9

I love you

Mata gue yang terpejam berusaha untuk tidur jadi melek seketika teringat tiga kata yang buat gue uring-uringan. Sekarang udah jam 1 pagi tapi gue masih belum bisa buat tidur. Kak Tristan emang sialan.

Seenaknya bilang gak usah di pikirin, anggap aja angin. Angin apaan! Malah masih berbekas di otak gue.

Gue lirik bunga di samping tempat tidur, gue ambil bunga itu dan gue hirup dalam-dalan wangi bunga itu. Emang sih gak fresh banget bunganya. Soalnya kata kak Kei, dia beli bunga ini pulang sekolah dan ogebnya dia naro di kulkas biar gak layu.

Iya, bunga itu dari kak Kei. Dia ngasih bunga itu pas gue mau masuk mobil sama kak Chandra untuk pulang setelah perayaan ultah gue. Hadiah dari yang lain juga ada kok. Dari kak Tristan-- btw tentang dia, semenjak dia ngakuin perasaannya sama gue, kak Tristan sama sekali gak jaga jarak sama gue. Dia bertingah seperti biasanya dan ngasih hadiah sticky note.

Gue suka sticky notenya dan gue emang lagi perlu banget. Karena gue gak pernah sempet buat beli sticky note. Walaupun hadiahnya sticky note, gue sama sekali gak kecewa. Malahan reaksi gue senyum lebar sama kak Tristan dan bilang makasih banyak banget.

Drrt drrt

Lamunan gue teralihkan ke ponsel gue yang bergetar di atas nakas. Kak Tristan. Ternyata dia nelpon gue. Dengan cepat gue slide tombol hijau.

"Halo, kak?"

"Lo belum tidur?"

Dalam hati gue nahan tawa denger pertanyaan anehnya.

"Kalo gue udah tidur, gue gak bakalan angkat telepon kali, kak." Kata gue setengah ketawa pelan.

"O iya ya. Sori."

Kak Tristan tiba-tiba diam. Entah kenapa dan gue sengaja berdehem.

"Lo kenapa gak tidur?"

"Lo sendiri?"

"Kan gue yang nanya duluan, Tam. Lo harus jawab duluan."

Masih aja nyebelin nih orang

"Lagi mikirin sesuatu gue, kak."

"Mikirin apaan?"

"Ya gak penting juga sih sebenarnya. Cuman sejak kejadian empat jam yang lalu bikin gue merasa bersalah dan juga uring-uringan." Kata gue sambil cekikikan. Tentu saja ponselnya gue jauhin.

Lama gak ada suara, gue kembali bersuara.

"Halo kak Tristan? Masih adakah?"

"E-u-jangan dipikirin!"

"Kenapa?"

"Lo tidur gih. Gue udah ngantuk. Bye!"

Tut tut tut

***

Pagi hari pukul 5 lewat 45 menit, Tama sudah menaiki sepeda sportnya menuju taman komplek. Setiap hari minggu, Tama dan teman-temannya biasa akan olahraga pagi di taman. Tama dan kawannya itu satu komplek, tapi beda blok. Makanya June dan Tama sering sekali pulang bersama, dulu.

"Tama!" Cewek berjaket hitam itu kemudian menengok kebelakang, melihat June, Lisa dan Rose sudah ada di bawah pohon.

Tama lantas berlari menuju mereka. Sesampainya di tempat, gadis itu berdecak kagum sambil menggelengkan kepalanya. "Lis, Lis. Belum juga lari pagi lo udah makan aja. Ck ck ck," ucapnya sambil tersenyum diakhir kata.

Sedangkan Lisa, gadis itu hanya menyengir lebar. "Udah abis, kok. Ayo jogging!"

Tama, June, Lisa dan Rose lantas memulai jogging di taman yang cukup ramai oleh orang-orang yang sedang olahraga. Gadis berambut sebahu itu memelankan langkahnya ketika melihat lapangan basket. Ia melihat Jeka, Kei, Wiza, Hanan, Jevan, dan Tristan sedang bermain basket.

June, Lisa dan Rose baru menyadari kalau Tama tidak ada bersama mereka. Mereka menoleh kebelakang dan melihat kawannya sedang berdiri sambil menatap lapangan basket. Ketiganya ikut mengikuti objek yang di pandang Tama.

"Itu bukannya kak Tristan sama temennya, ya?" Rose menunjuk lapangan.

June mengangguk. "Iya ya. Kesana yuk," mereka kemudian menyusul Tama. Tanpa di ketahui Tama, June menarik tangan gadis itu sambil berjalan menuju kakak kelas mereka. "Jangan diliatin aja kalo ada dia. Mendingan lo samperin."

"Ih apaan sih, June! Siapa yang ngeliat juga." Sergah Tama. Ia juga memberontak agar di lepaskan. Namun tenaganya yang masih belum terkumpul sempurna sebab terkejut, ia kemudian menyerah.

"Pagi, kak." June, Lisa dan Rose menyapa kakak kelas mereka, ramah. Sedangkan Tama hanya membuang muka.

Tristan dan lainnya berhenti bermain, mereka menoleh dan mendapati adik kelasnya sedang tersenyum ramah, kecuali seorang gadis yang tidak menatap mereka.

"Eh ada dede emesh. Olahraga juga, dek?" Gurau Hanan sambil menyengir dan di hadiahi jitakan oleh Jeka. "Anjir lu."

Jevan yang berada disamping Tristan menyenggol sikut cowok itu. "Oi! Bengong mulu."

"Diem lo."

"Kita boleh gabung main basket gak, kak?" Tama melotot mendengar permintaan Rose.

"Heh! Gila lo yak!" Senggol Tama mendesis kencang.

"Diem deh lo."

"Ck!"

"Umm..." Kei menggaruk tengkuknya sambil melirik Jeka. Melihat sepupunya dan yang lainnya mengangguk kecil, Kei berkata, "Boleh! Tapi hati-hati, ya. Takut ada yang kesenggol soalnya."

"KEI!"

"Eh? Kenapa?" Tanya Kei polos setelah di sentak oleh kelima temannya. "Ada yang salah dari omongan gue?"

"Heh marmut! Lo kalo ngomong bener-bener deh." Decak Tristan sambil menggeleng kepalanya. Ia melihat adek kelasnya dan terkejut ketika June, Lisa dan Rose menatap mereka aneh. Kecuali Tama, pipinya sudah bersemu merah.

***

"Yes! Kita menang!" June, Lisa, Wiza, Jeka, dan Hanan bersorak riang mengetahui grup mereka berhasil mendapatkan poin terakhir.

Sedangkan grup yang kalah, Tama dan Rose mendudukan tubuhnya dan selonjoran. Begitupun dengan Tristan, Kei, dan Jevan. "Alamat dapet hukuman ini," keluh Rose sambil mengibas tangannya.

Tama mendelik, padahal dia yang mengajak jadi mereka yang kalah. "Lo sih, pake ngajak taruhan."

"Iya-iya sori, Tam. Khilaf gue."

"Yaudah jangan berantem terus kenapa sih?" Tanya Jevan jengah mendengar keluhan Tama dan Rose.

Kini Tama dan Rose yang mendelik pada Jevan. "Siapa yang berantem?" Sewot Rose.

"Dih dibalingin malah nyolot. Dasar nenek lampir."

"Heh! Lo tuh! Dasar tua!"

"Muka lo siput!"

"Bawel lo nenek gayung!"

"Kakek cangkul!"

"Tiang lis--"

"STOP!" Sergah Tama keras. "Lo berdua kenapa jadi kek bocah? Main kata-kataan? Malu apa sama umur. Udah SMA juga."

"Mana janji kalian? Katanya mau beliin kita makanan," tagih Wiza dengan muka sengaknya.

Mata tajam Tristan menatap wajah Wiza. "Iya iya. Ayok! Heh lo bertiga. Jangan duduk aja." Ketus Tristan, pada Jevan, Rose dan Tama.

"Yah, kak. Gue gak bawa duit." Tama berucap melas membuat Taeyong merutuk dirinya.

Kei bangun dari duduknya. Ia menepuk tubuhnya seakan debu-debu ada di bajunya. "Gue yang bayarin deh." Ucapan Kei mengundang pandangan Tristan menatapnya. Namun Kei tidak menyadari hal itu.

Tristan memandang grupnya Hanan dengan malas. "Mau apa lo pada?"

"Nas goreng, soto ayam, ketoprak, nasi uduk, lontong sayur, batagor, es kelapa, bubur ayam, nasi kun--"

"Eh pea! Banyak banget anjir. Gue gak bawa duit lebih." Sergah Tristan cepat. Kepalanya saja sudah pusing mendengar permintaan Hanbin yang banyak banget.

"Lo kan ketos, Tris." Wiza tersenyum jenaka membuat Tristan mendelik.

"Satu macam aja lah."

"Soto ayam!"

***

"Lo mau pesen apa? Biar gue pesenin." Tawar Kei setelah grupnya Hanbin memesan soto ayam.

"Gak usah, kak. Gue belum laper." Kata Tama sambil tersenyum simpul.

Kei berdecak. Dia berdiri dan memesan dua soto ayam pada penjual. Sedangkan Tama hanya bisa mendengus karena ucapannya di abaikan. Kei kembali dengan senyum kemenangannya. "Lo harus makan!" Sambil mengedipkan mata kirinya jahil.

Mata Tama melotot melihatnya. "Gak jelas lo, kak!" Namun gadis itu tertawa juga setelah melihat wajah Kei, lagi. Kei-pun ikut tertawa kecil.

Selain itu, di meja lain, Tristan melihat obrolan Kei dan Tama sedari tadi. Ingin memisahkan mereka, tapi ia ingat sesuatu.

Dia bukan siapa-siapanya Tama.