Sketsa Alam

Angin bertiup kencang, awan kumulonimbus siap memuntahkan bening-bening kristal. Kilatan Petir seakan mencoba membakar langit. Pohon akasia melambai mengikuti hembusan angin. Daun kering berguguran layaknya sebuah layang-layang yang putus di udara dan pasrah kemana pun angin membawanya. Takdir setiap manusia telah tercatat di buku kehidupannya masing-masing.

Sebagai manusia, mereka dilarang keras menyebut takdir adalah penyebab tersesatnya kehidupan mereka. Disisi lain hidayah hanya berada ditangan Allah. manusia harus Ridha dengan takdir Tuhan. Apapun takdirnya, takdir baik ataupun takdir buruk. Semua adalah campur tangan Allah. Sesungguhnya hanya Allah yang dapat memberi manfaat dan mudharat.

Seorang bijak berkata: “Segala kebaikan berasal dari Allah dan keburukan berasal dari manusia itu sendiri.” Sebuah pernyataan yang dapat menimbulkan pertanyaan besar. Sekuat apa manusia sehingga mampu melakukan sesuatu. Bahkan untuk bernafas saja mereka membutuhkan bantuan Allah. Andai saja tidak ada pertolongan Tuhan disitu, niscaya mereka hanyalah sebuah patung tanah yang akan habis tertiup angin atau luntur termakan hujan. Sungguh manusia tidak berdaya melakukan sesuatu jika tanpa pertolongan Allah. Lalu apakah yang lebih dulu tercipta. Apakah takdir hidup ataukah kehidupan itu sendiri.

Dulu ketika Iblis berkata “Aku tidak mau bersujud kepada Adam.” Iblis membangkang perintah Allah. Membuat Allah murka kepadanya dan kemudian menempatkannya di neraka yang paling dalam. “Engkau yang telah menciptakanku dan Engkau yang telah menakdirkanku berada disana.” Kata Iblis menerima hukuman Allah tanpa ada kalimat penolakan.

Dulu ketika Adam dan Hawa juga melanggar aturan Allah, memakan buah yang dilarang untuk mereka, Allah pun marah, tapi mengapa Allah tidak lantas menghukum mereka untuk masuk ke neraka bersama iblis, mereka sama-sama telah melanggar aturan yang telah di tetapkan. Yah tentu saja itu karena Adam mengakui perbuatan dan kesalahannya sehingga Adam bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah. Sungguh tindakan yang jauh berbeda dari apa yang dilakukan Iblis. Iblis menerima itu sebagai takdir dan Adam mengakui itu sebagai kekeliruannya. Dan sesungguhnya Allah mencintai orang yang bertaubat.

Dalam hati manusia harus meyakini bahwa kejadiannya tidak seperti itu. Karena sebelum Adam tercipta Allah memang telah berencana untuk menciptakan khalifah di bumi. Dan Adam adalah manusia pertama yang direncanakan untuk tinggal di muka bumi sebagai khalifah, lalu mengapa sampai ada skenario Adam harus bersalah dengan memakan buah terlarang itu. Sesungguhnya Allah berkata: “Manusia adalah rahasiaku dan aku adalah rahasia-Nya.”

Sebelum Adam dicipta, malaikat sudah jauh-jauh hari protes. “untuk apa Engkau menciptakan Manusia yang nantinya akan membuat kerusakan di muka bumi!” kata malaikat kepada Allah.

kemudian Allah berkata: “Sesungguhnya aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”

Ini adalah sebuah misteri besar rahasia penciptaan manusia. Rahasia kehidupan. Allah menciptakan Fira'un agar Musa bisa berdakwah. Allah menciptakan Abu Jahal dan Abu Lahab agar ada pemeran antagonis dalam kisah Rasulullah. Misteri kehidupan hanya di ketahui oleh manusia-manusia pilihan. Karena Allah telah mempercayakan rahasia-Nya kepada para kekasih-Nya.

Seorang pria berkemeja lengan panjang berwarna coklat berlapis sweter polos tanpa lengan berwarna putih di lapisan luar kemejanya duduk di bawah pohon perdu. Pria itu berkaca mata. Wajahnya tegas dan tubuhnya yang tegap membuatnya terlihat mempesona. Air mukanya bersahaja. Ada sebuah titik kecil berwarna hitam di pipi bagian kanannya. Usianya tiga puluh tahun, dia tercatat sebagai mahasiswa strata dua jurusan Filsafat semeter akhir di UIN SAKA.

Pria itu bernama Anggara Radian. Biasanya dipanggil Angga. Tangan kirinya memegang sebuah novel yang berjudul ‘Pergilah Kemana Hati Membawamu’ sebuah novel terjemahan klasik karya mistikus cinta. Ditangan kanannya menggenggam sebuah pena berwarna hitam. Pria itu mencoret-coret novel dengan catatan-catatan kecil di ujung kertas. Rambutnya sebahu diikat gelang karet. Anak rambutnya tertiup angin, menari-nari di depan wajahnya. Angga terus mencoret-coret novel tua itu. Sesekali membuang pandangannya kearah padang rumput yang hijau. lebah-lebah di sekelilingnya datang mencoba menyapa tapi tak dihiraukan.

Tatapannya lurus tak berkedip. Terlalu banyak pikiran gaib yang berseliweran di dalam otaknya.

“Apa yang aku cari dalam hidup ini?” gumamnya dalam hati, sesekali menarik nafas panjang. Seakan pencarian dalam hidupnya belum usai.

“Kemana hidup ini akan membawaku?” lagi-lagi hatinya berkata.

“Apa benar nakhoda kapal kehidupanku adalah aku sendiri? Atau ternyata ada nakhoda lain dalam hidupku yang tidak pernah aku sadari keberadaannya.” Kalimat penuh filsafat itu mengalir lembut dalam sanubarinya.

Pria itu sedang merenung. Mencoba memahami kedalaman pikiran dan hati nuraninya. Sejak semester dua pria itu sudah meninggalkan agama. Baginya agama hanyalah candu untuk orang-orang yang malas untuk berpikir.

Banyak orang yang beragama tapi hidupnya jauh dari amar makruf nahi mungkar. Bukankah seharusnya makin saleh seseorang hidupnya akan semakin baik kepada orang lain. Lihatlah berapa banyak koruptor yang setiap tahun pergi umrah tapi kejahatan yang dilakukannya pun semakin menjadi. Sedekah kiri kanan hanya untuk membersihkan harta hasil rampokan. Atau berapa banyak orang yang mencari pekerjaan, jabatan, atau kedudukan dengan cara menyuap. Apakah hasil pekerjaannya bisa dikatakan hasil dari yang halal. Sedangkan sebiji beras yang berasal dari harta yang haram dapat membuat hati manusia menjadi gelap.

Berapa banyak para pendakwah yang ujung-ujungnya hanya menggunakan dakwahnya sebagai media untuk mencari penghasilan. Berharap uang amplop bisa membayar cicilan rumah atau kendaraan. Jika berdakwah sudah menjadi alat untuk mengumpulkan pundi-pundi apalagi dengan tema dakwah mengingatkan pentingnya bersedekah. Memberi seribu akan kembali sepuluh ribu lalu dimana letak keikhlasan dalam beramal. Dimana lagi arti penyerahan diri seutuhnya kepada Allah. Bukankah Allah yang mengirimkan makan, minum dan tempat tinggal untuk manusia. Lantas mengapa para pendakwah itu harus memasang tarif yang begitu mahal untuk sebuah harga ceramah.

Bahkan lebih banyak lagi manusia yang berpaham materialis seakan-akan Allah tidak mampu menolong hambanya lantas memerlukan bantuan orang lain sebagai perantara datangnya pertolongan dari-Nya. Seorang Bapak yang memaksa anaknya untuk mencari pekerjaan untuk bekal masa depannya.

"Kalau tidak kerja nanti kamu mau kasih makan apa keluargamu?" Kata-kata yang sering sekali terlontar dari mulut para orang tua untuk mengingatkan anak-anaknya. Padahal Allah tidak akan mematikan seseorang kecuali rezekinya telah diberikan semuanya. Ikhtiar dan kerja keras manusia telah menutup mata mereka. Padahal tanpa kerja keras pun jika rezeki yang ditetapkan Allah segitu, maka segitu juga yang akan sampai kepada mereka. Allah yang telah membuat jalannya rejeki sampai ketangan manusia, lalu apalah arti dari kerja keras manusia. Sesungguhnya semua itu akan bernilai ibadah andai saja manusia itu menyadari kalau bukan pekerjaan itu yang mendatangkan rezeki kepada mereka. Tetapi Allah lah yang telah mencukupkan mereka dengan rezeki yang sudah di takdirkan untuknya.

Mata manusia telah buta. Sehingga hanya melihat manusia lain sebagai penyelamat hidup mereka. Sedangkan Allah hanya menjadi bayang-bayang. Mereka tidak dapat melihat secara nyata pertolongan Tuhan dalam hidup mereka.

“Manusia di dunia ini pada sakit. Iya, tubuh mereka tidak sakit tapi jiwa mereka yang sedang sakit.” Angga kembali bergumam sambil memutar-mutar ujung penanya di dalam mulutnya. Jemari satunya mengetuk-ngetuk sampul depan novel.

Satu persatu kristal langit turun. Angga berdiri lalu mengebas-ngebaskan celananya bagian belakang. dan pergi berjalan meninggalkan pohon perdu. Dengan sebuah novel dan pena di tangannya. Pria itu berjalan kearah gedung kampus yang letaknya sekitar dua ratus meter dari kebun belakang kampus.

Gedung dua lantai itu adalah gedung perkuliahan mahasiswa jurusan Akidah dan Filsafat. Gedung dengan halaman yang luas itu di bangun sejak zaman penjajahan. Desain gedung yang bergaya kolonial membuat gedung itu selalu mengingatkan kita dengan kisah sejarah para pahlawan berjuang merebut kemerdekaan. Di tengah-tengah halaman luas terdapat sebuah tiang bendera dan diatasnya berkibar sang saka merah putih.

Puluhan kendaraan tertata rapi di area parkiran samping gedung di bawah pohon Akasia yang rimbun, Angga berjalan melewati ruang kelasnya, berjalan lurus kearah parkiran. Menghampiri vespa butut berwarna merah kemudian menstaternya, menarik gas beberapa kali lalu pergi meninggalkan kampus. Melewati jalanan ibu kota, bus-bus kota berjalan di jalur khusus. Kereta api bawah tanah juga tidak kalah sibuknya. Orang-orang memenuhi terminal dan pasar. Angga terus melaju di jalanan kota. Sepeda motornya berhenti di sebuah gang kecil. Angga memarkirkan kendaraannya kemudian menghilang di balik tembok-tembok yang berdempetan.