Flashback
Gilang pov
Aku meninggalkan Gita begitu saja tanpa mementingkan perasaannya "mas.." panggilnya dan membuatku berhenti. "Saya..saya minta maaf karena sudah membuat hidup mas Gilang hancur karena menikahi saya, tapi kalo boleh jujur saya tak pernah meminta mas Gilang untuk menikahi saya. Bukankah aku sudah terus menolak mas Gilang dan juga tante yang terus memaksa saya untuk menikah dengan mas, hingga yang saya tau saya sudah menjadi istri sah mas Gilang saat saya sadar di rumah sakit. Lalu..saya juga tak meminta mas Gilang untuk menghidupi saya, kalua boleh..saya mau minta izin untuk tinggal di rumah ibu." dia berhenti sejenak, dengan air mata yang terus mengalir di wajah cantiknya, aku minta maaf sudah membuat air matamu mengalir.. Istriku.
Melihat Gita yang menangis dan tidak bahagia dalam pernikahan kami membuatku sangat sakit, aku akui awal pernikahan kami memang tidaklah di landasi dengan rasa Cinta. Namun saat izab qobul aku sudah berjanji akan menjaganya dan tak akan membuatnya bersedih, namun apa? Aku selalu saja membuat air matanya terjatuh.
"satu lagi mas, tadi sepertinya pacar mas telpon dan meminta mas untuk menjemputnya. Saya minta maaf telah menjadi benalu dalam hubungan mas dan mb jesika." Setelah mengucapkan semua itu, dia pergi dan masuk ke kamar sedangkan aku hanya memandanginya dengan hati yang juga sakit.
Maaf...
Esok paginya aku dengan cepat bangun dari tidurku karena mendengar suara berisik di dapur, setelahnya aku bernafas lega karena Gita tak pergi dari rumah. Syukurlah, dengan terus terukir dengan jelas senyum di wajahku. Aku melangkahkan kakiku ke dapur dan duduk di kursi meja makan memperhatikan Gita.
"Rupanya dia terlihat cantik ya saat masak, badannya luwes banget kesana kemari." Dan itu berhasil membuat senyumku semakin mengembang.
Aku yang masih dalam benakku terkejut saat Gita yang terkejut karena mendaoati ku berada dibelakangnya, "astagfirullah.. Mas.. " aku yang melihatlah wajah Gita yang tampak kotor akibat bumbu masakannya. Hatiku mulai sakit, apa aku bisa melihat wajahmu setiap hari.
Flashback off
"Mas.." Gita mendekati Gilang yang tengah duduk terdiam disana.
"Kamu punya janji apa sama Brian?" Tanya Gilang tegas, Gita menatap wajah Gilang tepat di matanya, terlihat disana bahwa Gilang tidak menyukai Brian. Gita coba memegang lengan Gilang, namun Gilang lebih dulu mencekal tangan Gita dengan tangan sebelahnya.
"Jangan dekat dengannya!" perintahnya tegas tak mau di bantah, kemudian meninggalkan Gita begitu saja. Mas Gilang kenapa? Lagi lagi sikapnya tak bisa ku tebak.
Akhirnya Gita berjalan menyusul Gilang, di ruang keluarga papah, mamah dan kak Brian sedang asik berbincang.
"Sini nak." panggil papah, Gita. Pun mendekat.
Disana Gita duduk di samping Brian, karena Brian yang langsung menariknya membuat Gita reflex langsung duduk tepat di sebelahnya, sedangkan Gilang diam mengabaikan Gita. Namun hati Gilang sangat kesal dan sakit mendapati Gita yang seperti tak peduli kepadanya, dan lebih memilih untuk duduk di samping lelaki lain.
"Gimana hasil nilai ujianmu?" tanya papah.
"Alhamdulillah baik pah, rata-rata delapan." ucapku, papah mengangguk dan tersenyum puas.
"Kenapa memang pah?"
"Jadi gini, papah mau kamu lanjut kuliah, gimana?" Gita terkejut dan menatap papahnya, Gita sangat ingin kuliah namun dia sudah ada mas Gilang yang harus dia urusi, dia takut kalau dia tak bisa fokus pada keduanya dan itu membuat Gita menimbang kemudian melirik Gilang di sana yang sepertinya tak begitu perduli, kemudian Gita melihat Arsen dan mengangguk setuju, Arsen pun tersenyum.
"Jurusa apa yang mau kamu ambil?"
"Arsitek pah."
"Di kampus saya saja, disana juga ada jurusan Arseitek jadi nanti kamu dan aku bisa berangkat bareng.. Lumayan hemat ongkos." ucap Brian di samping Gita dengan senyum yang taka da hentinya.
"Aku tanya mas Gilang sebentar." Gita kembali menoleh ke mas Gilang, "terserah kamu." Ucap Gilang dingin dan kembali fokus pada ponsel di tangannya.
"Ok pah, aku mau.. "
"Yeyyy..." brian yang sangat senang langsung memeluk Gita dari samping. mas Gilang angkat kaki dan pergi begitu saja, Gita yang memperhatikan itu hanya dapat menghela nafas dan bersabar saat melihat Gilang yang pergi begitu saja.
"Mau kemana kamu?" tanya papah yang melihat mas Gilang pergi begitu saja, "ngantuk." sambil terus berjalan dan tak menoleh.
Mas Gilang kenapa ya? Apa aku membuat kesalahan lagi? Benar-benar membingungkan. Gita terus saja memperhatikan kearah perginya sang suami.
Kurasakan elusan tangan di bahuku, dia tersenyum. "Tenang, semua akan baik-baik saja." ucapnya sambil mengangguk, dan aku hanya tersenyum pahit.
....
Sekepulangan mama dan papah. Aku dan kak Brian menghabiskan waktu kami dengan berbincang ringan di balkon Apartement, "kenapa kamu suka Arsitek?" tanya Kak Brian.
Aku menatap langit senjata yang berubah merah sangat cantik dan dibawah sana mereka yang melakukan berbagai aktivitas, kehidupan di ibukota yang memegang Teguh waktu adalah segalanya.
"Aku ingin membuatkan ayah dan ibu rumah, dulu aku dan Iqbal ingin memiliki sebuah rumah pohon yang bisa kita tinggali sewaktu-waktu kita sedang ingin menghabiskan waktu sendiri."
"Siapa Iqbal?"
"Sahabatku."
Tak ada lagi percakapan anatara diriku dan kak Brian, kami larut dalam indahnya suasana senja di sore hari.
"Kau bahagia?" aku menoleh dan ku dapati kak Brian yang juga menatapku. "Pernikahanmu.. Apa kamu bahagia?"
Aku mengangkat bahuku tak tau.
"Entahlah kak, sifat mas Gilang sulit sekali untuk ku mengerti. Dia seolah-olah memberi kami sebuah tembok yang begitu tebal sehingga aku tak dapat menembusnya."
"Kau tau ka.. Tadi pagi sifatnya sangat manis, dan aku menyukai itu."
"Aku bisa apa, aku hanya sendiri disini, semenjak menikah mas Gilang dan mamah Kinan terus saja menyuruhku untuk berhenti kerja...dan saat Ayah Arsen menawariku kuliah.. Aku senang sekali."
"Carilah kebahagiaan mu.. Dan aku akan membantumu." janji kak Brian.
....
Satu bulan berlalu setelah acara makan dengan keluarga besar, dan membicarakan banyak hal terutama masalah kuliah. Kini aku resmi menjadi salah satu mahasiswa di perguruan tinggi swasta di daerah Jakarta.
Sesua kesepakatan aku mengambil jurusan Arsitek, setelah mengikuti berbagai tes dan juga PBAK untuk setiap calon mahasiswa dan mahasiswi kini aku sudah resmi menjadi salah satu mahasiswa di kampus x ini.
hubungan ku dan mas Gilang, masih belum ada perubahan, mas Gilang masih bersikap dingin terhadapku bahkan sering pulang larut malam, sehingga aku dan dia jarang untuk bertemu. namun aku mulai terbiasa dengan keadaan ini.
Pagi ini, setelah kewajibanku sebagai seorang istri selesai, menyiapkan semua keperluan mas Gilang. Aku segera naik ke atas untuk menyiapkan diri untuk berangkat ke kampus.
Teng.. Tong..
Mendengar itu aku segera merapikan semua buku dan memasukannya ke dalam Tas, setelah melihat bahwa diriku sudah rapih di cermin aku bangkit dari tempat duduk dan mengambil ponselku.
"Iya sebentar..." aku berjalan membuka pintu, dan Kak Brian sudah berdiri disana menungguku, "udah siap?" aku mengangguk.
Kemudian kami pun berjalan bersama menuruni Apartemen. "Kamu tunggu di lobby aja, aku ambil mobil."
"Okay."
Kami pun berpisah di penghujung jalan, dimana kak Brian pergi ke batsman untuk mengambil mobil dan aku menunggu di lobby.
Beberapa menit menunggu akhirnya Kak Brian tiba, iya menurunkan kaca mobil lalu mengajakku, "come on.." ajaknya, aku bangkit dan mendekati kak Brian lalu masuk ke dalam mobil.
Selama di perjalanan kak Brian tak henti-hentinya bernyanyi, hampir semua lagu yang terputar di tape radio mobil ia nyanyikan dan aku sesekali mengikutinya.
Tak terasa kami pun tiba, mataku terpana melihat ramainya suasana kampus yang berbeda saat di SMA kemarin yang mayoritas menggunakan seragam putih abu, kini terlihat sangat berbeda kehidupan mahasiswa.
Aku turun dari mobil, dan diikuti oleh kak Brian di ujung sana. Mataku menelusuri setiap sisi kampus, hingga mataku berhenti pada seorang lelaki di ujung sana yang sangat tampan dengan pakaian yang sederhana, persis seperti biasa. Aku menggelum senyum bahagia, karena bisa bertemu lagi dengannya.