WebNovelingatan12.50%

Perpisahan

Hari demi hari telah berlalu, bulan telah berganti. Tak terasa kami sudah satu tahun bersama. Waktu memang berlalu begitu cepat, apalagi ketika kita bahagia. Sampai tanpa aku sadari, hari itu telah tiba.

Pagi hari yang penuh suka cita, hari ini adalah hari kelulusan kami bertiga.

Aku, dan Beni terus saja mentap jalanan dengan khawatir. Kirana belum juga datang. Padahal acaranya sudah mau dimulai. Akhirnya Kirana datang juga, ia langsung berlari ke arahku dan Beni.

Kirana memegang lututnya sambil, terengah-engah."Maaf ya" ucapnya.

"Kok bisa telat?" tanya Beni.

"Maaf, semalam aku tidurnya kemaleman, karena keasyikan nonton tv"

"Yaudah ayo masuk" ucapku. Lalu kami bertiga berlari dan masuk ke dalam.

                                 🐾

Satu-persatu para siswa maupun siswi naik keatas panggung. Para guru juga memakaikan medali, satu-per satu pada para murid. Wajah bahagia, dan juga ceria terlihat dari wajah mereka semua. Aku, Beni, dan Kirana masih asyik dengan kegiatan masing-masing. Beni sedang sibuk dengan teman-teman futsalnya. Sedangkan Kirana sedang sibuk dengan para gadis, yang mungkin pernah jadi teman sekelasnya.

Perlahan kuangkat kamera ku, dan mometretnya. Senyumnya benar-benar manis. Entah sudah berapa banyak foto Kirana yang ada di kamarku. Tapi aku tak pernah bosan, bagiku ini menyenangkan. Aku langsung pergi ke atap sekolah, mencari ketenangan.

Tak lama, seseorang mengganggu ku. "Hai, ngelamun aja sih" suara itu membuyarkan lamuanku. Aku menolehakan kepala, dan tersenyum. Kirana langsung duduk di sebelahku.

"Mikirin apa sih? Kasih tau dong, lebih enak ngelamun nya berdua kan?" aku hanya menggelengkan kepala mendengarnya.

"Engga kok, gapapa" jawab ku. Aku dan Kirana duduk sambil bersandar di pagar pembatas. Keheningan seketika datang menyapa kami. Kirana menundukkan kepalanya, sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu. Terlihat dari helaan nafasnya, yang berkali-kali keluar mulutnya.

"Jadi kalian disini" Ternyata itu Beni. Ia lalu menghampiri kami, dan duduk di hadapanku.

"ga kerasa ya, kita udah satu tahun bareng" ucap Beni.

"Iya, aku ga nyangka akan secepat ini." timpalku.

"Oh iya, setelah ini kalian mau lanjut kemana?" Tanya Beni.

"Paling, gua langsung cari kerja aja" Beni menganggukkan kepalanya.

"Yah...sesibuk-sibuknya kita, pasti nanti kita akan tetep jadi temen kan?. Tetep sering main, tetep suka sepedaan, pokoknya kaya ga berubah deh."

Tiba-tiba Kirana membuka mulutnya. "Maaf" ucapnya lirih, aku juga tak tau makna kalimat singkatnya itu.

"Kenapa?"

"Kayaknya, nanti kita ga akan bisa main lagi deh"

"Loh, emang kenapa?" Beni mewakilkan pertanyaanku.

"Besok aku akan pergi" aku terkejut mendengarnya. Ia lalu memberikan kami sebuah surat. Lebih tepatnya surat resmi. Aku dan Beni, buru-buru membuka surat itu. Aku membaca surat berbahasa inggris itu. Surat itu, berisi penerimaan Kirana Anastasya di sebuah universitas di Leiden.

'Leiden?'. Ya tuhan bahkan aku tidak tau dimana itu.

"Besok, aku akan pergi ke Leiden. Salah satu kota yang ada di Belanda. Kebetulan, tanteku tinggal disana. Jadi, aku akan pergi ke sana untuk melanjutkan kuliah kedokteran" aku benar-benar tekejut mendengarnya.

"Wah, selamat ya na" ucap Beni sumringah. Berbeda sekali denganku.

"Iya, makasih ya" jawabnya sambil tersenyum. Sedangkan aku masih saja diam terpaku mendengarnya.

'Sial, kenapa secepat ini' batinku.

🐾

Suasana ramai telihat jelas sekali di bandara Internasional Syamsudin Noor. Bagiku di Bandara hanya akan ada 2 emosi, yaitu : Bahagia, karna bertemu dengan seseorang, atau Sedih karna harus berpisah dengannya. Dan sialnya aku ada di kategori ke dua.

"Hati-hati ya na" ucapku berusaha terlihat tegar.

"Iya, makasih ya" balasnya. Tak lama terdengar pengumuman bahwa pesawat ke Belanda akan segera berangkat.

"kamu hati-hati ya sayang, jaga diri baik-baik. Mamah titip salam buat tante Rina" ucap ibu Kirana, sambil memeluk erat anak semata wayangnya itu. Kirana mengangguk, sambil berusaha menahan air matanya.

Ia lalu menatapku dan Beni bergantian, lalu memeluk kami berdua satu-persatu. Ia lalu melangkahkan kakinya pergi mejauh dari kami.

"Kirana! Jaga diri baik-baik ya! Jangan lupa sama kita, dan jangan lupa kasih kabar" teriak Beni.

Ah, seandainya saja aku seberani Beni dalam mengungkapkan rasa.

"Iya, pasti aku kabarin" balas Kirana sambil tersenyum. Apakah dia masih bisa tersenyum disaat seperti ini?. Tuhan, kenapa aku begitu bodoh?. Tanpa aku sadari, ternyata selama ini aku mencintainya. Tapi kenapa aku baru sadar saat ia sudah pergi jauh?.