WebNovel5 Prince60.00%

6. Mysterious Eyden

Wizard

Wizard adalah penyihir yang menggunakan kekuatan roh, spirit, bahkan juga bisa menyihir benda-benda di sekitarnya. Beberapa juga menggunakan gulungan atau kertas (spellbooks) untuk sihirnya. Lalu para wizard ini cenderung mendapatkan kemampuannya dengan cara belajar,dan mereka juga sangat langka.

Sorcerer

Sorcerer adalah penyihir yang mirip dengan wizard. Perbedaannya, wizard kalau sudah menguasai 1 bidang magic dia akan menekuninya, sementara sorcerer belajar bidang magic yg lain lagi. Mungkin ini penyebabnya kalau beberapa sorcerer bisa mengendalikan beberapa elemental magic seperti es, api, listrik dan lain-lain. Lalu perbedaan lainnya, sorcerer dapat menggunakan magic tanpa buku/spellbooks, sementara wizard cenderung menggunakan mantra melalui spellbooks.

Enchanter

Enchanter itu lebih ke penyihir yang memanipulasi pikiran lawan seperti mematuhi perintah, dan lain-lain. Mereka juga penyihir yang bisa memberi nasib baik atau buruk kepada seseorang,juga dapat memberi ilusi dan halusinasi.

Necromancer

Berikutnya necromancer, yang paling membedakan dia dari yang lainnya adalah kemampuannya menggunakan alam kematian. Dari namanya juga terlihat, necro yang berarti 'mati'. Karena kemampuannya itulah dia bisa menghidupkan orang mati, mayat, arwah dan lain-lain, jadi penyihir ini masuk golongan jahat. Mungkin dari semua golongan penyihir jahat, dialah yang paling menyeramkan.

Sage

Yang terakhir adalah sage. Dia ini adalah tingkat tertinggi dari wizard, mungkin bisa dikatakan bahwa wizard itu masih dibawah sage. Kemampuannya tentu lebih powerful daripada wizard. Beberapa memiliki kemampuan menjinakkan hewan, juga kemampuan elemental sorcerer.

Bugh!

Dyeza menutup buku tentang penyihir yang tebalnya kurang lebih lima centimeter itu dengan keras. Kepalanya pusing ketika membaca nama-nama yang asing dan terdengar aneh di telinganya. Secara ia bukanlah penggemar buku atau novel bergenre fantasy, tapi teen fiction. Ia kan masih tergolong remaja, jadi pantaslah kalau membaca buku atau novel bergenre seperti itu.

Buku tentang penyihir yang masing-masing lembarannya sudah usang ini diberikan oleh Yezra untuknya. Katanya agar ia mengetahui semua hal yang menyangkut tentang dunia 'penyihir'. Dan karena buku ini bergenre fantasy jadi ia merasa bosan dan sama sekali tidak tertarik. Bahkan ia baru membaca tidak lebih dari 20 halaman, dan lebih dari 500 halaman lagi yang harus ia baca. Sungguh menyebalkan!

Kalau saja Yezra tidak berkata bahwa buku ini sangat penting untuk ia pelajari,pasti dengan cepat ia menjual buku ini ke paman Ronald. Paman Ronald adalah pengoleksi barang-barang antik, dan ia rasa buku ini memang cocok untuk dijual kepadanya.

Mata Dyeza mengamati di sekeliling ruang perpustakaan. Ya! Ia memang tengah berada di dalam perpustakaan sekarang.

Ruangan ini terasa sepi. Bukan karena para siswa ataupun siswi yang fokus membaca. Tapi karena memang disini hanya ada satu siswi, dan itu adalah Dyeza.

Ruangan yang didominasi oleh buku-buku yang tertata rapi di rak ini memang selalu sepi karna banyak siswa-siswi yang malas untuk pergi ke sini. Itulah masalah yang tengah di hadapi oleh remaja zaman sekarang. Kurangnya minat untuk membaca, seperti lebih memilih menonton film daripada membaca novelnya. Dan juga terbukti dengan perpustakaan yang hampir setiap hari selalu sepi. Cuma ada satu orang yang setiap hari mengunjunginya, kecuali hari libur tentunya. Dan dia adalah Dyeza.

Pengurus perpustakaan?

Dyeza-lah yang menjadi pengurus perpustakaan,jadi setiap hari ia hanya membaca buku sendiri disini ketika jam istirahat kedua.

"Manusia memang makhluk bodoh."

Hingga terdengar suara bariton yang menyentakkan Dyeza dari lamunannya. Reflek ia mengedarkan pandangannya ke sekitar,dan manik mata coklatnya terhenti pada seorang lelaki berambut segelap malam dengan mata hitam kelam tengah menelusuri buku-buku di rak.

Alis Dyeza bertaut,"Eyden?"

Hatinya bertanya-tanya mengapa Eyden bisa berada disini, padahal baru sekitar 5 detik yang lalu ia melihat-lihat ruang perpustakaan ini dan hanya ada ia seorang.

"Sejak kapan kau datang?"

"Satu detik yang lalu." jawab Eyden acuh seraya membuka buku tentang psycopath. Sedetik kemudian ia tersenyum sinis, bagaimana mungkin buku seperti ini di letakkan di perpustakaan sekolah? Manusia memang bodoh!

Dyeza hanya ber-oh ria. Ia baru menyadari bahwa Eyden kan memang seorang penyihir, hal semacam itu pasti sangat mudah baginya.

Tapi tunggu sebentar.... Bukannya Eyden tadi bilang bahwa manusia adalah mahluk yang bodoh?

"Apa maksudmu bahwa kami bodoh?" Dyeza mengernyit tak suka. Jujur ia tersinggung, secara ia termasuk ke dalam kelompok 'manusia'.

"Kau masih punya otak kan?" Tatapan Eyden masih tak beralih dari buku yang ia pegang,"Jadi pikirkan saja sendiri."

Sontak Dyeza mendengus karna ucapan Eyden barusan. Tapi ia baru sadar bahwa ini adalah pertama kalinya ia berinteraksi dengan Eyden.

Dyeza mengalihkan pandangannya dari Eyden dan perhatiannya jatuh kepada buku sihir yang tergeletak di meja depan tubuhnya.

"Kenapa Yezra bilang bahwa buku ini sangat penting untuk dipelajari?" tanyanya seraya melirik Eyden yang tengah fokus membaca.

"Kenapa kau tanyakan itu kepadaku," Eyden membuka halaman baru dan menyeringai dingin saat melihat sebuah gambar yang menampilkan berbagai macam senjata milik psycopath. "Tanyakan saja pada Yezra!"

Dyeza mendengus kembali. Ia kan cuma bertanya, siapa tahu dia mengetahuinya!

Tangan kiri Dyeza mengambil tasnya di kursi sebelah, sedangkan yang sebelahnya lagi untuk mengambil buku sihir lalu memasukkannya ke dalam tas. "Kau suka baca buku thriller?" tanyanya seraya menarik resleting tas agar menutup.

"Bodoh," Mata gelap Eyden bergerak ke kanan dan ke kiri karna sedang membaca. "Aku tak akan membacanya jika aku tak suka."

Lagi-lagi Dyeza hanya bisa mendengus. Ia melihat jam diatas rak buku yang menunjukkan pukul 00.08 PM. Dengan segera ia memakai tasnya di punggung karena dua menit lagi bel masuk akan berbunyi. Perlahan ia berdiri dari duduknya dan sedikit meregangkan otot-otot kakinya yang terasa pegal karena terlalu lama duduk. Ia sempat melirik Eyden yang masih sibuk membaca buku psycopath itu lantas berjalan hendak keluar dari perpustakaan ini.

Tapi baru 2 langkah ia berjalan, tiba-tiba dari balik pintu muncul Eannza dan Levina yang berjalan angkuh ke arahnya.

"Hei, kau orang miskin! Cepat kerjakan tugasku dan Levina!" perintah Eannza seraya melemparkan dua buah buku tulis kepada Dyeza.

Dyeza yang tak siap menerimanya harus membuatnya dengan susah payah menangkap buku tulis itu.

"Tapi Eannza, aku juga harus mengerjakan tugas dari Mr. Caden." Sungguh ia tak bohong, tadi pagi Mr. Caden memang memberinya banyak sekali tugas fisika.

"Jadi kau mulai berani sama kami, hah?!" Levina berkacak pinggang dan melotot ke arah Dyeza.

Eyden yang melihat itu hanya melipat tangannya di dada setelah mengembalikan buku yang ia baca tadi ke dalam rak. Mata hitam kelam nan tajamnya menatap intens ketiga makhluk berjenis kelamin perempuan yang berjarak 3 langkah darinya.

"Bukan seperti itu," Dyeza meremas pelan ujung buku tulis yang ia pegang,"Tapi aku memang sedang banyak tugas, kalau tidak percaya tanya saja pada Mr. Caden."

Mata Eannza berkilat marah, dengan satu tarikan ia menjambak rambut Dyeza dan mengakibatkan buku tulis yang dipegang oleh Dyeza jatuh semua ke atas lantai. "Aku tidak peduli! Pokoknya besok tugasku dan Levina harus selesai!"

"Le-lepaskan!" Dyeza memegang rambutnya guna untuk mengurangi rasa sakitnya. Kulit kepalanya serasa mau robek akibat jambakan Eannza yang terlalu kuat. Matanya mulai berair karna menahan sakit, ia melirik Eyden yang hanya berdiam diri dengan raut wajah yang sulit diartikan. Pikirannya menerawang, bukankah ia adalah istrinya? Tapi mengapa dia hanya berdiam diri saja?

"Apa kau bilang? Lepas? Baiklah!" Eannza melepaskan tarikannya dengan kasar dan mengakibatkan Dyeza jatuh bersimpuh diatas lantai. "Sudah ku lepas bukan?" ucapnya seraya tersenyum miring.

Air mata Dyeza mulai mengalir deras, tapi dengan kasar ia mengusapnya. Rambutnya yang tadinya rapi berubah menjadi acak-acakan akibat ulah Eannza.

Levina tersenyum angkuh,"Penampilan seperti itu sangatlah cocok untuk gadis sepertimu! Tapi..." ia mengeluarkan botol air mineral dari dalam tas Dyeza dan langsung menuangkan isinya ke rambut sang pemilik botol.

"Begini lebih cocok untukmu!"

Eannza dan Levina tertawa dengan penuh kemenangan. Sedangkan Eyden, ia hanya memandangi Dyeza dengan tatapan sama seperti tadi, sulit diartikan.

Eannza dan Levina tidak bisa melihat Eyden, sebab hanya Dyeza-lah yang bisa melihatnya. Begitupun dengan saudaranya yang lain, mereka bisa menampakkan diri sesuai dengan keinginan mereka sendiri.

"Oh,ya! Satu lagi," Eannza mengeluarkan beberapa lembar uang dari sakunya dan melemparnya ke arah Dyeza. "Pergi ke salon sana! Kau pasti belum pernah pergi ke tempat seperti itu bukan?"

"Tentu saja! Gadis miskin seperti dia mana mungkin bisa pergi ke tempat seperti itu!" ejek Levina yang membuat Dyeza sangat ingin menyumpal mulutnya dengan cabe,"Ayo kita balik ke kelas, Eannza!"

"Jangan lupa kerjakan tugasnya! Awas saja kalau tak kau kerjakan!" peringat Eannza bersamaan dengan kakinya yang dengan sengaja menginjak tangan Dyeza,membuat sang pemilik tangan mengaduh kesakitan,"Ups! Maaf sengaja!" ucapnya dengan raut wajah yang dibuat-buat. Senyuman sinis kembali terukir di wajahnya,lalu kemudian pergi keluar dari perpustakaan bersama Levina.

Air mata Dyeza kembali mengalir, hatinya sakit sekali menerima perlakuan mereka terhadapnya. Sebenarnya apa salah ia hingga mereka berbuat sekejam itu kepadanya?

Hingga perlahan pandangannya mulai mengabur,serta kepalanya yang terasa pening dan berdenyut-denyut.

"Seharusnya kau melawan."

Samar-samar ia bisa mendengar suara Eyden sebelum kegelapan menyelimutinya.

Mataku terbuka sepenuhnya.

Pemandangan pertama yang ku lihat adalah pepohonan rindang dan juga dipenuhi oleh rumput-rumput liar dan aku sadar bahwa aku sedang berada di tengah hutan sekarang.

Saat ingin kugerakkan tanganku seperti ada sesuatu yang menahannya, begitupula dengan kedua kakiku. Seutas tali mengikat kuat tangan dan kakiku, memaksaku untuk tidak bergerak sama sekali.

"Tolong! Tolong aku!"

Telingaku menajam ketika sebuah suara anak kecil masuk ke indra pendengaranku. Mataku bergerak ke sekeliling arah, berusaha mencari sumber suara itu.

Auuuuuuuu

"Aaaaaaaaaaaa."

Terdengar suara lolongan serigala disertai dengan jeritan anak kecil tadi.

Dari arah timur muncul seorang gadis kecil yang tengah berlari tak tentu arah, tak jauh di belakangnya terdapat seekor serigala besar yang tengah mengejarnya.

Saat tepat didepan mataku, gadis kecil itu tersandung oleh sebuah akar pohon dan membuatnya terjatuh terjerembab ke atas tanah.

Ingin rasanya aku berteriak menyuruhnya lari, tapi entah kenapa suaraku menghilang entah kemana.

Serigala itu semakin mendekat, dan gadis itu hanya bisa menangis bersiap menerima ajalnya.

Tak terasa air mataku mulai menetes. Tali ini terlalu kuat, percuma saja kalau aku berontak.

Hingga seorang lelaki berambut segelap malam yang berusia kurang lebih 14 tahun, tiba-tiba muncul dan langsung berdiri di depan gadis itu serta menghadang serigala dengan pedangnya.

Auuuuuuuuuu

Serigala itu melolong terlebih dahulu sebelum menerjang lelaki itu. Perkelahian pun tak terelakkan. Gadis itu beringsut menjauh dan memeluk kedua lututnya karna ketakutan.

Satu cakaran berhasil mendarat di tangan kanan si lelaki. Mengakibatkan darah mulai mengucur deras dari balik jubah yang ia kenakan. Tapi ia tak menyerah. Pedangnya beralih ke tangan kiri dan kembali bertarung dengan serigala yang tingginya hampir sama dengan tubuhnya itu.

Hingga satu kesempatan, ia lempar pedang yang ia bawa ke atas tanah.

Bodoh! Apa yang ia lakukan?!

Ingin sekali aku mengumpatinya seperti itu.

Lelaki itu mendekat lantas mengelus-elus kepala sang serigala. Dan ajaibnya,serigala itu langsung melunak dan tak lama kemudian pergi meninggalkan tempat ini.

Hatiku bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa lelaki itu?

Melihat situasi yang sudah terkendali, perlahan gadis kecil itu berjalan menghampiri lelaki itu.

"Terima kasih karena sudah menolongku!" Senyuman manis terukir di wajahnya, tapi perlahan memudar ketika melihat luka di tangan kanan lelaki itu,"Tanganmu terluka!"

Lelaki itu bergeming. Mata hitam kelamnya menatap tajam ke arah si gadis yang kini menyobek kain bajunya lantas membalutkannya pada tangannya.

"Namaku Dyeza! Kalau nama kakak siapa?"

Apa? Kenapa nama gadis ini mirip sekali dengan namanya?

Mulut lelaki itu terbuka, tapi segera terkatup kembali ketika terdengar suara dari arah lain.

"Eyden! Dimana kau? Aku akan mencincangmu jika dalam hitungan kelima kau masih tak datang! satu,"

"Lima! Ah, disini kau rupanya!" Seorang lelaki beriris abu-abu muncul dari arah barat dengan membawa sebuah guci di tangannya," Hey,siapa gadis kecil ini?" tanyanya saat melihat Eyden tak sendiri disitu.

"Aku Dyeza! Kak Eyden menyelamatkanku dari seekor serigala." jawab Dyeza seraya mendekat ke arah lelaki itu. "Kalau nama kakak siapa?"

"Namaku ----"

"Tak penting. Ayo kita kembali!" ujar Eyden memotong ucapan lelaki beriris abu-abu itu. Kemudian dalam sekejap ia menghilang tanpa jejak.

Mulutku menganga. Apa aku tak salah lihat? Lelaki itu menghilang! Bagaimana bisa?!

"Kau mau ikut?" ajak lelaki beriris abu-abu itu.

"Kemana?"

"Ke kerajaan kami!"

Dyeza menganggukkan kepalanya dan itu membuat si lelaki itu tersenyum lebar, tapi malah terlihat seperti sebuah seringaian. Dan entah kenapa perasaanku menjadi tidak enak.

"Tapi sebelum itu... "

Cup!

Tiba-tiba lelaki itu mengecup sekilas bibir Dyeza. Membuat Dyeza dan juga aku melongo dengan apa yang baru saja di perbuat oleh lelaki itu.

"Maafkan aku,tapi bibirmu itu sungguh menggoda."

Dyeza masih tak bisa berkata-kata saat lelaki itu mulai menggandeng tangannya dan membawanya pergi.

Rasanya aku ingin berteriak menghentikan mereka, tapi tetap saja suaraku sama sekali tidak keluar. Entah bagaimana nasib gadis itu, perasaanku mengatakan bahwa lelaki tadi bukanlah orang baik-baik.

Hingga tiba-tiba pandanganku mengabur dan akhirnya kegelapan menyelimutiku.