55

“Ampun, Tuaaan! Jangan bunuh saya! Saya bukan siapa-siapa yang pantas dibunuh!” Seorang wanita berambut keemasan sudah bersimpuh begitu Galih memasuki ruangan.

“Tak apa-apa, dia bersamaku, Awu,” ujar Niskala, muncul dari belakang Galih.

“Ah! Syukurlah!” Awu segera berdiri dengan senyum yang berlebihan. Namun, melihat tubuh bergelimpangan di lorong, senyumnya seketika lenyap. “Demi Dewa! Mas Niskala bekerjasama dengan penyusup! Mas Niskala bekerjasama dengan penyusup!”

“Tenang dulu!” Niskala buru-buru menutupi mulut Awu dengan tangan.

Galih menutup pintu, lantas mengedarkan pandangan di ruangan luas itu, mengamati benda-benda logam berbagai ukuran yang ditaruh rapi di lantai, memerhatikan alat-alat pertukangan di sebuah meja besar, serta menatap sekilas perapian batu di salah satu sudut. Begitu melihat wajah Awu yang agak dihiasi jelaga hitam, Galih pun menyadari satu hal: wanita itu adalah pandai besi di tempat ini.