CWS 9

Apartemen seluas itu, meja makan sebesar itu, tetapi hanya ada dirinya ditemani sepiring sandwich dan segelas susu. Begitulah hidupnya, tetap merasa sep meskii terkadang Bram berada di apartemen itu.

Clara kembali teringat pada penolakan Bram semalam. Itu adalah kali pertama Bram menolaknya, apalagi saat mendengar ucapan Bram yang justru menyuruhnya bercinta dengan pria lain.

Pagi tadi Clara tak menemukan Bram di kamarnya, sepertinya setelah mereka bertengkar Bram langsung meninggalkan apartemen  Clara.

Clara menghabiskan sarapannya, dan dilanjutkan dengan melanjutkan pekerjaannya. Ia tak ingin mengulur waktu, lebih cepat selesai justru lebih baik.

Di sisi lain, di ruangan Presdir yang berada di salah satu gedung perkantoran.

Bram tengah memeriksa beberapa berkas yang sudah siap di mejanya. Tak seperti sebelumnya, pekerjaannya terbilang tak begitu padat.

Bram menyambungkan panggilannya menuju sekretaris pribadinya yang ruangannya berada di samping ruangan Bram dan terhubung oleh pintu dari dalam. Dengan begitu, saat Bram membutuhkan sekretarisnya, sekretarisnya tak perlu masuk ke ruangannya menggunakan pintu masuk utama. Bram meminta sekretarisnya untuk datang ke ruangannya.

"Apa jadwal Saya hingga akhir bulan ini hanya ini saja?" tanya Bram.

"Iya, Tuan. Dan semuanya pekerjaan yang di lakukan di dalam negeri. Hanya ada satu kali perjalanan bisnis menuju Jerman sebelum akhir pekan," ucap sekretaris Bram.

Bram mengangguk dan menyuruh sekretarisnya keluar dari ruangannya. Bram pun melanjutkan pekerjaannya. Tak ada waktu untuknya bersantai meski perusahaan itu miliknya, ia tetap bekerja keras melakukan pekerjaannya. Tentu, membangun tidak semudah mempertahankan. Mereka tak pernah tahu bagaimana orang-orang sepertinya begitu sibuk bekerja dan tetap bekerja meski dalam keadaan tidur.

*****

Waktupun berlalu.

Hari sudah sore. Bram melihat jam tangan Patek Philippe miliknya yang lagi-lagi limited edition. Yah, dia tak menyukai sesuatu yang pasaran tentunya.

Waktu sudah menunjukan pukul lima sore. Bram keluar dari ruangannya dengan membawa tas kantornya. Terlihat Beberapa stafnya yang sedang bersiap untuk meninggalkan kantor menyapanya. Tak biasanya Bram meninggalkan kantor di jam yang dibilang tepat bersamaan dengan jam pulangnya para staf kantor.

Pekerjaan Bram memang tak terlalu banyak hari ini, karena itu ia bisa pulang lebih cepat.

Bram memasuki mobil Bently miliknya, dan meminta supirnya mengantarkannya menuju apartemen Clara. Entah mengapa, akhir-akhir ini ia lebih sering pulang ke apartemen itu dari pada ke rumahnya sendiri. Padahal sudah jelas malam tadi dirinya sempat bertengkar dengan Clara. Tentu suasana akan terasa canggung. Namun, tak peduli dengan itu, Bram akan melakukan apapun yang diinginkannya.

Sesampainya di apartemen, Bram meminta supirnya meninggalkannya dan menjemputnya esok hari di apartemen itu.

Bram memasuki unit apartemennya dan tampak terlihat sepi. Tak terlihat keberadaan Clara.

Bram memasuki kamarnya dan lagi-lagi tak melihat Clara. Ia berpikir, Clara masih berada di butiknya.

Bram membersihkan tubuhnya dan setelah itu pergi menuju dapur. Tak ada makan malam di sana. Bram memakai apron dan membuat makan malam. Ia memasak sup sarang burung walet. Tubuhnya yang terasa segar, tentu akan lebih segar jika memakan sup tersebut.

Selesai memasak, Bram meletakannya di mangkuk. Ia duduk di meja makan sambil menunggu kepulangan Clara.

'Makan malam bersama tidak ada salahnya,' gumam Bram sambil memasang ekspresi datarnya.

Waktu berlalu dengan cepat, cukup lama Bram menunggu, sup itu bahkan sudah dingin tetapi Clara tak kunjung pulang. Bram mengambil ponselnya dan akan menghubungi nomor Clara. Namun ia mengurungkan niatnya. Bram memang jarang sekali menghubungi Clara saat mereka tengah tak berada di tempat yang sama.

Bram menggeser kursinya, ia mengembuskan napas kasar dan bangun dari duduknya.

'Buang saja supnya, aku sudah tak berselera memakannya!' kesal Bram.

Bram pergi ke kamarnya, meninggalkan dua mangkuk sup yang sudah ia masak dengan antusias.

Sementara di ruang kerja Clara, Clara membuka matanya perlahan. Ia terkejut karena langit terlihat gelap dari kaca jendela ruangan itu.

'Astaga, aku ketiduran,' gumam Clara.

Ya, Clara tertidur setelah seharian lelah mengerjakan pekerjaannya.

Clara beranjak dari kursinya dan keluar dari ruang kerjanya. Tenggorokannya terasa kering dan ia pergi menuju dapur untuk mengambil segelas air dingin dan meminumnya.

Dahi Clara berkerut ketika melihat dua mangkuk sup di atas meja makan. Clara mendekati sup itu dan memperhatikannya dengan seksama. Sup kesukaan Bram.

Clara melihat ke arah kompor dan washtafel, semuanya tampak rapi dan bersih. Namun, masih tertinggal sebuah panci yang dipakai oleh Bram saat memasak sup. Clara membuka tutup panci itu dan terlihat sisa sup di sana.

'Apa dia ada di sini?' gumam Clara.

Clara pergi ke kamarnya dan tak melihat siapapun. Clara melihat di atas gantungan tas ada tas kantor Bram. Berarti benar dia ada di apartemennya, pikir Clara.

Clara memasuki kamar mandi, dia akan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum menghampiri Bram.

Selesai membersihkan tubuhnya, Clara memakai hotpants dan kaos hitam ketat yang menampakkan lekuk tubuhnya. Ia pun keluar dari kamar dan pergi menuju meja makan. Ia berpikir Bram sudah berada di meja makan. Namun lagi-lagi Clara tak melihat Bram di sana.

Clara mengikat rambutnya dan memasukan dua mangkuk sup yang sudah dingin tadi ke microwape untuk memanaskannya kembali.

Beberapa menit berlalu, sup tadi sudah selesai dipanaskan dan Clara menatanya kembali di meja. Ia mencari keberadaan Bram ke ruang kerjanya, dan benar saja Bram ada di sana.

"Jadi, sejak tadi kamu di sini? Apa sup itu juga kamu yang membuatnya?" ucap Clara.

Bram hanya diam tanpa ekspresi. Tatapannya terfokus pada laptop miliknya.

Clara menghela napas dan mendekati Bram.

"Ayo makan. Supnya sudah kupanaskan," ucap Clara.

Bram terdiam, dan menatap Clara sejenak. Setelah itu, dia beranjak dari duduknya dan keluar dari ruang kerjanya meninggalkan Clara yang mendengus sebal.

'Yang benar saja, dia benar-benar tak mengatakan apapun. Apa dia puasa bicara? Menyebalkan sekali,' gerutu Clara.

Clara menyusul Bram menuju meja makan, dan duduk berhadapan dengan Bram. Bram masih diam tapi mulai memakan supnya. Clara pun tak mengatakan apa-apa, dan memilih memakan supnya.

Selesai makan malam, Bram mengangkat mangkuknya dan akan menyimpannya ke washtafel, sontak tangan Clara repleks menahan tangan Bram.

"Simpan saja, biar aku yang membereskannya," ucap Clara.

Brak!

Clara terkejut saat Bram meletakan mangkuk itu dengan cukup keras dan Bram pun menghempaskan tangan Clara.

Brak!

Clara menggebrak meja, ia sudah cukup sabar menghadapi sikap Bramsejak kemarin malam. Bram benar-benar sudah keterlaluan, pikirnya.

"Apa aku sebegitu menjijikannya di matamu? Jika begitu, tak perlu lagi menyentuhku dan kita akhiri saja semuanya!" tegas Clara.

Bram terkejut dan menatap tajam Clara. Dia mendekati Clara dan mencengkram lengan Clara cukup kuat.

"Apa kamu sedang mengancamku?" geram Bram.

Clara meringis kesakitan, cengkraman Bram benar-benar kuat ia rasakan. Clara yakin cengkraman Bram akan meninggalkan bekas di lengannya.

"Kamu benar-benar menyebalkan! Aku sudah sabar menghadapimu!" kesal Clara.

Bram menyeret paksa Clara menuju kamar dan menghempaskan tubuh Clara di atas tempat tidur. Clara memegang kepalanya yang terasa pusing. Ini adalah kali pertama Bram memperlakukannya kasar, dan terlihat sekali kebencian di mata Bram. Namun, entah apa sebab Bram hingga bersikap seperti itu, Clara bahkan tak pernah merasa membuat kesalahan. Jikapun karena masalah Viona kemarin malam, Clara pun sudah mencoba meminta maaf pada Bram, tetapi Bram justru menolaknya.