WebNovel5 Prince40.00%

4. Five Husbands

Seketika tiga lelaki yang tengah tertidur di ranjang Dyeza, langsung terlonjak kaget akibat teriakan Dyeza yang menggelegar. Berbeda dengan kedua lelaki di sofa yang sama sekali tak terusik dan tetap tertidur pulas.

"Hoaaam," Lelaki berambut hitam kecoklatan yang berada di samping kiri Dyeza menguap lebar. "Ada apa? Kenapa kau berteriak, hm?"

"Benar, kenapa kau berteriak? Suaramu membangunkan tidurku!" Kini lelaki berambut biru hijau di samping kanan Dyeza yang bersuara. Bedanya, raut muka lelaki ini mirip seperti seorang anak kecil yang tengah kesal.

Dyeza masih terdiam. Otaknya masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa bisa ada lima orang lelaki yang bisa menyusup ke dalam apartemennya, padahal semua pintu dan jendela telah ia kunci.

"Si-siapa kalian?" Dyeza meremas ujung selimut yang kini hanya menutupi sebatas pinggang.

"Kami adalah..."

Kruyuukkk... Kruyuukk

Serentak mereka bertiga menoleh ke arah lelaki beriris abu-abu yang kini tengah memegang perutnya.

"Sepertinya ayam jago di perutku mulai kelaparan." Lelaki beriris abu-abu ini kini menepuk-nepuk perutnya pelan. "Ayo!"

Belum sempat Dyeza menjawab, tangannya sudah terlebih dahulu ditarik oleh Lelaki beriris abu-abu ini dan di paksa mengikutinya.

"Hei, kita mau kemana?" tanyanya bingung.

"Dapur." jawab lelaki itu singkat.

Mata Dyeza melirik dua lelaki yang masih tertidur pulas di sofa panjang. Yang satu tidur dengan masih menunjukkan kewibawaannya, sedangkan yang satunya lagi entahlah ia tidak tahu karena wajahnya yang tertutupi bantal sofa.

"Tak perlu kau hiraukan dua kerbau itu," Ujar lelaki berambut hitam kecoklatan yang kini sedang terlentang di ranjang.

"Mereka memang suka bangun terlambat."

Kening Dyeza berkerut,kenapa lelaki asing ini berbicara sangat akrab padanya? Padahal inikan pertemuan pertamanya dengan dia kan?

Dyeza hanya mengangkat bahunya acuh dan mencoba tidak perduli, walaupun sebenarnya hatinya lumayan takut. Tiga orang lelaki asing yang tak tahu asal-usulnya, tertidur di kamarnya lalu berbicara sok akrab padanya. Dan jangan lupa kedua lelaki lainnya yang masih tertidur pulas.

Akhirnya sampailah ia dan lelaki asing ini di dapur. Dapur ini dilengkapi meja makan yang berada di seberang pantry. Tidak besar memang, tapi cukup untuk sekedar 4 orang.

"Sekarang kau bisa memasak masakan yang enak untukku." Ujar lelaki beriris abu-abu ini seraya mendaratkan pantatnya di kursi meja makan.

Kedua alis Dyeza bertaut. Maksudnya ia disuruh memasak di apartemennya sendiri begitu? Sama orang asing pula! Tapi tak apa, ia akan tetap memasak. Bukan karena perintah lelaki ini, tapi karna ia harus membuat sarapan untuknya sebelum bekerja.

Dibukanya kulkas di samping pantry, dan isinya hanya ada beberapa telur dan 2 potong paha ayam. Hari ini adalah tanggal tua, pantas saja isi kulkasnya menipis. Terpaksa ia harus menggoreng telur dan paha ayam saja.

Dengan segera Dyeza mengambil wajan dan menuangkan minyak diatasnya. Sambil menunggu minyaknya panas, tangannya dengan cekatan menaburkan bumbu instan ke dalam air di mangkuk dan mencelupkan kedua paha ayam tadi ke dalamnya. Setelah dikira minyaknya sudah panas, dengan segera ia celupkan paha ayamnya dan menggorengnya dengan spatula. Samar-samar ia mendengar suara geraman seseorang. Siapa lagi kalau bukan lelaki asing di belakangnya. Tapi kenapa ia menggeram?

Dyeza menoleh ke belakang dengan tangan yang masih memegang spatula. Di lihatnya lelaki itu tengah menatapnya lapar dan itu membuatnya merasa risih akan tatapannya. “Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Sial! Cuma gara-gara gerakanmu menggoreng, adikku menjadi sangat tegang sekarang!" Lelaki itu berkata vulgar, manik mata abu-abunya dipenuhi oleh kabut gairah dan ada tonjolan yang terlihat di antara kedua pahanya.

"Apalagi gerakan bokong seksimu itu saat berjalan, membuatku ingin segera melemparmu ke ranjang dan membuatmu mengerang serta merintih dibawahku."

Sepersekian detik setelah ucapan lelaki ini berhenti, sebuah spatula melayang cepat ke arahnya, tapi dengan mudah ia menangkapnya. Kalau saja ia terlambat, pasti hidung mancungnya akan menjadi korban tak berdosa.

"Berani-beraninya kau berbicara seperti itu padaku!"

Mata Dyeza berkilat marah,dan deru napasnya memburu karna emosi mendengar ucapan vulgar dari lelaki asing ini. Ingin sekali rasanya ia menendang lelaki mesum ini keluar dari apartemennya bahkan kalau bisa sampai ke neraka sana. Tapi ia tak mungkin melakukan hal semacam itu, sebab kata ayahnya dulu ia harus menghormati dan memuliakan tamu.

"Kau galak juga ternyata! Hm, aku tak bisa membayangkan betapa liarnya nanti kau saat di ranjang." Lelaki ini terkekeh dan tampak membayangkan sesuatu.

Wajah Dyeza merah padam menahan emosi yang meluap akibat ucapan tak senonoh dari lelaki ini. "Tutup mulutmu atau kupastikan kau akan mati kelaparan!"

Diluar dugaan, lelaki itu malah tertawa keras sampai-sampai mau terjungkal ke belakang.

Sedangkan Dyeza, ia merasa terpesona dengan wajah lelaki asing ini yang semakin tampan saat tertawa, apalagi jakunnya yang tampak bergerak naik turun. Melupakan perasaan kesal yang sempat hinggap di hatinya tadi.

"Kau lucu sekali, tapi..."Lelaki itu menghapus air mata di sudut matanya akibat terlalu lama tertawa. "Apa kau melupakan sesuatu, hm? Karna sepertinya ayam jago diperutku tidak jadi makan paha ayam."

Deg!

Astaga! Paha ayamnya!!

Secepat kilat Dyeza berbalik,dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah kedua paha ayam yang ia goreng tadi sudah sangat gosong, sangat tidak layak untuk dimakan.

"Semua ini gara-gara kau!" geramnya seraya menatap nyalang kepada lelaki itu. Sejak bertemu lelaki itu, sikap lemah lembutnya langsung hilang entah kemana. Dan sepertinya sarapan pagi ini hanya omelet saja, tapi itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali bukan?

Singkat cerita, akhirnya omelet-nya sudah jadi dan di tempatkan di sebuah piring berukuran lumayan besar.

Dyeza berbalik, dan seketika langsung berjengkit kaget saat melihat ketiga lelaki asing tadi sudah duduk-duduk santai di kursi meja makan, dan dua lainnya duduk di atas pantry sebelah kanan. Dan mereka semua menatapnya, kecuali lelaki berambut segelap malam yang tengah memejamkan matanya. Mungkin masih mengantuk, Pikir Dyeza.

Dengan sedikit canggung Dyeza melangkah pelan seraya membawa sepiring omelet, dan tatapan mereka tak sedikitpun beralih darinya.

"Bisakah kalian tidak menatapku seperti itu?" geramnya.

Setelah meletakkan piring omelet tadi ke tengah-tengah meja. Kemudian Dyeza duduk di sebelah lelaki berambut hitam kecoklatan tadi karna hanya kursi di sebelah laki-laki itu yang masih kosong. Lagipula kalau di lihat-lihat, hanya lelaki ini yang bersifat dewasa dan tidak aneh-aneh seperti dua lelaki lainnya. Kalau saja yang duduk disini bukan lelaki ini tapi lelaki beriris abu-abu tadi, dengan senang hati ia lebih memilih duduk dilantai.

Mereka semua tetap tak menjawab dan malah berganti menatapnya dengan tatapan menuntut.

Kening Dyeza berkerut, mengapa mereka semua menatapnya seperti itu? "Kenapa?"

Lelaki berambut biru kehijauan yang tengah duduk di atas pantry menggembungkan pipinya lalu kemudian berkata "Kau tak mengambilkannya untuk kami?"

Helaan napas keluar dari mulut Dyeza,"Manja sekali! Memangnya aku ini pelayan kalian?" gerutu Dyeza.

"Kau bukan pelayan kami, tapi kau adalah is--"

Kruyuukk... Kruyuukk

"Oh, astaga! Apa tidak ada yang peduli dengan ayam jago diperutku?!" sungut lelaki beriris abu-abu seraya berkacak pinggang,"Ambilkan cepat!" lanjutnya seraya menyodorkan piringnya ke arah Dyeza.

"Tidak mau! Lagipula aku sama sekali tak mengenal kalian! Kalian itu kan orang asing!" Dyeza tetap tak mau walaupun sebenarnya jauh didalam hatinya ia merasa kasihan juga sama lelaki ini.

"Hmm, benar juga! Kau kan belum tahu nama kami."Lelaki berambut hitam kecoklatan ini mengambil omelet dan langsung menaruhnya di piring lelaki beriris abu-abu tadi. "Kalau begitu, perkenalkan namaku Yezra."

"Dia Dreynan!" tunjuk Yezra kepada lelaki berambut abu-abu di seberang kursinya yang tengah menatapnya intens. Dan Dyeza langsung ingat bahwa lelaki itu yang melarangnya untuk bekerja kemarin.

"Kau sangat cantik!" Dreynan memegang tangan Dyeza dan mengecupnya lama.

Sontak perlakuan Dreynan tersebut membuat pipi Dyeza bersemu merah. Seumur-umur baru kali ini ia di perlakukan seperti ini.

"Dan dia adalah Asrein!" Kali ini Yezra menunjuk lelaki berambut biru kehijauan yang tengah tersenyum sambil melambaikan tangan.

Dyeza spontan memutar bola matanya. Itukan lelaki childish tadi! Tapi sebentar, rasanya ia juga pernah melihat wajah lelaki itu tapi dimana?

"Aku beri tahu satu hal padamu," Yezra berbisik ke telinga Dyeza dengan tatapan mata masih terfokus ke arah Asrein yang tengah menikmati makanannya. "Jangan membangkitkan sisi lainnya atau kau akan menyesal."

Sisi lain?

"Yang bermata abu-abu itu namanya... "

"Zarel! Dan aku adalah pengagum pahamu nomor satu!" Potong Zarel kelewat antusias seraya mengacungkan jari telunjuknya ke atas.

Akibat ucapan dari Zarel yang terlalu frontal, seketika membuat Dyeza tersedak sampai terbatuk-batuk. Dengan cepat ia meminum air putih yang disodorkan oleh Dreynan. Dan reflek mengeratkan kedua pahanya.

"Pelan-pelan!" Dreynan memperingati Dyeza agar minum dengan pelan-pelan.

Setelah melihat kondisi Dyeza yang sudah membaik,Yezra melanjutkan kembali perkenalannya. Kali ini ia menunjuk Lelaki berambut segelap malam yang duduk di samping Asrein.

"Dan yang terakhir, dia adalah Eyden."

Berbeda dengan saudara-saudaranya, tatapan Eyden lurus ke depan dan sama sekali tak melirik Dyeza satu centipun. Wajahnya datar tanpa ekspresi, serta cara makannya yang bisa di bilang angkuh dan seperti di beri efek slow motion.

Dari tampangnya saja, Dyeza sudah tahu bahwa Eyden adalah tipe orang yang harus ia jauhi sesudah Zarel.

"Tak usah dipikirkan, Eyden memang seperti itu." ucap Yezra kurang jelas karena mulutnya penuh dengan omelet.

Ok, sekarang Dyeza sudah mendapat sebuah kesimpulan. Dari kelima orang aneh ini, hanya Yezra-lah yang paling normal,...Mungkin.

"Dan ada satu hal yang perlu kau ketahui," Yezra menggantungkan kalimatnya dan itu membuat Dyeza penasaran.

"Kami semua adalah suamimu, dan kami bukanlah manusia."