CWS 17

Sudah satu minggu berlalu setelah pertengkaran Bram dan Clara malam itu.

Semenjak itu, Bram tak pernah lagi datang ke apartemen Clara. Bahkan Bram tak pernah sekalipun menghubungi Clara. Clara pun menanggapinya dengan santai. Bram memang seperti itu, suka berbuat seenaknya.

Hanya saja, Clara berpikir untuk ke depannya. Akan sangat disayangkan jika dirinya hanya memiliki satu apartemen dan mobil saja dari hasil menjadi simpanan Bram. Tentunya Clara ingin memiliki lebih dari itu, jika perlu dia akan menghabiskan uang Bram meski nyatanya semua itu mustahil terjadi.

****

Sore ini, Clara sudah berada di Puncak, Bogor. Dia sampai di sebuah Villa mewah.

Clara turun dari mobilnya, dan memperhatikan Villa itu.

"Ibu Clara!" panggil seseorang mengalihkan perhatiannya.

Terlihat pria dewasa berpakaian rapi menghampirinya. Pria itu memakai kacamata style.

Begitu sampai di hadapan Clara, pria itu membuka kacamatanya dan menyodorkan tangannya.

"Saya Christ, yang berniat menjual Villa ini," ucap pria itu.

"Oh, ya. Saya Clara. Apa kita bisa langsung lihat dalamnya?" tanya Clara.

"Tentu saja, Saya akan mengantar Anda ke dalam," ucap Christ.

Clara mengikuti Christ memasuki Villa tersebut.

Semenjak pertengkarannya dengan Bram, dan Bram tak pernah lagi datang menemuinya, Clara pun mencari info di situs jual beli proferti terpercaya. Clara tertarik begitu melihat Villa milik Christ. Menurutnya, Villa itu terlihat elegant dan dia amat minat untuk membelinya. Karena itu, hari ini Clara datang untuk melihat secara langsung Villa tersebut. Ternyata, melihat Villa itu secara langsung, membuat Clara semakin ingin membelinya.

Christ mengajak Clara melihat-lihat setiap ruangan. Pertama kali Christ membawanya ke ruang tamu yang cukup luas, dan sekaligus terhubung dengan ruang makan.

Clara semakin gemas, tak tahan melihat design-nya yang sesuai idamannya.

Setelah itu, Christ mengajaknya ke halaman belakang. Di sana terlihat sebuah kolam renang yang cukup luas sekaligus tempat untuk bersantai.

"Jadi, berapa harga untuk Villa ini?" tanya Clara.

"Murah, dan amat wajar dengan design yang elegant dan suasana tenang di sini," ucap Christ.

"Jadi?" Clara menatap Christ yang tengah tersenyum.

"Empat koma empat juta US Dollar," ucap Christ tersenyum.

Clara terdiam.

"Silahkan dipikirkan, Saya menjual cepat Villa ini. Sayang sekali jika jatuh ke tangan orang lain," ucap Christ tersenyum.

Clara menghela napas panjang. Villa itu seharga kurang lebih enam Milyar jika di Rupiahkan. Christ benar, wajar saja Villa itu diberi harga sebesar itu. Menurut Clara pun memang wajar.

"Empat juta US Dollar," ucap Clara.

Christ menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Terimakasih untuk penawaran Anda. Villa ini milik Saya pribadi, dan Saya merawatnya dengan baik. Silahkan cari Villa yang seharga dengan tawaran Anda. Saya yakin, tak ada yang semurah tetapi menarik seperti Villa ini," ucap Christ.

Clara lagi-lagi menghela napas panjang. Benar juga yang dikatakan Christ. Villa itu termasuk murah.

"Oke, biaya pindah nama kepemilikan ke notaris, Saya yang tanggung," ucap Clara.

Christ lagi-lagi tersenyum. Clara cerdas juga. Mengerti apa yang diinginkannya.

"Saya akan berikan, jika Anda juga mau sekalian membayar seluruh pajak yang belum dibayar selama satu tahun ini," ucap Christ terkekeh.

"Hm ..."

Clara berpikir sejenak.

"Apa Saya boleh minta minum?" tanya Clara.

Christ tertawa kecil. Sungguh tuan rumah tak berperasaan karena tak memberikan minum untuk tamunya.

"Maafkan Saya, Saya lupa," ucap Christ.

Clara tersenyum tipis dan menunggu Christ mengambilkan air untuknya. Tak hanya menunggu, melainkan Clara berpikir keras mencoba menghitung pajak yang harus dibayarkan untuk Villa sebesar itu.

"Terimakasih," ucap Clara setelah Christ memberikan segelas air minum. Clara pun meminumnya sedikit.

"Baiklah, deal! Saya akan membayar Villa ini, sekaligus biaya lainnya. Seperti yang Anda minta tadi, biaya pajak pun Saya yang akan tanggung," ucap Clara sambil menyodorkan tangannya.

"Saya sudah duga kita akan mencapai kesepakatan. Karena itu Saya sudah menyiapkan notaris terpercaya," ucap Christ.

Clara mengangguk dan mereka pun pergi menuju notaris yang sudah Christ siapkan. Di sana mereka menanda tangani kesepakatan bersama dengan dihadiri dua orang saksi. Yakni pengacara Christ dan juga pengacara Clara.

Ya, sebelumnya Clara pun sudah menyiapkan pengacara untuk mendampinginya. Karena berapa pun harga Villa itu, Clara akan tetap membelinya.

Tak butuh waktu lama, surat kepemilikan atas Villa tersebut sudah menjadi atas nama Clara. Sungguh pengerjaan yang cepat.

Clara mentransfer seluruh uang yang sudah disepakati melalui credit card tanpa limit yang Bram berikan. Clara tak peduli jika setelah ini, Bram akan mengumpat dan memaki dirinya. Lagi pula, dirinya sudah tak memiliki rasa malu di hadapan Bram. Clara kerap kali bertengkar dengan Bram, dan Bram selalu saja mengatakan hal yang menyakiti hatinya. Namun, meski begitu Clara tetap memilih bertahan selama Bram tak menyingkirkannya.

Dan Meski credit card itu atas nama Clara, tetapi laporan uang keluar akan tetap Bram ketahui. Karena itu, Bram akan tahu untuk apa saja Clara menggunakan credit card tersebut. Clara pun sudah siap untuk segala resiko jika Bram benar-benar menegurnya karena telah memakai uang sebanyak itu.

Selesai melakukan transaksi, Clara pergi menuju sebuah hotel. Dia tak tidur di Villa itu dan memilih menginap di sebuah hotel terdekat. Besok pagi dia akan kembali ke Jakarta.

Clara yang merasa lelah pun, dan akhirnya tak lama dia pun tertidur.

*****

Keesokan harinya.

Clara sudah sampai di Jakarta dan sudah berada di apartemen. Apartemen itu tampak sepi, nyatanya tak ada Bram di sana. Clara berpikir, Bram akan menemuinya dan memakinya karena mengeluarkan uang sebanyak itu kemarin.

Ah, ya. Ini hari libur, mungkin saja Bram tengah berlibur. Pikir Clara.

Clara memasuki ruang kerjanya, dia melihat gaun yang sudah hampir selesai dia ubah dengan seksama. Tak terasa, gaun itu sebentar lagi akan dipakai oleh pemiliknya.

Ting tong ...

Clara terkejut mendengar suara bel. Entah mengapa pikirannya tertuju pada Bram. Dia berpikir Bram yang datang.

Clara mengatur napasnya, dia mencoba mempersiapkan diri untuk menghadapi Bram.

Clara mengintip di lubang kaca kecil yang ada di pintu. Dia mengerutkan dahinya saat melihat bukanlah Bram yang datang. Melainkan orang lain yang juga dia tahu siapa orang tersebut.

Dan nyatanya, di Negara lain, yang tak lain adalah negara Jerman. Orang yang Clara pikir datang ke apartemennya justru tengah berendam di dalam kolam renang di sebuah Villa di Jerman. Dia menyeringai penuh arti saat tahu Clara membeli sebuah Villa. Selain itu, dia pun terlihat begitu menikmati setiap tegukan minumannya.