Tapi..bukannya dia kuliah di Bandung? Tak mau menunggu lama, aku berlari menghampirinya dan memeluknya.
"Hay.." ucapku. Jelas sekali bahwa dia sangat terkejut kemudian membalas pelukanku.
"Kamu bohong..katanya kuliah di bandung." ia menunduk sedih, "maaf, tes terakhir tidak lolos..tapi tenang aku disini tetap ambil Arsitek dan keterima..lalu kamu ngapain disini?" ucapnya, sambil mengajakku duduk di bangku.
"Aku kuliah disini." ucapku antusias. Iqbal membulatkan matanya dengan tamgannya yang memegang bahuku. "Sungguh." aku menganggukan kepala.
"Git.." panggil seseorang dan membuat aku dan Iqbal menoleh.
"Ahh..iya, kak..ini Iqbal, sahabatku..dan bal..ini Kak Brian, sepupunya mas Gilang."
Kak Brian mengulurkan tangannya dan di sambut oleh Iqbal, "Pagi Sir.." ucap Iqbal sopan, aku mengernyitkan dahi, sir..? kak Brian tersenyum ramah kepada Iqbal, kemudian melepaskan tangan mereka . Iqbal menoleh ke arahku, "kamu itu gak tau kalau sodara suami kamu ini salah satu dosen disini dan dengan julukan dosen termuda dan tertampan?" aku menatap tak percaya pada kak Brian dengan kedua tanganku yang menutup mulut, jadi kak Brian dosen? Dengan umur termuda. Kak Brian tersenyum. "tak perlu membuka aib lah.." ucapnya sambil terkekeh dan sebelah tangannya menggarukan belakang kepala yang tentu saja tidak gatal."
"Sebaiknya kalian masuk karena aka ada seminar nasional dan motivasi dari kepala dekan kita." Kak Brian mengajak kami untuk masuk dan kami mengikutinya di belakang.
Iqbal yang berada di sampingku berbisik, "Miss u.." aku mencubit lengan Iqbal yang memeluk tanganku, "aww..sakit tau." Ujarnya sambil mengelus-elus tangannya, aku menjulurkan lidahku ke arahnya. "wlekk..biarin, lagian siapa suruh pergi gitu aja, mana cuman ngirim surat. Kamu piker ini zaman apa, masih pake surat hah..." aku berjalan lebih dulu meninggalkan Iqbal dan menyusul kak Brian di depan sana.
"Git.. ayolah, masa kamu gak kangen aku?" teriak Iqbal di belakang sana sambil berjalan menyusul kami.
Kak Brian menoleh ke arahku, "kamu dekat dengannya?" tanya kak Brian di sampingku, aku menganggukan kepala sambil terus memperhatikan pesan di ponselku, setelah itu kami hanya diam.
Aku dan kak Brian harus berpisah dikarenakan kak Brian harus mengurus keperluan yang lain, sehingga kini aku hanya ditemani oleh Iqbal. Setelah tanda tangan sebagai tamu, aku dan Iqbal masuk ke dalam ruangan, semua jurusan arsitek harus menghadiri seminar nasional ini dan lebih diutamakan untuk maba (mahasiswa baru).
Setelah tanda tangan kami mendapat snack dan juga alat tulis yang di sediakan oleh panitia, kami pun masuk "wah..ramai ya, mau duduk dimana kita.." tanya Iqbal dengan kepala yang menoleh ke kanan dan kekiri mencari tempat duduk, dan memang benar ruangan ini sangat penuh dan membuatku sedikit gugup, karena aku tidak suka berada di keramaian.
Iqbal menarik tanganku dan membawaku di kursi paling depan, astaga..di depan. Aku memelototkan mataku bermaksud tidak setuju dengannya yang duduk di depan dan memberi tahu untuk mencari tempat di belakang. Iqbal berbisik di telingaku, "Di belakang penuh. Udah lah kita di depan, lagian aku dengar dekan kita masih muda." Ucapnya dengan menaik turunkan sebelah alisnya tak lupa ia memamerkan cengir kudanya, dan aku hanya menatapnya jengah.
Hanya Iqbal saja yang sangat excited dengan seminar ini, dia benar-benar berubah tak sama seperti masa Sekolah menengah atas dulu dimana ia menghabiskan waktu dengan kegiatan di luar kelas dan mengikuti berbagai kejuaraan basket untuk mewakili sekolah.
Aku dan Iqbal akhirnya mendaratkan bokong kami di bangku barisan pertama, aku hanya diam mematung, sedangkan Iqbal tak hentinya mengarahkan ponselnya ke setiap penjuru ruangan, entahlah apa yang iya lakukan, namun detik berikutnya aku tau bahwa ia akan membuat status whatsapp bahwa dia sedang mengikuti kegiatan seminar, dasar anak zaman milenial.
Terdengar suara MC yang membuka acara seminar ini, seminar dengan tema membangun motivasi untuk mahasiswa baru ini berjalan dengan hikmat, hingga tiba saat dimana dekan kita memberi sambutan dan juga beberapa materi pada seminar kali ini.
Disana seorang pria berjas navi dihiasi oleh dasi garis-garis hitam berjalan naik ke atas panggung, ku dengar semua mahasiswi berbisik karena terpesona melihat ketampanan dan ketegasan pria di depan sana walau mereka tidak berteriak, namun itu membuatku terganggu pasalnya yang mereka bicarakan adalah mas Gilang, suamiku, aku menghela nafas ternyata di luar mas Gilang memiliki penggemar yang sangat banyak.
Namun yang membuatku terkejut, ternyata mas Gilang adalah dekan di kampusku. "Bukankah itu suamimu." Tanya Iqbal berbisik namun masih terbilang keras, aku menatap ke atas panggung dan disana aku melihat mas Gilang yang menatap ke arahku, dengan cepat aku memutuskan pandangan kami dan menoleh kearah Iqbal aku memberi tatapan tajamku dan meletakkan jari telunjukku di atas bibirku yang ku krucutkan,"sttt.." mengisyaratkan dia untuk diam, Iqbal akhirnya menatap ke depan lagi.
pantas saja waktu itu mas Gilang diam, rupanya mas Gilang jadi dosen juga disini. Gita menghela nafas, membayangkan ini semua membuatnya sakit kepala, itu berarti dia akan sering ketemu dengan sang suami.
....
Kegiatan seminar telah usai kini aku dan Iqbal pun pergi dari ruangan dan juga kini ruangan pun sudah sepi. "Ayo..aku laper banget nih." Iqbal mengelus-elus perutnya dengan tampang yang dibuat melas, namun terlihat menggemaskan. Aku pun mengangguk, "Enaknya makan apa?" tanyaku, Iqbal meletakan jari telunjuknya di dagu seperti berfikir, "hmm.."
"Saya pinjam istri saya dulu!" belum sempat Iqbal menyelesaikan ucapannya, sebuah suara membuat kami terhenti di tambah cekalan tangan yang menarikku sehingga posisiku berada di sebelah orang tersebut, "Mas.." ucapku dan mas Gilang hanya menatapku datar kemudian menarikku menjauh dari Iqbal.
Langkahku dan mas Gilang terhenti karena Iqbal yang memegang tangan sebelahku, "enak aja, aku tuh lapar.. dan Gita harus nemenin aku." Sebelah alis mas Gilang terangkat dan memandang Iqbal dengan tatapan tak acuhnya. "memang kamu siapa? Ingat..status mu hanya sahabat, sedangkan saya adalah..." mas Gilang menarikku sehingga pegangan tangan Iqbal terlepas, mas Gilang maju satu langkah tepat di depan Iqbal. "SUAMINYA. Paham.." kemudian mas Gilang berbalik dengan terus menarik tanganku, sungguh tanganku sangat sakit.
AUTOR POV
Iqbal tak lagi mengikuti Gita atau mencegahnya, Iqbal lebih memilih memperhatikan kepergian mas Gilang dan juga Gita dari jauh. "apa aku harus merebutmu? Kamu tampak tak bahagia bersamanya dan aku bisa lihat itu." Gita dan mas Gilang kini sudah menghilang di ujung sana, Iqbal lebih memilih untuk melanjutkan pergi ke kantin, karena para cacing yang sudah memanggilnya untuk di beri asupan makanan bergizi.
Langkah Iqbal terhenti saat seseorang tak sengaja menabrak tubuhnya dan diperparah dengan kini bajunya yang basah serta lengket akibat tumpahan jus manga yang orang tersebut bawa. "lo punya mata gak sih, liat baju gue basah." Iqbal memegang baju yang iya kenakan dengan jijik lalu kepalanya mendekat dan mencium bau bajunya, amarahnya semakin menjadi tatkala ini adalah bau manga. "lo.. sumpah ya, lo tuh wanita yang paling ceroboh tau ga sih."
Wanita yang di hadapan Iqbal hanya menunduk takut, "saya ga butuh air matamu." Dengan kesal Ibal menarik tangan gadis cupu dengan mata yang dihiasi kacamata minesnya yang terlihat jadul membawanya duduk di meja kantin, "pesenin gue makan..cepet!" perintahnya. Sepeninggalan gadis itu Iqbal langsung saja mengambil kemeja yang ia selalu bawa di dalam tasnya, sebagai cadangan untuk keadaan darurat seperti ini.
Tak lama gadis cupu itu datang namun tanpa membawa apa-apa, "ehmm.. maaf ka, kakak pesan apa tadi." Iqbal menepuk jidatnya, lupa. Karena terlanjur kesal ia sampe lupa untuk memesankan makanan pada gadis cupu itu, melihat Iqbal yang seperti itu membuat gadis cupu tersebut tersenyum, tangannya reflek membenarkan kacamata yang turun.
Iqbal berfikir dengan pandangannya mencari menu makanan yang tersedia di kantin kampus sambil mengetuk-ngetuk meja, setelah menemukan apa yang ia mau ia menatap gadis cupu itu tanpa minat. " aku pesan, mie ayam dua, jus manga satu, jus jeruk satu." Gadis cupu itu mengangguk kemudia pergi menuju penjual mie ayam dan jus buah disana.
Sambil menunggu, Iqbal merogoh kantongnya dan mengambil ponselnya, dilihat terdapat satu pesan masuk. Iqbal pun langsung membukanya dan tertera nama sahabatnya disana.
'aku minta maaf dengan sikap mas Gilang tadi (dengan emoticon sedih).' Iqbal yang membacanya dibuat jengkel dengan sikap sahabatnya yang masih saja membela suaminya yang jelas-jelas tak mencintai bahkan tak menyayanginya. "cih..bela saja terus.." kesalnya.
"ini kak.." gadis cupu itu sudah kembali dengan membawa pesanan dan meletakkannya di atas meja setelah itu ia berbalik badan untuk pergi namun Iqbal memanggilnya, "siapa yang nyuruh kamu boleh pergi." Gadis itu membalikan badannya dengan wajah yang ditundukkan, Iqbal yang melihat gadis di hadapannya hanya diam menyuruhnya duduk, "Duduk!" titahnya, gadis itu menatap Iqbal bingung, "gue bilang duduk, lo budek, atau ga ngerti Bahasa manusia?" dengan cepat gadis cupu itu pun duduk. Lagi-lagi Iqbal melihat gadis itu hanya diam.
"makan!" ucap Iqbal sambil mengaduk mie ayam tersebut dan mengambil saos di sampingnya dan menuangkannya ke atas mie ayam, "tapi kak.." mohonnya.
"gue bilang makan, apa susahnya sih?" gadis itu menelan ludahnya takut dan kini keringat sudah membanjiri pelepisnya, tangannya perlahan terangkat sendok mie ayam,tangannya terus saja bergetar namun ia mencoba untuk menahannya, Iqbal yang melihat itu tak menanggapi dan lebih memilih mengahabiskan mie ayam karena perutnya sudah sangat lapar.
Iqbal melirik gadis di depannya itu mulai menyendokan sesuap mie ayam kemulutnya namun Iqbal seperti ada yang menjanggal dengan sikap gadis di depannya, dan dengan cepat ia menarik tangan gadis itu sehingga mie ayam yang akan dimakan gadis itu jatuh. "Lo alergi mie ayam?"
Gadis itu tampak terkejut dengan yang diutarakan oleh Iqbal, namun detik kemudian ia menganggukkan kepalanya, "Yaudah diminum jus manga lo." Ucap Iqbal, "Saya tidak bisa ka.."
....