Raja memasuki kamarnya, langsung menemukan Asrita yang sedang berdiri di depan sebuah cermin. Mengetahui kedatangan suaminya, Asrita mengembangkan senyuman lebar, kontras dengan wajahnya yang agak pucat dan matanya yang begitu sembab.
“Saya sudah melihat singgasana barunya,” ucap Asrita, mengamati mahkota dan beskap hitam berhias jahitan-jahitan benang emas yang dikenakan raja.
“Ya, bagaimanapun, sekarang tempat ini adalah istana kita.” Raja menghela napas. “Maaf, aku terlalu sibuk sampai tak sempat menemuimu.”
Asrita berbalik, menempelkan telapak tangannya ke dada raja. “Sekarang, apa yang akan terjadi selanjutnya?”
“Aku tak tahu…” Raja memejamkan matanya. “Satu yang pasti, sekarang kita bisa memiliki anak.”
Mata Asrita mulai dilapisi cairan bening. “Bukankah itu kabar buruk?”
Tanpa mengatakan apa pun, raja memeluk lembut tubuh istrinya. Cukup lama mereka seperti itu, mengundang kesunyian, sampai akhirnya sang pemimpin Narekta itu mundur.