CWS 8

"Em ... Masalah tadi--" Clara menghentikan ucapannya saat Bram berbalik dan menatapnya.

"Aku tak menerima ucapan maaf darimu. Aku ingin orang yang sudah lancang menamparku yang meminta maaf padaku!" tegas Bram.

Clara menelan air liurnya. Rasanya, tak mungkin ia meminta Viona untuk meminta maaf pada Bram. Ia takut Bram justru akan curiga padanya. Malas rasanya saat harus menerima banyak pertanyaan dari temannya itu.

"Tak mungkin, dia bisa curiga padaku, pada kita," ucap Clara.

Bram menatapnya dingin, membuat jantung Clara berdegup tak beraturan dan begitu kencang.

"Terserah bagaimana caranya, aku ingin dia meminta maaf padaku!" ucap Bram.

Clara menghela napas pelan, Bram benar-benar tak menghiraukan ucapannya.

"Ba-bagaimana jika aku yang menggantikannya meminta maaf?" ucap Clara mencoba memberikan penawaran.

"Tidak!" tegas Bram.

"Ayolah. Aku mohon jangan marah, dia tak sengaja. Dia sedang patah hati. Mungkin, dia pikir kamu adalah orang yang sudah membuatnya patah hati," ucap Clara.

Bram tersenyum picik. Clara benar-benar membela temannya.

"Baik, jika kamu memaksa," ucap Bram dan duduk di sofa. Bram memperhatikan Clara. Entah apa yang akan Clara lakukan, dan tentu Bram penasaran bagaimana Clara akan meminta maaf padanya atas perlakuan Viona.

"Katakan, aku harus melakukan apa sebagai permintaan maaf atas temanku yang sudah menamparmu?" tanya Clara.

"Aku tak akan memberikan pilihan. Kamu yang menawarkan," ucap Bram datar.

Clara menghela napas, ia sendiri bingung harus melakukan apa.

Tapi, tunggu!

Tiba-tiba saja Clara menyunggingkan senyum tipis. Sebuah ide tiba-tiba bersarang di kepalanya. Clara mendekati Bram dan duduk di pangkuan Bram. Ia akan mencium bibir Bram, tetapi ia langsung menghentikan aksinya saat tiba-tiba saja Bram mengeluarkan suara.

"Aku sedang tak menginginkannya!" ucap Bram.

Clara terdiam sambil memanyunkan bibirnya. Tanpa Bram ketahui, pikiran Clara tetap bekerja mencari cara lainnya untuk meminta maaf pada Bram.

Clara kembali menyunggingkan senyuman saat kembali mendapatkan ide. Ia menggerakkan bokongnya yang masih berada di pangkuan Bram, membuat Bram menahan bokong Clara.

"Sudah kubilang, aku tak menginginkannya!" tegas Bram.

"Jangan membohongi dirimu sendiri, aku tahu kamu pulang cepat karena merindukan sentuhanku" ucap Clara selembut mungkin.

Bram menggeram melihat kelakuan Clara.

"Ahh ..."

Clara mengaduh saat tiba-tiba Bram mendorong tubuhnya hingga ia terjatuh ke lantai.

"Jangan menggangguku! Jika kamu tak tahan dan menginginkannya, lakukan saja dengan pria lain! Atau kamu bisa melakukannya dengan teman priamu itu!" bentak Bram sambil bangun dari duduknya.

Dengan angkuh ia menatap Clara dan memberikan isyarat dengan gerakan kepalanya dengan pandangannya yang tertuju pada pintu kamar.

Sambil menahan rasa sakit di bokongnya, Clara pun bangun dengan perlahan. Tanpa mengatakan apapun ia keluar dari kamar itu. Ia keluar dengan langkah yang seketika melemas. Ada perasaan sakit di hatinya saat mendengar ucapan Bram.

'Apa di mata dia, aku hanya wanita seperti itu?' gumam Clara. Tak terasa air matanya mengalir membasahi menyusuri pipinya

'Demi Tuhan, dia jahat sekali bicara seperti itu padaku. Bahkan hanya dua orang pria yang berani menyentuhku. Reino sialan, dan dirinya!' geram Clara saat kembali menyebut nama Reino.

Clara sadar betul, saat pertama kali ia bercinta dengan Bram, dirinya sudah tak memiliki selaput dara.

Ya, sebelumnya ia pernah bercinta dengan Reino saat masih menjadi sepasang kekasih dulu. Tetapi, ia tak pernah menyembunyikan apapun dari Bram. Bram lah pria kedua yang bercinta dengannya. Namun, bukan berarti ia melakukan hubungan seperti itu dengan pria manapun.

Apa karena aku wanita simpanannya, karena itu dia merendahkan ku? batin Clara.

Clara mengusap air matanya dan terkekeh.

'Benar, aku adalah seorang wanita simpanannya. Dia menjadikan aku wanitanya, pemuas nafsunya, dan dia memberikanku segala kemewahan. Bukankah aku memang pantas mendapatkan-nya? Karena itu, aku akan menghabiskan uangmu. Bahkan jika perlu sampai tak tersisa. Meski rasanya tak mungkin,' batin Clara.

"Kita lihat saja, sampai kapan kamu bisa bersikap angkuh padaku?" ucap Clara.

Clara pun masuk ke kamar tamu, dan memilih tidur bersama Viona. Ia tak ingin kembali ke kamar itu, meski apartemen itu adalah miliknya yang dibelikan oleh Bram. Ia terlalu muak dengan sikap Bossy Bram yang seolah merendahkannya.

Sementara Bram yang masih merasa kesal pun memilih pergi menuju mini bar menenggak minuman favoritnya.

"Sejak awal, aku sudah mengingatkannya. Tak ada yang boleh masuk ke apartemen ini selain diriku, tetapi diam-diam dia justru memasukan orang lain ke dalam apartemen ini. Dia memang harus diberi pelajaran, benar-benar membuat moodku hancur malam ini! Dia bahkan berani menggodaku setelah apa yang terjadi! Aku tak bisa melakukannya karena pipiku terasa perih!" geram Bram.

Bram memegang pipinya, tentu saja ia masih kesal karena Viona berani menamparnya dan membuat pipinya terasa perih. Viona memang dalam keadaan mabuk, tetapi tenaganya benar-benar kuat. Seolah Viona benar-benar meluapkan kemarahan yang begitu besar.

*****

Keesokan paginya.

Viona membuka matanya perlahan, ia memegang kepalanya yang terasa pusing. Tentu saja semalam dia benar-benar mabuk. Viona mengedarkan pandangannya, ruangan itu tampak tak asing baginya. Namun bukan kamarnya.

Viona bangun perlahan dan tak ada siapapun di kamar itu, hanya ada dirinya yang masih terbalut selimut.

'Jadi, aku benar-benar menginap di apartemen Clara?' gumam Viona.

Viona pergi ke kamar mandi dan mencuci wajahnya, setelah merasa segar ia pun keluar dari kamar dan mencari keberadaan Clara.

Apartemen seluas itu tampak sepi, seperti tak berpenghuni. Viona pergi ke dapur dan mengambil air putih, ia pun meminumnya hingga habis. Tenggorokannya benar-benar terasa kering.

"Kamu sudah bangun?" tanya Clara yang baru saja memasuki dapur.

"Em ... Dari mana saja? Aku mencarimu," tanya Viona.

Clara menunjukan plastik belanjaan pada Viona dan meletakannya di atas meja.

"Stok freshmilk di lemari esku habis. Aku rasa, kamu butuh freshmilk untuk menghilangkan rasa pusingmu akibat mabuk semalam," ucap Clara.

"Auw ... Kamu benar-benar perhatian padaku," ucap Viona.

Clara hanya tersenyum dan memberikan freshmilk tersebut pada Viona. Viona pun meminumnya.

"Apa yang terjadi semalam?" tanya Viona.

Clara mengerutkan dahinya melihat Viona.

"Maksudmu?" tanya balik Clara.

"Ya, apa semalam aku menyusahkanmu?" tanya Viona.

Clara hanya tersenyum.

'Tentu saja menyusahkan, bahkan membuatku sampai bertengkar dengan Bram. Jika saja bukan temanku, sudahku'--

Gumaman Clara terhenti saat Viona menepuk lengannya.

"Kenapa melamun?" tanya Viona bingung.

"Tidak apa-apa," jawab Clara.

"Aku akan pulang, aku akan lanjutkan tidur di rumahku," ucap Viona.

"Kenapa buru-buru sekali? Ini bahkan masih pagi," ucap Clara.

Viona menggelengkan kepalanya dan mengambil tasnya yang sempat Clara simpan di kamar tamu.

"Kamu tidak ke butik?" tanya Viona.

Clara menggelengkan kepalanya.

"Pekerjaanku aku bawa ke sini. Aku rasa, aku akan lebih tenang bekerja di sini," ucap Clara.

"Baiklah, aku pergi," ucap Viona dan meninggalkan apartemen Clara.

Clara menghela napas, dan memakan sarapannya.

'Sepi,' gumam Clara.