Ame baru saja sampai di Shigure Coorperation sepuluh menit lebih awal. Begitu sudah berada di dalamnya, Ame memandang sekitarnya dengan perasaan takjub. Gedung yang selama ini hanya dilihatnya dari internet, bisa dilihatnya secara langsung bagian dalamnya seperti saat ini. Tanpa disadari, Ame pun menabrak bagian resepsionis berada saking terpukaunya.
“Anda tidak apa-apa, Tuan? Ada yang bisa aku bantu?”
Ame gelagapan begitu perempuan yang memakai pin bertuliskan ‘Resepsionis’ itu menyapanya. Dia sudah lama tidak bercengkrama dengan orang lain selain penjaga minimarket tempatnya membeli makan.
Ame mencoba mengatur napasnya perlahan untuk menghilangkan rasa tegangnya yang tengah menderanya saat ini. Setalah merasa sudah lebih tenang, dia menatap resepsionis itu dengan serius. "Aku ingin membuat masalah."
Resepsionis itu cukup terkejut mendengarkan perkataan Ame. Bahkan, dia memandangi Ame dari ujung kaki sampai kepala seperti ingin memastikan sesuatu. Dia merasa ragu kalau Ame adalah salalah satu dari ketujuh orang yang diundang.
Resepsionis itu pun menggelengkan kepala dengan tatapan bingungnya. "Saya tidak mengerti maksud anda, Tuan.”
Ame terkejut dan langsung menggaruk-garukkan kepalanya. "Heh? Mr. Y yang menyuruhku datang ke sini.”
Resepsionis itu langsung terkejut begitu Ame menyebutkan nama Mr. Y. Dia tidak percaya Ame adalah orang yang diutus Mr. Y, mengingat dia sudah menemui keenam orang lainnya yang memang memiliki penampilan layaknya seorang pembunuh.
Resepsionis itu pun mendekatkan mulutnya ke telinga Ame, untuk membisikkan sesuatu. "Semua masalah dikumpulkan menjadi satu di lantai lima ruangan rapat. Setelah keluar lift, belok ke kanan dan ruangannya berada di pojok."
Ame membungkukkan badannya seraya berterima kasih kepada resepsionis itu atas info yang diberikan olehnya. Ame pun menuju ke lift, dan terkejut begitu melihat pemandangan di depan lift. Banyak sekali orang yang mengantre untuk menggunakan lift.
Ame pun menghela napasnya sambil melihat jam tangannya. “Gawat! Lima menit lagi.”
Ame otomatis memacu kedua kakinya menuju ke tangga darurat. Kaki yang selama ini hanya duduk manis di depan komputer dan jarang sekali digunakannya untuk berolahraga, terasa agak berat setiap kali menaiki tangga. Saat tiba di lantai lima, Ame langsung tersungkur di lantai saking lelahnya.
“Seharusnya aku terapkan hidup sehat, supaya jasmaniku juga menjadi kuat. Tidak hanya akalku saja.” Ame bangkit, menepuk-nepuk bagian celananya yang agak kotor.
Di sisa-sisa tenaganya, Ame berlari menuju ke ruangan yang diberitahukan oleh si resepsionis kepadanya. Dengan napasnya yang terengah-engah, Ame pun membuka pintu ruangan itu dan mengatakan, "Selamat pagi.”
Tatapan tajam dari enam pasang mata tertuju pada Ame saat ini. Melihat dirinya ditatap seperti itu, Ame hanya bisa menelan ludahnya saking takutnya. Bukan hanya karena tatapan mata mereka saja, tapi karena Ame mengetahui betapa menyeramkannya sosok keenam orang yang sedang menatapnya saat ini.
“Datang terlambat di hari pertama. Di mana attitude-mu?”
Ame menatap ke arah laki-laki yang mengatakan hal itu kepadanya. “Ogura ‘The Snake’ Takeru. Aku seriung melihat berita tentangnya di Crowz. Dia tak pernah kalah sekalipun dalam turnamen poker. Penampilannya yang eksentrik karena rambutnya berwarna merah muda, membuatnya berhasil menipu siapapun orang yang meremehkannya.”
Karena enam kursi yang letaknya saling berhadapan telah diduduki, Ame pun duduk di kursi yang ada di bagian tengah, di mana Ogura di sebelah kirinya dan laki-laki berambut merah panjang di sebelah kanannya.
Setelah duduk di kursinya dan meletakkan tas yang dibawanya di bawah, Ame melirik sejenak ke arah laki-laki di sebelah kanannya. “Taka Ishizaki, ‘The Red Falcon’. Penambak jitu berdarah dingin yang tak pernah pandang buluh untuk membunuh siapapun. Karena dia seorang bounty hunter, berita tentangnya di Crowz sudah seperti biji di dalam buah semangka. Kalau dia ada di sini, sebenarnya tugas macam apa yang akan diberikan pada kami?”
“Paling tidak, minta maaf lah karena sudah terlambat datang. Aku paling benci dengan laki-laki yang tidak menyadari apa kesalahannya.”
Di tengah lamunannya, Ame ditegur oleh wanita yang duduk di sebelah Taka. Ame menelan ludahnya dan menundukkan kepalanya, tak berani menatap langsung wanita itu. “Maaf … aku terlambat ….” Ame terus memalingkan wajahnya, berharap wanita itu berhenti menatapnya dengan menyeramkan seperti itu.
“Cih … kau melihat ke arah mana, oy!”
Keringat Ame pun bercucuran begitu mendengar perkataan wanita itu yang membuatnya semakin takut. “Asuka Tanaka, ‘Brutal Girl’. Aku tidak tahu kalau dia ternyata semenyeramkan ini. Padahal rambut panjangnya yang berwarna hijau layaknya warna gems di gim online, terlihat indah bagiku. Penampilan luarnya benar-benar sangat menipu. Ternyata, video perkelahiannya di Crowz memang benar-benar mendeskripsikan dirinya.”
“Sudah lah … tidak perlu sampai seperti itu. Mungkin dia punya alasan lain. Lagi pula, secara teknis dia belum terlambat.”
Ame pun tersenyum sumringah begitu mendengar ada orang yang telah membelanya. Namun, ketika dia melihat orang yang membelanya adalah laki-laki yang duduk di sebelah Ogura, dia pun bingung harus berterima kasih atau tidak.
“Kaguya ‘The Handsome’ Matsumoto. Laki-laki berambut pirang dengan wajah tampannya yang menyebalkan. Berita tentangnya di Crowz selalu memuat ujaran kebencian. Banyak hacker yang tidak suka sikapnya karena selalu menipu wanita-wanita cantik. Tapi, kuakui dari dekat dia memang sangat tampan.”
Asuka menatap ke arah Kaguya. “Cih …,” ucapnya langsung memalingkan wajah. “Aku tidak mau mendengar perkataan darimu, laki-laki rendahan.”
Mendengar betapa sinisnya perkataan Asuka terhadapnya, Kaguya menatap Asuka dengan tersenyum dan menunjuk ke arah wanita yang duduk di sebelahnya. “Kasar sekali. Bersikaplah seperti wanita yang duduk di sebelahmu, perempuan brutal.”
“Seperti aku?” Perempuan yang ditunjuk oleh Kaguya, menunjuk dirinya sendiri dan terlihat bingung karena tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Kaguya.
Karena dirinya juga terlibat dalam pertikaian ini, Ame pun menatap ke arah perempuan yang ditunjuk oleh Kaguya. “Yume Renka, ‘Cute Face Rider’. Tatapannya benar-benar sangat datar. Aku sama sekali tidak pernah melihatnya tersenyum di setiap fotonya yang tersebar di Crowz. Tapi yang terpenting, dia terlihat lebih imut dibandingkan di foto. Rambut merah mudanya yang pendek, bibirnya yang tipis, dan badannya yang tidak gemuk juga tidak kurus.”
Sementara Ame terus terpaku memandang betapa imutnya Yume, Kaguya dan Asuka masih bertikai mengeluarkan kata-kata sindiran mengejek satu sama lain.
Dum! Tiba-tiba saja, laki-laki yang duduk di sebelah Kaguya memukul meja dengan keras dan menatap ke arah Kaguya serta Asuka secara bergantian. “Diamlah.”
Kaguya dan Asuka langsung duduk tenang kembali, menghentikan pertikaian mereka tanpa mengatakan apapun lagi. Ame yang sedang terbang tinggi dalam lamunannya pun sampai terjun bebas menghantam kenyataan kembali.
“Selamat … aku kira dia menujukan hal itu padaku, ternyata untuk mereka berdua.” Ame mengelus dadanya pelan dan menghembuskan napas lega. Dia pun memberanikan diri untuk melirik sejenak ke arah laki-laki yang telah memukul meja itu. “Kuro Mikazuki, ‘The Beast’. Rambut mohawk-nya membuatku agak tak mengenalinya tadi. Tapi, setelah melihat tatapan tajam dan gesturnya yang menyeramkan, tidak salah lagi kalau itu memanglah dia.”
Ame tidak berani menegakkan kepalanya karena takut ditatap oleh salah satu dari keenam orang yang ada di sekitarnya saat ini. Apalagi dia takut ditatap oleh Yume, karena dia pasti tidak akan kuat menghadapi betapa imutnya tatapan Yume itu.
Di tengah keheningan itu, Ogura yang semenjak tadi hanya diam saja, akhirnya angkat bicara mengutarakan apa yang ada di benaknya saat ini. “Giggolo di sebelah kiriku, penembak jitu di hadapanku, wanita brutal tukang pukul, pembalap berwajah imut, bahamuth tak berotak, dan laki-laki lemah yang tidak atletis. Saat ini berkumpul di dalam satu ruangan. Kira-kira apa tujuan orang yang telah merekrut kita sebenarnya? Apa ada yang tahu?”
Kuro yang mendengar perkataan Ogura, sedikit terganggu dengan julukan yang Ogura berikan terhadapnya. “Jaga bicaramu, ‘Selai Kacang Merah’.”
“Dimengerti, ‘Otak Kosong’.” Ogura menatap Kuro dengan tersenyum lebar.
Ogura dan Kuro sama-sama merasa kesal dengan sindiran yang dilayangkan pada mereka, tapi daripada merasa kesal keduanya lebih memilih untuk menyindir balik.
Taka yang sejak tadi juga diam pun, menatap Ogura untuk menjawab pertanyaannya. “Entahlah. Tapi yang jelas, kalau aku dan Kuro direkrut, itu artinya masalah yang akan kita hadapi pasti berskala besar. Kalau kau dan Kaguya direkrut, itu artinya masalah yang akan kita hadapi mengandalkan ketangkasan dalam menggunakan ‘Human Hacking’.”
Ogura pun tersenyum lebar begitu mendengarkan jawaban dari Taka. Dia sedikit terhibur karena pemikiran Taka ternyata sama dengan pemikirannya. “Tak kusangka, di balik wajah datarmu yang menyebalkan, tersimpan pemikiran yang kritis. Otakmu pasti biasa digunakan untuk mencerna segala bahaya yang datang, kemudian berpikir cepat untuk keluar darinya. Aku benar, kan, ‘Rambut Merah Sialan’?”
Taka sama sekali tak mengindahkan perkataan Ogura dan lebih memilih untuk diam. Dia pun menyandarkan badannya, menyilangkan kedua tangannya di dada dan tertunduk memejamkan matanya.
“Selamat pagi. Maaf, aku agak terlambat.” Tiba-tiba saja, seorang pria berpakaian formal masuk ke dalam ruangan. Pria itu pun langsung berdiri di hadapan meja tempat mereka bertujuh berkumpul. “Perkanalkan, namaku Mr. Y.”
“Sudah tahu,” jawab ketujuh orang yang direkrut oleh Mr. Y itu kompak.
Mr. Y agak terkejut mendengar jawaban serempak mereka. Mr. Y pun merentangkan kedua tangannya ke atas meja, kemudian menatap mereka bertujuh satu-pesatu. Setelah itu, dia tersenyum seperti orang yang merasa sangat puas. “Mulai hari ini, kalian bertujuh akan tergabung dalam tim yang kuberi nama, ‘Troublemaker’.”