"Kak Kei!" Panggil gue di parkiran sekolah saat ngeliat kak Kei sedang jalan menuju motornya.
"Kenapa, Tam?"
Kak Kei berbalik dan jalan menuju gue yang jaraknya lima langkah. "Thanks ya kak sama masalah tadi." Kata gue lalu tersenyum di akhir kata.
Dia, balas senyuman gue dengan manisnya. Gue jadi inget kak Jungkook kalo liat dia senyum. Apalagi sambil liatin matanya yang intens dan bercampur agak sayu. "Sama-sama. Kalo mau ke toilet liat dulu papannya. Untungnya di dalam cuman gue doang yang ngeliat elo. Kalo orang lain gimana? Pasti udah di ceritain ke satu sekolah."
Satu hal yang gue tau, dia sama cerewetnya sama kayak kak Jeka walaupun keduanya keliatan anak kalem. Gue ketawa dengernya. "Hehe... iya kak. Oke deh. Sana pulang." Usir gue sambil ngibasin tangan.
"Lo pulang naik apa?" Tanyanya setelah berbalik lagi.
Gue nunjuk motornya kak Chandra yang ada di depan gerbang sekolah sembari liatin gue pake muka kusutnya. "Udah ada gojek yang nunggu."
Kak Kei tergelak denger ucapan asal gue. Dan gue jadi terkesima liat dia ketawanya yang sampe bahunya naik turun. "Dasar lo. Yaudah sana pulang."
Gue mengangguk dan lari menuju kak Chandra. Sampe di depan motornya, kak Chandra ngasih gue helm sambil ngoceh gak jelas yang gak gue ngertiin dia ngomong apaan. Karena, pikiran gue masih kearah kak Kei yang belum genap sehari bikin gue tertarik sama dia. Namun terbesit di pikiran gue tentang kak Tristan. Setelah kejadian tadi istirahat, dia sama sekali gak ganggu gue; dalam artian dia gak liatin gue secara terang-terangan seperti seminggu kemarin, yang maksa pulang bareng, ngomong langsung tentang OSIS, ataupun lirik gue.
Bukannya gue berharap dia bakal kayak gitu. Tapi gue gak tau kenapa perasaan dari dalam hati gue terasa kosong kalo gak ada yang ganggu gue kayak dia. Gue ambil ponsel dari saku baju dan gak ada notif apapun dari cowok itu selain spaman oa.
***
Malam minggu ini bener-bener bosen banget. Gak tau mau ngapain karena; stok anime udah abis, nonton drakor juga dah ditonton semua, ortu sama adek juga pergi, mau baca novel udah dibaca semua, sendiri, dan paling mengenaskan lagi semua temen-temen gue pada pergi entah sama pacar apa keluarganya.
Ponsel gue bergetar saat gue baru aja tiduran di ranjang dan dengan gesit gue ambil ponsel. Ada pesan masuk dari nomor yang gak gue kenal.
From: 081284067xxx
Keluar dari rumah lo.
Dahi gue mengernyit liat pesan aneh. Siapa dia nyuruh gue keluar.
To: 081284067xxx
Siapa lo?
Gue makin kaget saat nomor ini nelpon gue. Antara pengen jawab apa enggak.
"H-Halo?"
"Keluar lo dari kamar."
"Kak Tristan?"
"Cepetan!"
Tut tut tut
Dahi gue mengernyit setelah sambungan putus secara sepihak. Ini orang kayaknya tempramen banget deh.
Dengan kesal, gue ambil jaket dan keluar dari kamar dengan pakaian tidur.
"Ada apa?" Celetuk gue setelah keluar dari rumah dan liat kak Tristan lagi senderan di mobilnya.
Kak Tristan liatin gue dari bawah sampe atas. Buat gue tiba-tiba beku liat matanya yang tajam dan intimidasi itu. "Masuk ke mobil gue." Titahnya dan entah kenapa gue jadi ikuti perintahnya. Dan anehnya lagi gue gak nolak sama sekali!
"Kita mau kemana, kak?" Tanya gue memecahkan keheningan di dalam mobil. Tersadar akan sesuatu yang ganjal, gue langsung melotot dan teriak, "Gue masih pake baju tidur!"
Kak Tristan mendesis. "Gak usah teriak bisa gak sih, Tama?" Komentarnya kesal. "Kalo lo pake baju tidur kenapa? Lagian mau lo pake bikinipun kalo keluar, lo tetep cantik, kok!"
Mata gue makin melotot denger ucapannya. "Kurang aja lo, kak." Balas gue sengit. Seakan ingat sesuatu, pipi gue terasa panas teringat di kalimat akhir.
"Bagus deh lo diem."
"Mau kemana sih?"
"Ke tempat tongkrongan gue."
"Untung kakak kelas lo. Kalo bukan udah gue bunuh dari kemaren."
***
"Tristan kemana? Kok belum dateng dia?"
"Lagi otw bareng Tama. Dikit lagi juga sampe mereka."
Mendengar nama Tama, Yuta memutar matanya melihat Yogi yang sedang memainkan game di ponselnya. "Tama ikut Tristan?"
Yogi mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya menatap Yuta. "Iya. Kenapa, Yut? Cembokor lo, ya."
"Gakpapa."
Malam ini di kafe yang banyak sekali dikunjungi para remaja kini ramai. Di tambah kumpulan para cogan yang sudah menjadi tempat nongkrong mereka. Sambil menunggu satu temannya yang ada di jalan.
Kei yang sedang sibuk makan memperhatikan Yuta yang sibuk menatap ponselnya. "Lo suka Tama, Yuta?"
Pertanyaan Kei yang ditujukan pada Yuta, membuat si empunya nama menoleh. "Gak tau juga gue." Jawab Yuta ragu membuat Kei menautkan alisnya.
"Lah? Kok gak tau lo?"
"Ya gue gak tau juga sama perasaan gue yang suka sama Tama apa enggak. Tau dari Jeka kalo Tama suka sama gue pas mos aja gue rada aneh. Dan anehnya lagi gue malah mulai deketin Tama."
"Makanya kalo jadi cowok peka dikit, kek. Kelamaan jombs lo sih, makanya gak pernah rasain kode-kodenya Tama." Sahut Hanbin yang sedari tadi menguping pembicaraan Kei dan Yuta.
Yuta mendelik melihat Hanan yang cengengesan. "Emangnya gue kentara banget suka sama Tama?"
"Gak juga sih. Tapi gue ngerasain aja dari mata lo yang kayaknya takut gitu kalo Tama jalan sama Tristan." Kei berkata santai dan membuat Hanbin mendekat padanya. "Lo kenapa, Bin?" Tanya Kei agak ngeri melihat Hanbin.
"Cenayang lo, ya?" Tebak Hanan membuat Yuta menendang pantatnya Hanan. "Anjir. Sakit bego." Ringis Hanan sambil mengusap pantatnya.
"Itu Tristan dah sampe tuh."
Ucapan Yogi membuat Kei, Yuta dan Hanan melihat kearah pintu masuk. Melihat Tristan dan Tama yang berjalan menuju tempat mereka. Tristan yang berjalan di depan Tama dan cewek itu yang berjalan menunduk malu karena di perhatikan oleh kakak kelasnya dan juga ia yang memakai baju tidur panjang dengan jaket biru navy.
"Muka lo sepet banget, Tris." Komentar Hanan setelah Tristan duduk di hadapannya. Perhatian Hanan pindah ke arah Tama yang masih berdiri. "Duduk aja, dek. Kita gak bakalan gigit lo, kok." Candanya.
Tama segera mengambil tempat duduk di antara Kei dan Tristan. "Gak usah tegang gitu kali, Tam. Temen-temen lo juga lagi di jalan mau kesini."
"Ngapain?!" Sahut Tama menatap kaget Kei.
"Tadi gue sms mereka kalo lo lagi disini. Trus mereka bilang kalo mereka bakalan kesini." Jawab Kei dengan muka polosnya. "Lo mau mesen apa? Biar gue pesenin."
"Em..." cewek itu berpikir dan tiba-tiba saja matanya menangkap Tristan yang sedang melihatnya. "Samain aja deh, kak." Jawabnya cepat.
Kei mengangkat tangannya dan waitress mencatat pesanan Tama dan dirinya juga. Sedangkan Tama, ia kembali menunduk. Mengindari tatapan Tristan.
"TAMA!!!"
"Astaghfirullohaladzim!" Sahut Hanan kaget mendengar tiga teriakan yang membahana yang hampir membuatnya kesedak sama minuman.
Cewek yang di panggilpun menyiapkan suaranya dan mukanya yang ia tahan gak ketawa-tawa. "Masih inget lo sama temen? Tadi gue chat di grup kagak ada yg bales sama sekali. Jangankan di bales, diread juga kagak! Kesel gue sama lo bertiga. Lo bilang pada pergi sama keluaragalah, sama pacarlah. Kek kambing congek gue disini tau gak sih lo pada. Apalagi tiba-tiba kak Tristan mendadak ngajak gue jalan kesini secara paksa pula. Lo liat, gue masih pake baju tidur gara-gara di--" Tama berhenti nyerocos saat sadar apa yang dia omongin.
Lisa, June dan Rose yang melihat Tama hanya bisa meringis. Mengetahui kalau objek yang kawannya bicarakan sedang menatap intens Tama. Cewek itu, hanya bisa memejamkan matanya dan menggigit bibir bawahnya, takut.
"Yah gagal deh rencananya,"
Perkataan Hanan barusan langsung didapati pelototan oleh Jeka. Yuta, cowok itu menatap kawan-kawannya heran. Tidak mengerti suasana apa yang menyelomuti mereka.
"Sori, kak." Dua kata yang bervolume kecil itu keluar dari bibirnya Tama. Dia sama sekali gak membuka matanya. Malahan makin dipejam erat sampe-sampe ada bulu matanya entah kemana.
Tristan menggenggam pergelangan Tama dengan tiba-tiba sehingga cewek itu melotot merasakan sesuatu. Matanya mengikuti manik mata Tristan yang bukan melihatnya. Teman-teman Tristan dan Tama hanya bisa diam memperhatika kedua orang itu berjalan keluar dari kafe.
"Ini ada apaan sih?" Yuta membuka suaranya diantara keheningan. "Rencana apa?"
Kei menjawab, "Ntar juga lo bakal tau."
Di tempat parkiran, kedua makhluk itu berdiri di samping mobil Tristan. Air keringat yang sudah bercucuran di dahi Tama semakin menjadi-jadi. Dan dalam hati, ia mengeluarkan doa-doa agar ia terselamatkan di malam ini. Takut-takut kak Tristan bertindak kriminalitas.
"Lo benci banget ya sama gue?" Tristan berkata lembut. Tanpa ada nada intimidasi meskipun matanya lah yang khas itu.
Tama ragu-ragu menatap mata Tristan yang sedari tadi menatapnya. Ia menggeleng pelan. "E-Enggak kok, kak." Jawab Tama gugup.
"Kalo misalnya lo nolak tadi sih gakpapa. Gue gak bakalan marah sama lo." Tristan masih berkata lembut buat Tama menatapnya tepat di iris cokelat cowok itu. "Lo keliatan takut sama gue. Padahal gue gak pernah ngapa-ngapain lo."
"..."
"Gue sebenarnya ngajak lo kesini mau ngerayain ultah lo dan juga mau nembak lo."
Mata Tama melotot mendengarnya. "U-Ultah?" Beonya.
Senyum lebar Tristan sudah terpampang melihat mata cewek itu yang melotot.
"Trus tadi apa? Lo mau nembak gue?"
Cowok itu menggaruk tengkuknya dan Tama meyakini kalau itu tidak gatal sama sekali. "Ya kalo lo nolak sih gakpapa. Lagian gue gak butuh jawaban lo. Soalnya gue gue tau jawaban lo itu apa."
"Kak Tristan... gue... gak tau perasaan gue itu gimana." Tama menunduk. "Kadang perasaan gue sama lo itu aneh juga. Kadang deket kak Kei juga aneh perasaan gue."
Tristan mengangguk mengerti. "I love you."
"Hah?"
"Lo gak perlu pusing-pusing buat mikirin tiga kata itu ataupun balas. Karena, gue cuma mau ngungkapin doang. Daripada gue stres kalo di pendem terus." Tristan tersenyum di akhir kata.
Tama memandangnya bingung. Sumpah, dia berusaha buat bicara jujur tentang perasaannya.
"Gue suka kalo lo jujur sama perasaan lo itu." Tristan mengacak rambut Tama gemas. "Juga, jangan ada jarak ya. Anggap aja kalo gue gak pernah ngomong ini ke elo. Cukup kayak sehari-hari kita di sekolah. Suka berantem gak jelas."
"Tapi lo kan--"
"Yuk balik ke dalam. Ortu sama kak Chandra udah ada di dalam."
Tangan kokoh itu menggenggam tangan Tama. Mereka jalan balik ke dalam. Sedangkan Tama, cewek itu memikirkan perbincangan mereka tadi. Bahkan selama perayaan ulang tahun Tama yang ke-16, cewek itu terus mencuri pandang Tristan yang hanya ikut tertawa dan tersenyum begitu Hanan memulai joke garingnya.