WebNovel5 Prince30.00%

3. Big Surprise!

07.09 AM

Rambut cokelat wanita berseragam sekolah itu berayun-ayun seiring dengan deru nafasnya yang naik turun akibat berlari-lari di sepanjang koridor. Sesekali ia berhenti sebentar untuk mengelap keringat yang membanjiri wajahnya. Sejenak, ia merutuki ruang kelasnya yang terletak paling pojok sendiri.

Setelah melihat papan nama bertuliskan 'MATH 1' yang tergantung di atas pintu, ia bergegas membuka pintu dan wajahnya langsung berubah menjadi pucat saat melihat seorang guru berperawakan tinggi tengah berdiri dan menatapnya tajam.

"Terlambat lagi Mrs. Zafriela?"

Gadis bernama lengkap Dyeza Zafriela itu hanya bisa menunduk dan menahan malu karena satu kelas tengah menatapnya. "Maaf, mrs. Corner."

Terdengar helaan napas keluar dari balik bibir Mrs. Corner. "Kali ini saya maafkan. Cepat duduk dan buka halaman 36!" titah Mrs.Corner dan kembali melanjutkan materi.

Sedangkan Dyeza, dengan segera ia berjalan menuju ke tempat duduknya dan tak memperdulikan tatapan sinis teman-temannya. Tapi baru saja ia akan sampai di tempat duduknya, salah satu temannya yang ia yakin adalah seorang perempuan karena sepatunya yang berwarna pink, menjegal kakinya dan sukses membuat pipinya mencium dinginnya lantai.

Semua siswa-siswi di kelas itu tertawa terbahak-bahak tanpa ada satupun yang berniat menolong Dyeza. Memang di kelas bahkan satu sekolahan, membully Dyeza akibat dirinya yang tergolong orang miskin. Kesalahan Dyeza memang, karena bersekolah di tempat yang seluruh siswanya berasal dari kelas atas. Tapi mau bagaimana lagi, lulusan dari sekolah ini akan mendapat pekerjaan yang sangat layak dan mudah. Lagipula negaranya ini membebaskan seluruh biaya sekolah bukan?

"Ada apa Mrs. Zafriela?" tanya Mrs. Corner.

"Tali sepatu saya belum diikat, jadi saya terjatuh." bohong Dyeza karena tak ingin memperpanjang masalah. Setelah mendapat anggukan kecil dari Mrs. Corner, buru-buru ia duduk di kursinya yang berada di pojok belakang.

Di keluarkannya buku pelajaran dari dalam tas dan mulai mendengarkan penjelasan dari Mrs. Corner di depan.

Suasana kantin pagi menjelang siang ini tengah ramai seperti biasanya. Banyak siswa ataupun siswi yang sedang makan dan minum sambil bersenda gurau, bahkan ada juga yang cuma sekedar nongkrong tanpa memesan.

Sepiring spaghetti dan orange juice menjadi menu Dyeza kali ini. Tak memedulikan tatapan sinis dan jijik dari teman-teman perempuan di sekitarnya, dengan santai ia melangkah mencari tempat duduk. Dengan cepat ia menghampiri meja kursi yang kosong. Tapi saat ia hendak duduk, tiba-tiba kursi itu di tarik mundur dan mengakibatkan pantatnya berhasil mencium lantai dengan manisnya.

"Aw!" Dyeza mendongak ketika telinganya menangkap suara gelak tawa seseorang.

Tepat di depannya, berdiri perempuan bersurai hitam dan memakai seragam kurang bahan yang tengah menatapnya angkuh.

Eleannza Sarviola.

Siswi yang selalu berpakaian seperti seorang jalang yang setiap hari tak pernah absen membully Dyeza secara fisik maupun psikis. Baginya, menyakiti kalangan rendah adalah salah satu kesenangan tersendiri.

"Sekarang kau tahukan tempat yang pantas di duduki oleh gadis miskin sepertimu?" cibir Eannza dengan wajah angkuhnya.

Semua siswa dan siswi yang berada di kantin tampak tak memperdulikan mereka karena hal semacam itu sudah biasa terjadi. Justru malah ada yang senang melihat penderitaan Dyeza. Menurut mereka, orang miskin memang tak pantas bersanding dengan orang-orang dari kelas atas seperti mereka.

Dyeza tak menjawab cibiran Eannza dan lebih memilih bangun dan mengusap-usap pantatnya yang lumayan sakit.

"Kenapa diam? Tidak bisa menjawabkah? Tentu saja! Seorang gadis miskin sepertimu hanyalah memiliki akal sebesar biji mentimun!" Kini Eannza tersenyum pongah dan mencoba memanas-manasi Dyeza dengan ucapannya yang setajam pisau.

Tapi Dyeza tetap tak menjawab.Meladeni nenek sihir ini akan membuat masalah semakin panjang dan sampai kemana-mana, mengingat Eannza juga merupakan salah satu tipe gadis yang suka melebih-lebihkan masalah. Yang harus ia lakukan sekarang hanyalah memasang wajah setebal mungkin agar tak menangis karna sakit hati.

"Ups! Ala tadi aku bilang seorang 'gadis'? Mungkin jalang kecil ini sudah berubah status menjadi seorang 'wanita'!" Eannza kembali berkoar dan perkataannya kali ini sukses membuat hati Dyeza mencelos.

"Jaga ucapanmu! Kau menginjak-injak harga diriku sebagai seorang gadis!" ucap Dyeza mulai kesal. Jauh di lubuk hatinya, ia bertanya-tanya,

Jalang kecil? Seorang wanita?

Apa Eannza tidak mempunyai cermin?

Hanya di lihat dari penampilannya saja semua orang juga akan mudah tahu bahwa Eannza-lah yang merupakan seorang jalang.

"Harga diri? Cih, sejak kapan orang miskin sepertimu punya harga diri? Dasar jalang kecil!" Kali ini Levina yang berkoar.

Levina adalah teman yang bersatu dengan Eannza untuk membully Dyeza. Sama halnya dengan Eannza, ia juga mengenakan pakaian seperti seorang jalang.

"Seorang jalang? Apa di rumahmu tidak ada cermin? Sayang sekali, di rumah sebesar itu satu cermin pun tidak ada." Dyeza menghentikan kalimatnya dan melihat duo pembully di depannya yang kini sedang melotot marah kepadanya.

"Seharusnya kalian itu sadar, siapa yang sebenarnya jalang di sini! Jikalau di lihat dari belahan dada kalian yang terlihat, sudah jelas bahwa predikat jalang sangat pantas di berikan untuk kalian!"

Sepersekian detik setelah Dyeza menghentikan ucapannya, baju seragamnya telah basah akibat di siram orange juice dengan cepat oleh Eannza. Di tambah Levina yang kemudian menyiram kepala Dyeza dengan spaghetti. Membuat baju Dyeza menjadi kotor dan mendapat tatapan jijik dari siswi-siswi lain.

Eannza tersenyum sinis,"Seorang jalang kecil sepertimu tidak berhak mengatai kami seperti itu! Ayo kita pergi Levina, aku muak melihat gadis penuh kuman di depanku ini! Iuuw!"

Dengan gaya centil, Eannza berjalan pergi meninggalkan Dyeza dan di susul oleh Levina. Tapi saat posisi Levina sejajar dengan Dyeza, dengan sengaja ia menabrak bahu Dyeza sampai membuat yang di tabrak kembali terjatuh bersimpuh di lantai. Mata Levina menatap tajam Dyeza dan bibirnya menggerakkan kata 'awas kau' tanpa suara sebelum hilang di balik pintu bersama Eannza.

Sedangkan Dyeza, ia harus mencoba lebih bersabar dalam menghadapi cobaan yang menimpanya. Hanya satu tahun lagi! Satu tahun kemudian lulus dari sekolah bagai neraka ini.

Sedangkan di satu sisi, berbeda tempat namun dalam waktu yang sama,

"Apa ucapanmu benar?"

"Awas saja kalau kau berbohong!"

"Aku tak mempercayaimu!"

"Bicara apa kau tadi?"

Serentak semua pangeran yang tengah berada di kamar Eyden langsung menatap tajam ke arah Zarel.

"Jadi sedari tadi kau tidak mendengarkan penjelasan dari Eyden?!" Geram Dreynan dan hampir meremukkan tiang ranjang.

Zarel hanya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Memang sedari tadi ia sibuk membuat bola-bola api dengan sihir barunya dan tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Eyden. "Bisa kalian jelaskan sekali lagi padaku?"

Yezra hanya memutar bola matanya dan mulai membaca sebuah mantra.

Tiba-tiba sebuah suara terdengar hanya di telinga Zarel mengenai penjelasan Eyden tadi. Perlahan senyuman lebar bahkan mirip sebuah seringaian terukir di wajah rupawan Zarel.

"Tonight."

Suara televisi mendominasi sebuah kamar di sebuah apartemen. Sang pemilik tengah sibuk memperhatikan sebuah benda persegi panjang yang tengah menayangkan berita itu. Duduk bersila di atas ranjang dengan setoples kentang goreng buatan sendiri di depannya. Kadang ia memasukkan 3 batang sekaligus ke dalam mulut saat melihat berita mengenai pembunuhan atau penganiayaan.

Drrt... Drrt...

Dengan cepat, Dyeza menyambar ponsel di sampingnya dan melihat nama 'Shienna' terpampang jelas di layar ponselnya. Tanpa berpikir panjang lagi, ia langsung menggeser tombol hijau dan menaruh ponselnya di dekat telinga.

"Halo, ada apa Shiena?"

"Dyeza, tadi pak Devian bilang kepadaku bahwa besok kau harus mengambil shift pagi."

Dyeza tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Kalau besok ia pagi, terus bagaimana dengan sekolahnya?

"Tapi besok kan aku harus sekolah?"

"Maafkan aku! Aku sudah berusaha membujuk Pak Devian, tetapi beliau tetap kekeuh dan akan memecatmu jika kau tak melaksanakan perintahnya."

Seketika badan Dyeza membeku.

Pecat?

Bagaimana kehidupannya nanti kalau pak Devian memecatnya? Mau makan apa ia?

Lebih baik ia meminta izin tak masuk sekolah daripada harus di pecat.

"Baiklah."

"Sekali lagi maafkan aku! Teleponnya aku tutup ya?"

"Ya."

Sambungan terputus dan Dyeza langsung melemparkan ponselnya ke samping ranjang. Matanya kembali melihat ke depan, mencoba fokus ke layar televisi yang kini sudah berganti menayangkan sebuah film kolosal.

Dyeza mendengus, ia lumayan tidak suka menonton film-film kolosal apalagi tentang kerajaan-kerajaan. Ia mengambil remote lalu mematikan tayangan televisinya. Perlahan ia turun dari ranjang sambil membawa setoples kentang goreng yang tinggal separuh dan juga remote untuk di letakkan di atas meja.

Setelah diletakkan di atas meja, ia kembali melangkah dan menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Jam di atas nakas menunjukkan pukul 10.52 PM, pantas saja ia merasa sangat mengantuk sekarang. Dengan segera ia tarik selimut sampai menutupi lehernya dan memejamkan matanya hendak pergi ke alam mimpi.

Keesokan harinya...

Sinar matahari serasa menusuk-nusuk mata Dyeza seakan memaksa gadis itu untuk bangun. Dyeza ingin menggeliat, tapi entah kenapa tidak bisa dan ia merasakan perutnya tengah di tindih oleh sesuatu yang berat. Perlahan ia membuka matanya dan mengerjapkannya pelan.

Tangannya bergerak keperutnya, tetapi kulitnya malah bersentuhan dengan sebuah kulit yang ia yakin bukanlah kulitnya karena kulitnya tidak mungkin selembut ini. Kulit ini sehalus sutra dan ia mencium aroma mint yang menenangkan.

Tapi sebentar......

Aroma mint?

Seingatnya sabun yang ia kenakan beraroma mawar, jadi kenapa bisa mint?

Dengan cepat Dyeza menengok ke bawah dan matanya langsung terbelalak kaget saat sebuah tangan memeluk pinggangnya erat. Dengan pelan ia menengok ke samping kanan dan tampaklah wajah seorang lelaki yang luar biasa tampan tengah tertidur pulas. Kemudian dengan cepat ia menengok ke samping kiri dan ada seorang lelaki berparas bak Dewa Yunani yang juga sedang tertidur pulas.

Tapi yang lebih membuat jantungnya hampir copot saat seorang lelaki yang tertidur di bawahnya sedang memeluk PAHA KIRINYA dengan erat.

Matanya mencoba mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, dan manik matanya menangkap dua orang laki-laki yang sedang tertidur di masing-masing sofa panjang di dekat TV.

"Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..."