47

Hampir satu minggu berlalu sejak kelompoknya berpisah dengan Galih, Manur naik ke kereta kuda sambil membawa dua gulungan daun lontar, langsung tengkurap diam bak orang mati. Empu Paser cuma cengengesan melihat hal itu.

“Kenapa surat untuk melewati perbatasan ini begitu mahal? Lama pula membuatnya,” keluh sang Putri, mengangkat dua lembaran itu dengan lunglai. “Sekarang kita tidak punya apa-apa.”

“Aku heran, masih saja ada petugas yang bisa disogok,” desah Daru yang baru naik. “Aku kira hal seperti itu sudah hilang, ternyata masih ada.”

“Tapi tanpa mereka, kalian akan kesulitan melewati perbatasan tanpa menarik perhatian,” timpal empu Paser, menaiki kursi kemudi. “Sekarang biar aku yang menjalankan kereta. Petugas di perbatasan mengenal diriku, jadi kita tidak akan ditanya macam-macam atau dimintai uang lagi.”

Manur menghela napas luar biasa panjang.