"pertunangan kalian sudah ditentukan bahkan sejak kalian masih kecil." Ucap tuan chaiden dengan tegas. Sorot matanya mengisaratkan kemarahan berbanding terbalik dengan tubuhnya yang masih tenang.
Hari ini keluarga Irene dan Vino makan malam untuk membahas masalah pertunangan. Sebenarnya bukan tanpa alasan ayah vino mengatakan hal itu. Hal itu di sebabkan ucapan anak semata wayangnya yang bilang ingin membatalkan pertunangan.
Suasana yang tadi hangat berganti menjadi mencekam hanya karena satu kalimat dari ayah vino. Dua orang beda generasi ini tampak tak ada yang mau mengalah. Vino memang benar-benar mewarisi sifat ayahnya yang dingin dan keras kepala.
"Sayang... Mereka masih muda. Bukankah ini terlalu cepat? Bukankah begitu fanny?"
Ibu vino mencoba meredakan kemarahan ayah vino. Ia mencoba meminta bantuan ibu Irene untuk mencairkan suasana yang tegang ini.
"Tentu saja sica. Ini terlalu cepat untuk mereka. Mungkin seharusnya kita mundurkan acaranya." Sahut ibu Irene.
Vino melirik ke arah Irene yang diam menunduk. Tak ada yang akan menolongnya sekarang. Irene terlalu takut mengatakan kata hatinya dari dulu. Vino tersenyum miris. Mereka berdua punya sifat yang hampir sama. Sama-sama diam menghindar dari masalah. Itulah yang membuatnya menyukai Irene dulu.
"Kita sudah mempersiapkan semuanya. Lagipula mereka kan baru akan bertunangan bukan menikah. Mereka masih punya banyak waktu untuk mengejar mimpi mereka. Bukankah begitu tuan tenala?"
Ayah vino menggoyang-goyangkan anggur yang ada di gelas kaca itu dengan tenang. Seolah ucapan Vino hanya angin lalu saja.
"Aku sependapat denganmu chaiden"
Ayah Vino tersenyum mendengar jawaban dari ayah Irene. Lagi pula bila pertunangan ini dibatalkan, yang rugi hanyalah pihak Irene sendiri.
"Baiklah berarti sudah diputuskan kalau pertunangan akan dilaksanakan satu bulan lagi."
Ayah vino mengelap mulutnya dengan sapu tangan dan pergi meninggalkan perjamuan bersama dengan ayah irene.
Permainan berakhir. Irene tak membantu sama sekali. Gadis itu tampak tertekan tadi. Tak banyak yang bisa vino lakukan sekarang. Setidaknya untuk sekarang ia harus pura-pura setuju dengan pertunangan itu. Ia perlu persiapan yang lebih matang agar pertunangan dapat dibatalkan. Joo hi hi ce VT
Jangan harap vino akan menyerah begitu saja. Ia akan berjuang untuk kebahagiaan Irene. Walau ia harus berkorban nyawa untuk membayarnya. Seperti janjinya waktu kecil dulu.
.....
Ayah vino melempar vas bunga yang ada di meja kerja ke arah vino. Vino refleks menghindar. Vas itu pecah terbentur tembok di belakang vino. Wajah mulus vino sedikit tergores oleh pantulan pecahan vas bunga. Darah segar mengalir dari pipi vino.
Vino mengelap kasar wajahnya.
"Kau tau kekacauan apa yang hampir kau perbuat tadi?"
"....."
"Alvino chaiden... Bukankah kau juga ingin bertunangan dengan Irene pada awalnya??"
"...."
Bungkam adalah pilihan terbaik saat ini. Sebenarnya vino sudah tau jauh hari bahwa ia akan di jodohkan dengan Irene. Awalnya vino merasa sangat amat senang dengan perjodohan ini. Tapi, entah mengapa hatinya menolak sekarang. Ia sendiri terlalu bingung dengan keinginan hatinya sendiri sekarang.
Irene sudah menentukan pilihannya. Begitupun hatinya. Rasa sayang irene padanya hanyalah sebagai sahabat.nkalau boleh jujur, egonya terluka saat Irene memilih membatalkan pertunangan saat itu.
"Jangan terlalu dekat dengan joyceline. Kau tau aku mampu melakukan apapun."
Vino membelalakkan matanya. Darimana ayahnya tau tentang Joy? Ayahnya biasanya hanya akan diam berpura tak tau siapapun orang yang ada di lingkungan pergaulannya tiba-tiba mengenal Joy?? Pikirannya mengelana jauh ke kejadian Joy yang tiba-tiba bersimbah darah di koridor sekolah. Kejadian janggal yang membuatnya penasaran. Joy tak seceroboh itu hingga jatuh terguling.
"Ayah... Jangan bilang--"
"Ya benar. Aku yang menyuruh orang untuk melakukannya." potong Ayah vino dengan tatapan sombongnya.
Tangan vino mengepal. Wajahnya mengeras marah dengan tatapan marah. Selalu saja ayahnya seperti ini. Kali ini bukan orang lain tapi Joy. Hatinya terasa sesak sekarang.
"Aku selalu menuruti keinginan ayah. Untuk kali ini saja. Jangan sentuh teman-temanku atau ayah akan menyesal."
Vino berjalan keluar dari ruangan kerja ayahnya. Rasa marah, sedih, kecewa dan bersalah mendominasi sekarang. Bukan karena orang lain Joy terluka tapi karena dirinya.
"Aku tak akan mengganggu temanmu jika kau mau bertunangan dengan Irene."
Satu ucapan ayahnya itu mampu membuat tangan vino berhenti memutar kenop pintu. Tangannya diam menggantung diatas knop pintu. Banyak yang ingin ia katakan. Tapi semua hanya tertahan di mulutnya.
"...."
Vino meninggalkan ruangan itu dengan satu keputusan. Harus ada pengorbanan disini. Terlalu banyak mata-mata ayahnya. Ia harus kembali apatis kepada Joy. Sepertinya terlalu sulit memenuhi janjinya ke Irene.
.....
Semua sudah kembali seperti semula. Tak ada lagi Joy yang menghindarinya. Yang ada hanya Joy yang F4 kenal. Joy yang dengan kepribadian aneh dan entah kenapa itu terasa cocok dengan mereka. Seolah mereka adalah teman lama yang bisa menerima semua kelemahan dan kekurangannya.
"Kita mau nonton film apa sekarang?"
Irene menatap daftar film yang sedang tayang di bioskop. Tangannya masih setia bergelayut di lengan joy dengan kepala bersandar di pundak Joy. Sedangkan Joy bersikap biasa dengan tingkah manja Irene.
"Pilih seadanya saja." Jawab vino.
"Hei vino bukankah kau main film? Ayo kita nonton filmmu."
"Ah... Maksudmu film horor romance itu?" Sehun menunjuk sebuah nama film.
"Baiklah sudah diputuskan kita nonton itu saja. Walau vino cuman tokoh figuran di sana. Hahahhaha...." Canda jinno.
"....."
Vino menatap jinno dengan tatapan membunuh. Kalaupun bisa vino ingin menendang jinno ke planet pluto. Ups... pluto bahkan bukan termasuk planet di tata Surya sekarang. Pluto terlu kecil untuk disebut planet.
Kenapa juga dulu vino menerima projects film itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah diam menahan kesal sekarang. Ia menghela nafas kasar.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Joy. Ia menahan vino ketika akan masuk ke dalam gedung teater. menunjuk ke arah plester yang ada di wajah tampan vino. Yang lain sudah masuk duluan.
Dari tadi mereka semua acuh pada luka di wajah vino. Kenapa hanya Joy yang memperhatikannya? Jangan lakukan itu Joy. Tolong jangan memperlihatkan simpatimu padaku. Jangan membuat dirimu terluka oleh diriku.
"....."
Vino hanya menatap Joy dingin. Ya memang sejak awal seharusnya dia berhenti. Mumpung semua belum terlambat. Rasa sukanya belum terlalu besar. Joy hanya salah satu temannya. Sama seperti jinno, Alka, dan sehan. Vino melewati Joy begitu saja. Begitu sulit acuh pada satu orang ini.
'Sial...' pekik vino dalam hati.
Joy duduk di samping alvino sekarang. Bukan yang lain Tapi Joy. Vino berusaha menetralkan detak jantungnya sekarang. Sebegini sulitnya mengenyahkan debaran yang cepat ini. Vino menepuk dadanya. Berharap debaran itu segera terlewat dan menjadi normal.
Sekarang posisi duduk mereka dimulai dari yang paling kanan
Joy, vino, jinno, irene, sehan, alka. Bukankah ini kebetulan sekali?
Vino berusaha memfokuskan pandangannya ke layar yang ada didepan. Tapi sesekali ia melirik ke arah Joy. Bolehkah vino jujur? Gadis ini sangat lucu dengan segala ekspresi uniknya.
Kalau orang lain pasti akan menutup wajahnya sambil berteriak ketika hantunya muncul. Tapi Joy masih diam dengan ekspresi tenang dan biasa. Ketika yang lain antusias saat melihat adegan kissing seperti sekarang Joy malah menutup wajahnya. Sambil melengos ke arahnya dengan jarak yang begitu dekat.
Joy mungkin tak sadar kalau jarak wajah mereka dekat sekarang karena tangannya menutupi wajah. Tapi percayalah, ini sudah cukup membuat badan vino merasa panas dingin secara bersamaan. Padahal udara di sekitarnya tadi biasa saja tadi. Tolong seseorang bantu vino. Sepertinya ia terkena serangan jantung sekarang. Seperti inikah rasanya menyukai seseorang? Ia tidak pernah merasakan perasaan ini dari irene sebelumnya.