Elementary (Setingkat SD di Indonesia) segera dibawa ke Rumah sakit, sehingga keadaannya tidak sampai parah.

" Andaikata aku ada didekatmu pada saat itu Nak, salah paham itu tidak akan terjadi. Aku yang bersalah, aku yang berdosa telah menyuruhmu pulang ke negeri ini, tapi disaat kau mengalami musibah, ku biarkan kau menanggungnya sendiri Nak, maafkan ayahmu ini" Syech Abddulah menangis sambil memeluk Dennis.

Entah mengapa, Dennis merasa tentram berada dalam pelukan Ustadz sepuh itu, Dennis seolah merasakan pelukan hangat ayah angkatnya, Ustadz Ramlan yang kini berada di tanah yang jauh, Indonesia. Hilang sudah keraguan dan kegamangan hatinya atas sikap tulus yang ditunjukkan orang – orang disekitarnya pada saat ini.

" Semua bukan salahmu Ustadz, ada hikmah dibalik peristiwa yang saya alami, ternyata seperti ini medan jihad yang harus saya hadapi!" Dennis melepaskan diri dari pelukan Syech sambil tersenyum lembut, dan menghapus sisa genangan air mata yang mengembang dipipi tua Ustadz.

"Kami menyuruhmu pulang, karena kami menganggap umat Islam disini membutuhkan orang muda sepertimu, tapi kau malah disambut perbuatan yang menyakitkan, sungguh terlalu!" Syech Abdullah geram.

" Apa yang saya alami, belum seberapa jika dibandingkan dengan rekan – rekan mujahid yang telah lama berjuang, berusaha sekuat tenaga mengenalkan indahnya Islam di Negara ini, seperti sahabat saya ini, Iqbal. Saya sudah banyak membaca, melihat dan mendengar apa yang sering dialami oleh saudara – saudariku disini!" Dennis sambil merengkuh bahu Iqbal.

" Mudah-mudahan kau kuat dan tegar seperti batu karang, hidup adalah perjuangan, anakku!" Syech Abdullah melangkah sambil merengkuh bahu Dennis.

Dennis, Muhammad, Iqbal dan Taufiq menyempatkan diri menengok ke ruangan si kecil Kariem yang sedang di rawat. Selintas pikiran hinggap di kepala Dennis saat melihat tubuh mungil Kariem yang terbaring di kasur pasien Rumah sakit, sambil didampingi kedua orang tuanya, Syech Abdullah dan istrinya, seorang perempuan muslimah berkulit putih asli Inggris, perempuan paruh baya yang tampil cantik mempesona dalam balutan busana muslimah yang anggun, mungkin usianya sebaya dengan Bunda Maryati. Ramah, penuh etika dan sopan santun beliau menyapa kepada ke empat anak muda gagah yang menyertai suaminya masuk ke dalam ruangan tempat Kariem di rawat.

" Si kecil Kariem jauh lebih beruntung dariku. Ketika aku kecil dulu, orang tuaku tidak peduli, aku mau hidup atau mati. Ketika aku sakit seperti ini pun, tak pernah orang tuaku merawat dan memperlakukan seperti ini" Dennis membathin, dia merasa terharu melihat sepasang suami istri itu dalam memperlakukan si kecil Kariem yang sedang sakit.

" My Boy Dennis, apa anda pernah membaca kisah masuk Islamnya Sir Abdullah Archibald Hamilton Bart, seorang bangsawan Inggris?" Tanya Syech Abdullah ketika beliau mengajak Dennis berbincang di kantin Rumah sakit. Dennis tertarik ingin mengetahui sejarah Syech Abdullah sampai tertarik menjadi seorang mualaf.

" Pernah. Yang pernah saya baca, Sir Abdullah Archibald Hamilton Bart, beliau sebelumnya bernama Sir Charles Edward Archibald Watkins Hamilton, adalah negarawan Inggris yang terkenal di masanya. Lahir pada 10 Desember 1876, dari ayah bernama Sir Edward Archibald Hamilton, dan ibu Mary Elizabeth Gill. Ayahnya bergelar Baronet keempat dari Trebishun, Breconshire, dan Baronet kedua dari Keluarga Marlborough, Hampshire. Hamilton mewarisi dua gelar kebangsawanan baronet tersebut setelah kematian ayahnya.

Delapan tahun sesudahnya, tepatnya pada 20 Desember 1923, ia memutuskan menjadi mualaf. Selama hidupnya, Sir Abdullah menikah tiga kali dan bercerai dua kali. Istrinya, Lilian Austen alias Lady Hamilton yang dinikahinya pada 1927 juga masuk Islam dan dikenal dengan nama 'Miriam'. Sir Abdullah memiliki pangkat Letnan di Royal Defence Corp (sebuah korps di Angkatan Darat Inggris yang didirikan pada 1917 dan dibubarkan pada 1936). Di samping itu, dia juga menjabat sebagai Presiden Selsey (Sussex) Conservative Association. " Terang Dennis bersemangat. Sementara ketiga teman barunya yaitu Muhammad, Iqbal dan Taufiq hanya menjadi pendengar setia sambil menikmati segelas kopi susu hangat dan minuman soda. Bagi mereka, bukan hal yang baru mengetahui cerita tentang perjalanan spiritual Ustadz mereka, Syech Abdullah, akan tetapi setiap kali Syech Abdullah menguraikan perjalanan ruhaniahnya, mereka tidak pernah bosan untuk menyimak dan mendengarkannya.

" Wah, wawasan anda luar biasa sekali My Son Dennis. Bagi saya ada yang lebih menarik dari itu. Yaitu apa yang membuat beliau sampai memilih Islam sebagai jalan hidupnya? Meskipun lahir dan dibesarkan sebagai seorang Kristen, Hamilton tak pernah bisa memercayai aspek dogmatis Gereja yang menurutnya selalu menempatkan akal sehat di bawah kepercayaan buta. Seiring berjalannya waktu, keinginannya untuk menemukan kebenaran tentang Sang Pencipta semakin membuncah. Hamilton pernah berkata, "Aku menemukan, baik Gereja Roma maupun Gereja Inggris (Anglikan), dan akhirnya tidak membawa manfaat nyata bagi diriku," Selama perjalanannya menemukan hidayah Allah, Hamilton mengaku hanya menuruti kata hati nuraninya. Setelah mempelajari Islam, ia melihat agama ini ternyata sangat sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Seperti soal zakat misalnya. Di situ, jelas ada perintah kepada orang-orang kaya untuk membantu golongan miskin. Selain itu, cara Islam mengatur soal hak kepemilikan individu dan komunal menurutnya sangat menakjubkan. Islam pun secara tegas juga melarang para penganutnya berjudi, mengonsumsi minuman beralkohol, serta memungut riba. Semua hal yang diharamkan oleh agama ini terbukti membawa malapetaka dan penderitaan bagi umat manusia. Konsep persamaan manusia yang dituangkan Allah lewat Alquran juga membuat Hamilton semakin mengagumi Islam. Dalam agama ini, tidak ada istilah dosa warisan. Lebih jelasnya, semua manusia terlahir dalam kondisi suci dan tidak menanggung beban dosa orang lain. Tambahan lagi, ikatan persaudaraan sesama Muslim yang dilandasi oleh keimanan telah membuktikan betapa agama ini begitu menghargai kesetaraan, tanpa memandang latar belakang ekonomi, status sosial, dan jenis kelamin. Islam benar-benar membimbing manusia dalam keseharian karena ajarannya yang universal menyentuh seluruh aspek kehidupan. Cara pandang Sir Abdullah Archibald Hamilton yang mengembuskan nafas terakhir pada pagi hari, 18 Maret 1939, dan dikuburkan di Pemakaman Muslim Brookwood itu berhasil mengubah pandanganku tentang Islam.

Tahukah kamu, My Son Dennis pendapatku tentang Islam dikala aku belum mengenalnya? Sama saja dengan pendapat sebagian besar masyarakat Eropa Islam itu menakutkan, teroris, kejam dan intoleran. Aku benci orang Islam, seperti aku tidak suka melihat kotoran. Namun semuanya berubah, aku mulai bertanya, untuk apa aku hidup di dunia? Resah, galau tidak menentu. Kegelisahan yang kualami telah membawa aku untuk menemukan catatan pribadi yang pernah diungkap oleh Sir Hamilton. Aku pergi ke Gereja, kegelisahanku tak kunjung reda, aku menghabiskan waktu diclub malam hampir setiap hari, malah menjadi membuat kecanduan Alkohol. Akhirnya aku pergi kesebuah perpustakaan, dan tanpa sengaja menemukan uraian kisah Sir Abdullah Archibald Hamilton. Dari membaca uraian beliau, aku ingin membuktikan kebenaran ajaran agama Islam yang pernah dikatakannya.

" Dennis, berapa usiamu ketika kau memutuskan untuk menjadi seorang muslim?" Tanya Syech Abdullah sambil menyeruput minuman yang tersaji dihadapannya.

" Sepuluh tahun." Jawab Dennis singkat.

" Bersyukurlah kepada Allah, hidayah telah menyambangimu di usia semuda itu. Apakah kau ingin tahu Nak, berapa umurku ketika pertama kali membaca uraian Sir Hamilton? 20 tahun, dan aku baru mantap bersyahadat di usia 22 tahun. Perlu waktu dua tahun bagiku untuk benar-benar yakin kembali ke fitrahku sebagai muslim. Selama kurun waktu dua tahun itu aku mencari dan terus mencari, bahkan sampai ke Timur Tengah, menuntut ilmu di Universitas Al Azhar."

" Pada saat anda menuntut ilmu di Al Azhar, anda belum menjadi muslim?" Tanya Dennis, Syech Abdullah mengangguk sambil tersenyum.

" Pada akhirnya aku bisa membenarkan pendapat Sir Abdullah Hamilton, dan bisa menemukan jawaban sendiri. Islam benar-benar membimbing manusia dalam keseharian karena ajarannya yang universal menyentuh seluruh aspek kehidupan. Tanpa ragu lagi, saya mengucapkan dua kalimah Syahadat di masjid kampus Al Azhar Cairo, di saksikan para ulama Mesir, para Syeh yang mengajar disana, dan juga Jemaah masjid yang terdiri dari rekan – rekan Mahasiswa. Tak ada paksaan dari siapapun, tak ada keraguan sedikitpun bahwa Islam agama yang benar. Dan Sir Hamilton sudah berhasil membuktikannya, semoga Allah merahmati, memberi terang di alam kuburnya, diampuni segala dosanya, Al fatihah....!!!" Terlantunlah do'a surat Al fatihah dari bibir Dennis, Syech Abdullah, Muhammad, Iqbal dan Taufiq. Do'a untuk Sir Hamilton dan istri yang telah beristirahat di alam Barzah.

***

" Is my Mom, my beautiful Mother!" Dennis tersenyum bahagia saat memajang photo Ibu Maryati di ruang tengah asrama putra ini, sepulang bertemu dengan Syech Abdullah di Rumah Sakit, Dennis meminta Muhammad mengajaknya untuk mencari smartphone yang baru, sekaligus ke tempat orang yang menjual figura. Muhammad bersedia mengantar ke sebuah tempat di sudut kota London ini, dan akhirnya Dennis bisa membeli benda yang dicarinya. Dan Muhammad tidak keberatan ketika Dennis meminta izin memasang photo keluarganya di ruang tengah ruangan asrama. Bagi Muhammad, bukan masalah besar, bukankah keluarga Dennis keluarganya juga? Lagi pula di asrama sebesar ini, mereka hanya tinggal berdua, tidak ada siapa – siapa lagi.

" Cantik sekali Ibu anda, beruntung sepertinya anda bisa mempunyai ibu sebaik beliau!" Puji Muhammad.

" Ibuku, wanita paling hebat didunia. Dia begitu menyayangiku, banyak mensupport aku. And Is My Father, My Big Brother Rahmat, And His My Best Friend and My Brother too, The name Ismail and Hikam. They are my sprite in my life." Dennis menunjuk photo orang – orang yang sangat dikasihinya.

Muhammad sebenarnya sangat ingin melontarkan sebuah pertanyaan pada Dennis, yakni siapa orang tua kandungnya? Mereka tinggal dimana? Bukankah leluhurnya dari Inggris? Tapi Inggris yang mana? Namun dengan sangat terpaksa, pertanyaannya ditelan kembali, dia tidak mau mengganggu, barangkali masalah itu terlalu sensitife bagi Dennis.

" Ceritakan padaku tentang Indonesia!" Akhirnya hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Muhammad.

" Apa yang kau tahu tentang Indonesia?" Dennis dan Muhammad duduk berhadapan di meja makan.

" Tidak banyak, hanya teroris, Bom Bali, dan pengeboman gedung Sarinah di Jakarta. Hidup di Indonesia tidaklah aman!"

" Klise, pendapat kebanyakan orang Eropa. Jangan lupa Brother, 12 tahun aku hidup di negeri itu, dan keadaanku baik – baik saja. Bahkan, aku pertama kali kenal dengan indahnya Islam juga di negeri itu. Ada lagi yang kamu tahu tentang Indonesia selain itu?" Tanya Dennis.

" Ada, bulu tangkis. Taufik hidayat, Susi Susanti, Tantowi – Liliana, juara All England, para legenda, Rudi Hartono, Verawati Fajrin, the legend Kings Of smash, Liem Swe King, Iie Sumirat" Dennis tersenyum lucu ketika lidah eropa Muhammad mengeja nama – nama Indonesia tersebut.

" Kalau aku boleh tahu, Indonesia itu sebelah mana Bali?" Muhammad dengan polosnya. Mendengar pertanyaan tersebut, Dennis hanya senyum dikulum. Apa yang dipertanyakan Muhammad itu dianggapnya sebagai sebuah gambaran fenomena umum pengetahuan masyarakat Eropa mengenai hubungan antara Bali dan Indonesia. Masyarakat Eropa lebih mengenal Bali ketimbang Negara Indonesia.

" Mengapa anda tersenyum?" Muhammad keheranan.

" Did you know my brother Muhammad, that Bali is part of Indonesia? The island of Bali is part of 32 provinces within the territory of the unitary state Indonesia!"17. Terang Dennis.

" So Bali is part of the province in the country of Indonesia? Masya Allah, I just found out, really!"17.

" Perhaps not only you who just know, if Bali is part of the country of Indonesia, but most of the many European societies do not know"18. Muhammad mengangguk – angguk pelan.

" Tapi Ibu kota Indonesia saya tahu, Jakarta bukan? Terletak di bagian barat pulau Jawa?" Tanya Muhammad.

" Tepat sekali!"

" Saya banyak belajar tentang negara – negara di Asia, dipelajaran ilmu bumi. Tapi saya tidak pernah tahu, seperti apa negara Indonesia itu?."

" C'mont Brother!" Dennis mengajak Muhammad berselancar di dunia maya, menggunakan laptop miliknya, membuka youtube yang memperlihatkan kekayaan budaya Indonesia, keindahan pemandangan alam Indonesia, keragaman hayati yang tumbuh di Indonesia, dan aneka fauna yang hidup dan menjadi ciri khas dari negara Indonesia. Sambil tangannya bergerak tiada henti memainkan kursor laptop, mulut Dennis tidak berhenti berbicara, menerangkan kepada Muhammad tentang negeri Indonesia. Muhammad tak berhenti berdecak kagum melihat keindahan alam Indonesia dan keragaman budayanya.

Muhammad tertawa – tawa renyah saat Dennis mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Sunda. Bagi Muhammad, bahasa yang diucapkan Dennis seperti bahasa Alien yang datang dari planet antah berantah.

" Indonesia tidak hanya kaya akan keberagaman budaya dan bahasa daerah, tapi juga makanan. Aku punya sesuatu untuk kita cicipi bersama-sama, tunggu!" Dennis beranjak ke kamarnya, Muhammad hanya tertegun, kejutan apa lagi yang akan diberikan sahabat barunya ini?

" Sayang sekali, Taufiq, dan Iqbal tidak bisa berkumpul disini, nanti saja kubuat goreng dadakan untuk mereka, tempe lebih enak dimakan hangat – hangat." Kata Dennis. Tadi sehabis mengantar Dennis bertemu dengan Syech Abdullah, Taufiq pamit mau pergi ke perpustakaan guna menyelesaikan tugas sekolahnya, sementara Iqbal sudah ditunggu jemaah di masjid. Cekatan sekali tangannya memotong – motong sebungkus tempe yang sengaja dibawanya jauh – jauh dari Indonesia, Alhamdulillah tempe tidak ikut hancur sewaktu tas ranselnya di obrak – abrik oleh petugas bandara tempo hari. Lalu potongan tempe itu dimasukan ke dalam rendaman air garam di mangkuk, kemudian memipihkan bawang putih dengan pisau, dan bawang putih yang sudah pipih dicampurkan kedalam rendaman air garam dan tempe .

" Makanan apa ini namanya?" Muhammad keheranan sambil menghampiri Dennis yang sedang sibuk. Dengan cermat, Muhammad mengamati potongan tempe itu. Dennis tidak sempat meladeni pertanyaan Muhammad. Tangannya cekatan menyalakan kompor gas, menaruh wajan diatasnya, lalu menuangkan minyak goreng secukupnya ke dalam wajan. Tak lama kemudian, tempe goreng hangat pun tersaji di hadapan Muhammad yang terheran – heran. Karena dia baru melihat ada makanan seperti itu.

" Silahkan dicoba!" Tawar Dennis. Dia mengambil sepotong tempe goreng, dan mengunyahnya dengan nikmat. Muhammad terlihat ragu – ragu untuk mencoba.

" Ayo Muhammad, jangan ragu. Dicoba saja, tidak ada yang salah dengan makanan ini" Dennis mengangsurkan sepiring tempe goreng kepada Muhammad, akhirnya dengan sangat terpaksa, Muhammad mencomot sekerat tempe goreng, dan memasukan ke dalam mulutnya. Ada raut muka aneh saat Muhammad mulai mencoba mengunyah, Dennis memperhatikan dengan seksama. Tapi lama kelamaan, raut muka aneh Muhammad mulai menghilang, pada akhirnya dia mengunyah sambil manggut-manggut.

" Bagaimana rasanya?"

" Good, good. Enak!" Muhammad sambil manggut – manggut dan meneruskan mengunyah.

" Makanan ini namanya tempe, di Indonesia sangat populer sekali. Penyukanya mulai dari rakyat jelata, kaum bangsawan, sampai pejabat tinggi negera. Cara memakannya bisa di goreng begitu saja seperti saat ini,cukup dibumbui dengan cara di rendam di dalam air garam selama beberapa menit, lalu dicampur dengan bawang putih yang sengaja dipipihkan ataupun diolah menjadi sayur dan sambal goreng. Begitu populernya tempe di Indonesia, sampai – sampai nyaris setiap hari tempe tersaji di meja makan." Terang Dennis.

" Seperti Fish And Chip makanan khas negeri ini, atau Hamburger dari kota Hamburg Jerman?" Sela Muhammad.

" Tepat sekali!"Jawab Dennis sambil kembali mencomot sepotong tempe goreng.

" Bahan pembuatannya, dari kacang kedelai ya?"Terka Muhammad lagi.

" Betul, hasil pemuaian kacang kedelai yang dipermentasi!"

Mendengar kalimat permentasi, Muhammad nyaris memuntahkan tempe yang sedang dikunyahnya.

" Tenang My Brother, maksud permentasi dalam cara pembuatan tempe, berbeda dengan cara permentasi pembuatan Wine, Tequila, champaigne anggur ataupun jenis alkohol lainnya. Permentasi dalam pembuatan tempe, tidak menghasilkan alkohol, zat yang diharamkan dalam agama kita. Cara pembuatannya pun sangat bersih dan ditanggung halal. Pertama, kedelai dicuci bersih, direbus sampai mendidih, ditiriskan sampai dingin, setelah dingin baru ditaburi ragi, obat permentasi yang dikelola dan terbuat dari bahan – bahan halal, tidak memabukkan karena tidak mengandung alkohol. Disimpan di tempat tertutup selama berhari – hari, bahkan bisa sampai 1 minggu. Hasilnya, jadilah tempe yang kamu makan hari ini." Terang Dennis sambil tersenyum, mendengar keterangan Dennis, Muhammad tidak jadi membuang tempe yang sudah ada dalam mulutnya, bahkan langsung menelannya, kemudian mengambil lagi sepotong, kali ini mengunyah penuh semangat. Dennis tertawa melihat apa yang dilakukan oleh Muhammad.