Aku langsung berlari dengan cepat ke arah parkiran kampus. Disana, aku melihat Dev sedang duduk di atas motor miliknya.
"Hei!" Aku sedikit membentak Dev. Ia terkejut lalu turun dari motornya.
"Kenapa tadi kamu tiba-tiba hilang?!" Tanyaku.
"Yah...karna aku lihat kamu di tegur oleh dosen itu jadi aku langsung pergi"
"Curang" aku memukul bahunya pelan.
"Ya, maafkan aku" aku masih saja diam tak menggubris perkataan Dev.
"Yah, sepertinya kamu masih marah. Padahal aku ingin mengajak kamu ke Hooglandse Kerk"
Sontak aku langsung memegang tangan Dev "benarkah?"
"Ia, aku tanya Sofie. Ia bilang kamu ingin pergi kesana.
Jadi selagi masih ada kesempatan, aku mau ajak kamu duluan" aku tersenyum lebar mendengar perkataan Dev.
"Aku kita berangkat" aku lalu naik ke atas motor Dev. Ia lalu tersenyum padaku.
Kami berdua lalu pergi ke Hooglandse Kerk. Sebuah museum yang ada di kota Leiden.
Hooglandse Kerk adalah gereja Gotik di Leiden yang berasal dari abad ke lima belas. Gereja bata didedikasikan untuk St Pancras dan hari ini melayani umat paroki Gereja Protestan di Belanda. Baru sampai di Sana aku Dan Dev disambut oleh 2 pintu besar berwarna merah dengan ukiran khas di bagian atasnya.
Saat masuk di dalam, mataku kembali terpukau karna begitu mewahnya bagian dalam gereja itu. Warna putih, dan coklat mendominasi ruangan tersebut. Corak dan ukiran yang terpajang di setiap sudut ruangan memberikan kesan elegan pada bangunan itu.
"Kamu tau sejarah Hooglandse kerk?" Tanya Dev. Sementara aku hanya menggeleng dan masih berputar-putar melihat setiap sudut gereja itu.
"Mau aku jelaskan?" Aku langsung menengok ke arah Dev.
"Mau" jawabku antusias.
"Jadi, Hooglandse Kerk dimulai ketika uskup Utrecht, Gwijde dari Avesnes, memberikan izin pada tanggal 20 Desember 1314 untuk pembangunan kapel kayu di 'Tanah Hooge' atau disebut juga tanah tinggi sebagai lampiran gereja paroki Leiderdorp. Kapel itu didedikasikan untuk Pancratius suci († ca 300). Beberapa dekade kemudian, kapel ini diganti dengan gereja batu sederhana dengan menara, tetapi dengan pertumbuhan ekonomi Leiden yang kuat, kebutuhan akan gereja yang jauh lebih besar sudah meningkat cukup pesat.
Singkatnya. Setelah banyak masalah yang dilalui sama gereja ini. Selama ikonoklasme Agustus 1566 banyak artefak dan arsip keagamaan dihancurkan. Sejak tahun 1572 gereja ditinggalkan di tangan Protestan , dan pada saat dibutuhkan juga berfungsi sebagai gudang biji - bijian , seperti selama pengepungan Leiden pada tahun 1574. Dari pakaian Katolik asli, hampir tidak ada yang tersisa. Dan akhirnya Hooglandse Kerk ini resmi di renovasi dan dijadiin gereja lagi deh" jelas Dev panjang lebar.
Aku masih saja terdiam kaku. Ternyata Dev ini benar-benar jenius.
"Setelah ini, kamu mau pergi ke sungai Rinj bersamaku?" Tanya Dev. Aku lalu mengangguk antusias.
"Tapi sebelum itu, kita cari makan siang terlebih dahulu" Aku dan Dev lalu pergi dari Hooglandse kerk. Dan kami langsung mencari cafe terdekat.
Sesampainya disana, aku memesan beef steak dan segelas jus mangga, sementara itu Dev juga memesan beef steak namun dengan segelas cappucino.
Diam dan bisu perlahan hadir diantara kami.
"Jadi, kamu disini Ambil fakultas apa?" Tanya Dev memulai topik pembicaraan.
"Kedokteran" jawabku singkat.
Dev sedikit terkejut "oh ya, berarti kamu pintar ya" ia terkekeh pelan begitu juga diriku.
"Ah, engga juga. Aku hanya suka"
"Memangnya kenapa kamu mau jadi dokter?" Tanyanya lagi.
Aku sedikit membenarkan posisi dudukku. "Aku ingin sekali jadi dokter spesialis syaraf, hal itu karna ayah ku meningggal karna penyakit Aneurisma yang diderita nya. Sejak kecil aku sudah kehilangan sosok ayah. Jadi aku bertekad untuk jadi Seorang dokter, supaya bisa menyelamatkan banyak nyawa, memberikan harapan hidup, menyelamatkan orang-orang tersayang agar nantinya tak banyak orang yang merasakan apa yang aku rasakan" aku mengambil nafas panjang.
Raut wajah Dev terlihat menyesal "maaf" ucapnya lirih.
Aku mengangguk sambil tersenyum "ah, tidak apa-apa. Aku senang kamu menanyakan itu" setelah itu pesanan kami berdua sampai, kini obrolan lebih di dominasi oleh cerita Dev.
Tentang ayahnya, perusahaan nya, dan dirinya yang akan melanjutkan perusahaan ayahnya. Aku beruntung bisa jadi orang terdekat Dev.
Setelah makan, sesuai rencana. Aku dan Dev lalu pergi ke sungai Rinj. Kami lalu memesan sebuah kanal kecil untuk dipakai bersama.
Sekitar pukul 08.00 malam. Kami masih Asyik bermain di sungai Rinj. Untung saja ini bukan musim dingin, jadi suhu udara terasa hangat.
"Dev, liat ada ikan" ucapku sumringah.
"Dev, liat ada burung hantu" aku menunjuk ke arah pepohonan di tepi sungai.
"Dev, liat ada kunang-kunang" aku menunjuk ke arah kunang-kunang. Dev hanya tersenyum sambil terus mengayuh kanal kami. Aku lalu menangkap kunang-kunang itu.
"Awas! Nanti matii" Dev memperingati ku. Aku hanya mengangguk dan Melepaskan kunang-kunang itu.
Tiba-tiba, Dev menghentikan laju kanal. Ia lalu menggenggam tanganku erat. Aku hanya diam terpaku dengan apa yang dilakukan Dev.
Cahaya yang dihasilkan kunang-kunang di sekitar kami, membuat suasana jadi semakin aneh menurut ku.
"Kirana" panggilnya lembut. Aku hanya mengangguk kecil, tak berani mengucap apapun.
"Aku mencintaimu" aku semakin kaku, bibir ku kelu. Tak tau lagi apa yang harus aku katakan.
Dev justru semakin mengeratkan genggaman tangannya. "Aku mencintaimu, entah sejak kapan. Kupikir sejak pertama kali melihat di pesawat kala itu. Sejak kamu pergi diselimuti salju. Pikiranku jadi ikut beku. Tak tau lagi harus bagaimana. Dan kini, takdir mempertemukan kita berdua. Kumohon Kirana, jadilah kekasihku, jadilah setiap saksi jatuh bangunku. Aku ingin selalu membahagiakanmu." Mata Dev berkaca-kaca saat mengucapkan itu. Aku semakin tidak enak untuk menjawabnya.
Jujur saja, aku suka saat aku menjadi orang terdekat untuk Dev. Tapi hatiku selalu tak mampu untuk mengkhianati Raka. Perlahan aku menarik tanganku.
"Maaf Dev, sepertinya aku tidak bisa. Aku datang kesini untuk melanjutkan pendidikan, lalu pulang ke Bogor menemui orang yang sejak dulu aku cintai. Maaf kan aku Dev, aku benar-benar minta maaf." Aku tak sadar. Mataku justru mengeluarkan cairan bening yang perlahan turun. Tangisku tak dapat terbendung lagi. Ini begitu menyakitkan, aku takut Dev membenciku.
Dev menghela nafas pelan "Ah, payah" ia lalu mengusap air mataku.
"Jika aku yang ditolak kenapa harus kamu yang menangis? Tak apa Kirana, aku mengerti jika itu keputusan mu. Maka aku menghargainya. Lagipula kita masih menjadi teman kan?" Dev lalu mengusap kepalaku. Tapi tangisku masih tak kunjung berhenti juga
"Tapi...tapii..."
"Shutt" Dev memotong omongan ku. Ia lalu mendekat dan Memeluk ku. Dalam pelukannya Tangisan ku justru semakin kencang.
"Maaf Dev, aku tidak mungkin menghianati nya. Aku mencintai nya Dev"
"Aku mengerti Kirana" perlahan aku tersenyum senang. Syukurlah ia mau mengerti.