Tujuh tahun yang lalu.
“Putri Manur! Putri Manur! Putri di mana!?”
Alih-alih menanggapi panggilan salah satu pelayannya itu, Manur justru tetap duduk santai di ranting besar pohon. Sambil mengunyah jambu, ia mengangkat lembaran yang agak tembus pandang ke cahaya bulan purnama. Lukisan sosok di lembaran itu pun jadi kelihatan lebih jelas. Jelek sekali menurutnya. Memangnya apa yang bagus dari kepala berbentuk tengkorak hitam, rambut panjang berantakan, dan jubah compang-camping sosok itu? Manur heran, bisa-bisanya ada pelayan yang membeli gambar Nagra yang terlarang ini dengan uang? Untuk apa? Pamer?
Manur meremas lukisan yang tadi dicurinya itu, melemparkannya jauh-jauh. Ia tahu, sekedar melakukan hal seperti itu tak akan bisa membalaskan dendamnya atas kematian ibunya. Namun, tetap saja ia ingin melakukannya.