2

“Kita mau kemana sih mah? Tumben Gilang harus ikut.” Gilang yang sedang sibuk harus membatalkan semua jadwal meating dengan beberapa investor. Kinan yang duduk di belakang menatap sang putra, “Mamah mau ketemu teman lama mamah, ya kali-kali kamu ikut, jangan kerja-kerja terus yang kamu pikirkan. Sekali-kali kamu juga butuh hiburan.” Ucap Kinan, Kinan mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.

“Aku sebentar lagi sampai. Nanti di pertigaan jalan depan belok kanan kan, pas warung baso mbah jum?” ucap Kinan kepada seorang melalui telepon.

“….”

“Okay, Assalamualaikum.” Sambungan pun terputus, Kinan memasukan kembali ponselnya.

Mobil Gilang melaju mengikuti arahan sang mamah, Arsen yang duduk di samping kemudi hanya terdiam. Hingga kini mobil Gilang sudah terpakir di sebuah rumah sederhana, tidak mau menunggu lama Kinan langsung membuka pintu dan menghampiri Lestari yang sudah menunggunya di teras rumah.

“Ya ampun, akhirnya kita ketemu lagi.” Kinan begitu antusias dan langsung memeluk Lestari begitu saja, Lestari yang bahagia juga membalas pelukan sahabat lamanya itu. “iya sudah lama banget,” Gilang dan Arsen keluar dari mobil dan menghampiri Kinan dan Lestari yang saling melepas rindu.

Gilang memberi salam kepada Lestari, “Wah nak Gilang sudah besar ya, dulu kalo ke sini pasti langsung main ke belakang.” Ucap Lestari, lestari juga bersalaman dengan Arsen. “Mas...” Lestari memberikan senyum ramahnya.

“Ayok masuk.” Mereka semua pun masuk kedalam.

Saat asik berbincang, Gilang meminta izin kepada Lestari untuk menggunakan kamar mandi. Setelah mendapat izin Gilang pun pamit kebelakang. Saat di belakang Gilang langsung disuguhkan dengan pemandangan pesawahan yang tampang sejuk dengan gunung yang menghiasi langit.

Gilang duduk di pendopo, menikmati udara segar yang menerpa dirinya. Tanpa sadar tangannya merogoh saku celana dan mendapati sebuah ponsel didalam sakunya. Gilang melihat ponsel itu dan mendapati beberapa panggilan tak terjawab disana.

“Handpone butut kayak gini aja jadi jaminan.” Gilang kembali memasukan ponsel tersebut. Tak terasa dia cukup lama berada di belakang, akhirnya Gilang memutuskan untuk kembali. Namun saat kembali dia dikejutkan dengan seorang wanita yang baru saja dia temui di kafe tadi.

….

Semua keluarga sudah berkumpul di ruang tengah, dimana Arsen yang duduk di kursi tersendiri, lalu di sebelah kanan terdapat Kinan dengan Gilang yang duduk di sebelahnya, di depannya terdapat Gita dengan sang ibu.

Suasana sedikit tegang karena sedari tadi Gilang terus saja memberikan tatapan tajam untuk Gita. Ya suasana yang hanya di rasakan oleh Gita saja, Gilang mulai geram dengan situasi ini ia pun mengeluarkan suaranya, "Mah, mamah yakin mau nikahin aku sama..." Gilang melirik tajam ke arah Gita yang sejak tadi hanya menundukan kepalanya, "Cewek gendut kayak dia? Ayolah mah, ini bercanda kan?" Gilang benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikir sang mamah yang menyuruhnya menikahi wanita gendut dan lihat dia masih SMA.

"Memang kenapa kalau dia gendut? Deddy tidak pernah mengajarkan kamu menilai seseorang dari fisik ya!" ucap Arsen tegas pada sang anaknya, Gilang diam kalau ayahnya sudah berucap seperti itu dia tidak bisa membantah, Gilang akhirnya memilih diam.

"Sudah lah Sen, kamu jangan maksa putramu. Yang menjalani ini kan mereka, kalau mereka tidak mau ya sebaiknya tidak usah diteruskan." ucap lestari, ibu Alma. menenangkan situasi ini.

"Iya om, benar kata ibu. Gita fikir kalau dari awal sebuah hubungan tidak di landasi rasa sayang.. Gita takut hubungan ini tidak akan berjalan dengan baik." ucap Gita final dia memandang Gilang dengan ujung matanya disana gilang memberi senyum kemenangan.

"Apa anak tante jelek sampai kamu menolaknya." ucap Kinan pada Gita, Gilang yang mendengar sang ibu mengatakan itu membulatkan matanya tak percaya akan apa yang di ucapkannya, "Mah.." protes Gilang, "Lagian tidak ada wanita yang mampu... " ucapan Gilang terpotong karena, suara ponsel yang bergetar di saku bajunya. Gilang pun merogoh ponsel tersebut, dan ternyata ini ponsel gadis gendut di depannya.

Ia melihat sebuah panggilan dengan nama pangeran kodok. Gilang tersenyum melihat nama itu, yang satu Gendut yang satu pangeran kodok wah mereka ternyata memang pasangan yang cocok, sama sama rendah.

Tanpa mempedulikan pemilik ponsel, Gilang menggeser telpon hijau itu sehingga sambungan pun terjawab, tak lupa dia me-loadspeker telpon tersebut, terdengar suara lelaki di ujung sana."Ndutt, kamu dimana? Aku udah di depan rumah."

Gita melihat itu langsung berdiri dan mencoba merebut ponsel tersebut. Pasalnya Gilang dengan sengaja membesarkan suara telpon sehingga mereka semua dapat mendengar suara itu.

Gilang melihatnya pun langsung menjauhkan ponsel tersebut sehingga Gita tak dapat menjangkaunya, kesal Gita pun mencubit lengan Gilang sehingga sang empu merasa kesakitan. Melihat itu dengan cepat Gita langsung merebut ponselnya dari tangan Gilang.

Gita melihat sambungan masih terhubung kemudian ia mendekatkan ponsel itu di telinganya. "Okey aku ke depan, kamu tunggu di sana." ucap Gita.

Gita pun pamit kepada semua orang untuk menemui sahabat di depan rumah, sedangkan Gilang mengaduh kesakitan. "Lihat kamu akan menyesal telah menolak tawaran untuk mamah jodohkan dengan Gita, mamah akan tetap menkodohkan Kamu dengan Gita, dan mamah gak mau dengar kamu menolak."

Setelah mengucapkan itu keluarga Gilang pun pamit undur diri, "Maaf ya, kami malah membuat keributan di rumahmu." ucap Kinan pada Lestari-ibu Gita. Lestari tersenyum, "Tak apa, mereka dari dulu memang tidak berubah bukan." Kinan menganggukan kepalanya. Sedangkan Gilang dan Arsen sudah lebih dulu meninggalkan dua perempuan itu.

.

.

.

"Ini pesenannya, nasi goreng ayam." Iqbal menyerahkan bungkusan nasi Goreng pada sahabatnya, Gita langsung berbinar melihat yang di bawakan oleh sahabatnya, "Ya ampun, kamu itu emang yang paling the best lah." Gita meraih bungkusan itu, tapi Iqbal menjauhkannya.

"Ko di jauhin?" Gita mengerucutkan bibirnya, pura pura merajuk, sedangkan Iqbal tersenyum melihat wajah sahabatnya ini.

Iqbal memajukan wajahnya dan menekan pipinya dengan jari telunjuknya, "Bayarannya." Iqbal senang sekali menggoda gadis di hadapannya ini, gadis dengan tubuh gempal di hadapannya ini sudah membuat hari harinya penuh dengan warna, mungkin kalau saja Gita tak datang waktu itu..mungkin dia tidak lah sekuat sekarang.

"Bayaran apa?" Gita berfikir sejenak, Iqbal yang melihat itu pura pura merajuk, "Yasudah aku pulang." sungguh sahabatnya ini sangat kekanak kanakan, ya pangeran kodoknya tak pernah berubah. Gita bersyukur Iqbal mau menerimanya di saat semua cowok terang terangan menghinanya.

"Okay. " Gita mengambil sendal yang iya kenakan, "Ets, ko ngambil sendal?" tanya Iqbal.

"Tadi minta bayaran kan, di pipi? Sini deket dong." pinta Gita dengan manja, tangannya sudah memegang sendal jepit dan siap untuk melayang di wajah tampan sahabatnya, Iqbal membulatkan matanya, lalu dia menggaruk tengkuknya yang gatal dan memperlihatkan deretan gigi yang sangat rapih dan putih. "Hehehe.. Bercanda ko, jangan di pukul dong, nanti kalo ketampananku hilang kamu mau tanggung jawab, terus ga ada wanita yang suka sama aku.. " ya begini lah mereka sebentar ribut sebentar ketawa.

Di belakang mereka Gilang terus saja memperhatikan interaksi dua sejoli ini dengan memasukan sebelah tangannya ke dalam saku, setelah itu Gilang masuk kedalam untuk menemui mamahnya dan tante Lestari.

"Mah, aku terima perjodohan ini." ucapnya lalu pergi ke luar, Kinan dan Lestari terdiam, Kinan melihat kepergian Gilang begitu saja.

"Tadi.. Gilang setuju ya?" tanya Lestari, Kinan menganggukan kepala dengan wajah bodohnya, lalu detik berikutnya ia tersadar. Kinan menoleh dan menatap wajah sahabatnya itu dengan tatapan tak percaya. Detik berikutnya kehebohan terjadi di antara dua wanita itu.

Hadeh, dasar emak emak.

Gilang keluar dengan perasaan campur aduk, dia lewat begitu saja saat melewati Gita dan Iqbal.

Iqbal yang melihat itu memberi isyarat kepada Gita tentang orang yang baru saja keluar dari rumahnya dengan ekspresi kesal. "Sudah lah jangan urusin dia." ucap Gita, dia melanjutkan makan nasi goreng tersebut, namun dalam benaknya dia bertanya ada apa dengan pria itu? Kenapa terlihat sangat kesal, bukannya dia seharusnya senang karena tidak jadi di jodohkan dengan ku, pikirnya.

"Gita, tante pulang dulu ya." Gita yang sedang asik makan pun menoleh mendapati tante Kinan yang berada di belakangnya sambil memegang pundak Gita, lestari juga disana mengantar Kinan pulang.

Gita mengangguk dan tersenyum, dengan susah payah gita menelan nasi goreng yang masih berada di dalam mulutnya, "Iya tante, hati-hati ya." ucap Gita ramah, Kinan pun membalas dendan senyum ramahnya lalu pamit pulang.

Setelah kepergian keluarga Gilang, Iqbal dan gita masih asik berbincang di teras rumah. Tak terasa waktu sudah semakin malam, sehingga Iqbal pun izin pulang.

.

.

.

.

"Nak.." lestari memanggil Gita yang berjalan masuk ke dalam kamar, dia akhirnya mendekat dan duduk di samping lestari, lestari menatap Gita serius namun tetap terlihat redup.

"Perjodohan kalian akan tetap berlanjut." ucap ibu dan berhasil membuat Gita tersedak kue kering yang baru saja dia masukkan kedalam mulutnya, Gita menoleh meminta penjelasan.

"Nak Gilang menyetujuinya."

'apa aku ga salah dengar kah? Pria itu menyetujuinya, apa sih yang dia pikirkan.. Aku harus tanyakan ini besok padanya.' Ucap Gita dalam hati.