Chapter 4: Konferensi Meja Persegi

Perkataan Mr. Y tidak mendapatkan respon yang diinginkan olehnya. Ketujuh orang yang ada di hadapannya saat ini, tidak ada yang berekspresi terkejut. Yume dan Kaguya terlihat bingung, Asuka dan Ogura terlihat agak kesal, Taka dan Kuro tetap terlihat datar, sementara Ame terus menundukkan kepalanya.

Kaguya pun mengangkat tangannya, bermaksud meminta izin kepada Mr. Y untuk menginterupsinya. “Tidak bermaksud menyinggungmu, tapi daripada kau memberitahu kami apa nama kelompok ini, lebih baik kau mengatakan terlebih dahulu untuk apa kami dikumpulkan di tempat ini olehmu.”

Mr. Y mengangkat tangannya dari atas meja, kemudian menyilangkannya di dada. “Benar juga, seharusnya aku menjelaskan tujuanku terlebih dahulu, baru mengatakan hal itu kepada kalian. Maaf, ini salahku.”

Setelah mereka bertujuh mendengarkan pemintaan maaf Mr. Y, kini giliran Ogura yang mengangkat tangannya dan menatap tajam Mr. Y sambil menunjuk Ame. “Sebelum kau mulai menjelaskan, beritahu aku siapa remaja yang baru puber ini? Melihat dari gelagat dan sikapnya, dia terlihat sangat lemah dan rentan terbunuh. Apa kita berenam ditugaskan untuk melindungi anak ini atau semacamnya?”

Mendengar pertanyaan Ogura, Mr. Y pun sedikit tak bisa menahan tawanya. Sementara Ame, semakin gugup dan keringatnya pun terus mengalir saking takutmya. “Kenapa aku terjebak dalam situasi semacam ini? Kalau tahu aku akan terlibat dengan enam orang menyeramkan ini, aku tolak saja tawarannya. Sekarang, aku sudah tidak bisa mundur lagi, tapi aku benar-benar ingin pulang.”

Mr. Y pun menghentikan tawanya, kemudian melirik sejenak ke arah Ame. Dia sudah menyangka kalau hacker seperti Ame pasti memiliki sikap yang tertutup dan takut bersosialisasi dengan orang lain. Hanya saja, dia tidak menyangka kalau sampai separah itu. Menegakkan kepalanya saja Ame tak sanggup.

Mr. Y pun kini menatap Ogura, bermaksud memperkenalkan siapa Ame sebenarnya. “Remaja yang baru puber itu, namanya ‘The Rainmaker’.”

Sontak, adrenalin Ogura dan kelima orang lainnya pun tersentak. Mereka berenam tidak menyangka bahwa sosok yang terlihat sangat lemah dan penakut itu adalah sosok di balik seorang hacker paling berbahaya di Arufabetto, ‘The Rainmaker’. Semua tatap mata kini tertuju lagi pada Ame, namun kali ini tatapan respect lah yang Ame terima.

Ogura menepuk-nepuk punggung Ame cukup keras. “Aku tarik segala ledekan yang telah kukatakan padamu. Orang seberbahaya dirimu, seharusnya bersikap lebih berwibawa. Tegakkan kepalamu. Sebagai orang yang sudah meretas sembilan puluh lima persen ponsel di negara ini, termasuk ponselku, tidak pantas tertunduk ketakutan seperti itu.”

Ame perlahan menegakkan kepalanya setelah diperintah Ogura. Mata Ame pun berkaca-kaca begitu menatap Ogura, karena dia merasa terharu mendapatkan pujian semacam itu dari orang seperti Ogura. Meskipun punggungnya masih terasa sakit.

“Berhenti menatapku seperti itu.” Ogura menunjukkan bagian di balik sisi kiri jaketnya, di mana banyak sekali jenis pisau yang berbeda-beda tersusun dengan rapi. Melihat hal itu, Ame pun kembali tertunduk ketakutan, padahal baru sedetik yang lalu dia sudah berani menegakkan kepalanya.

“Tegakkan kepalamu. Kalau kau memang sosok di balik ‘The Rainmaker’, itu artinya bisa dibilang kau sejajar dengan kita berenam.” Taka terus menatap Ame, menunggunya menegakkan kepalanya kembali.

Ame pun menatap ke arah Taka dan menganggukkan kepalanya dengan tersenyum, tanda kalau dia sudah bisa lebih tenang sekarang. Setelah merasa sudah lebih berani, Ame pun memutuskan untuk tidak menengok ke sebelah kanan apapun yang terjadi.

Setelah mereka berenam sudah mengetahui siapa Ame yang sebenarnya, mereka pun serempak mengeluarkan ponsel mereka masing-masing dan meletakkannya dia atas meja tepat di hadapan mereka. Ame terlihat bingung saat melihat hal itu. Namun, karena sudah banyak menghabiskan waktu di ‘Crowz’, Ame pun mengingat salah satu artikel yang dibacanya mengenai ‘Etika Kesopanan Seorang Pembunuh Bayaran’.

Kebiasaan meletakkan ponsel seperti ini, dimaksudkan untuk menunjukkan sebuah profesionalisme masing-masing individu pembunuh bayaran itu sendiri. Artinya, selama pertemuan dengan pemakai jasa berlangsung, mereka tidak akan diinterupsi oleh telepon dari pihak lain, mau siapapun orangnya. Di sisi lain, hal ini juga menghindari penyadapan ataupun tindak pengkhianatan yang bisa saja terjadi saat rapat itu.

Ketika mereka berenam hanya memiliki satu ponsel saja, Ame memilikinya lebih dari satu. Ame pun kini tengah mengeluarkannya satu-pesatu. Tiga ponsel dari kantong di jaket dan celananya. Sebuah tablet, laptop, dan notebook dikeluarkan Ame dari dalam tasnya.

Melihat hal itu, Ogura pun sedikit tertawa dan langsung menyolek siku Ame. “Kau sedang cuci gudang?”

“Eh? Emm … hehehe ….” Ame terlihat malu-malu begitu Ogura meledeknya. Hal itu pun membuat suasana yang semula tegang, menjadi lebih ceria meskipun cuma sedikit.

Setelah semua ponsel diletakkan di atas meja, Mr. Y pun menjelaskan tujuannya memanggil mereka bertujuh. “Alasanku merekrut kalian bertujuh karena satu hal. Yakni, Fugusa Ishimaru telah terbunuh semalam.”

Adrenalin mereka bertujuh pun tersentak. Enam di antara mereka terkejut karena baru mengetahui hal itu, sementara Ame terkejut karena apa yang ditakutkannya benar-benar terjadi.

Asuka yang sejak tadi terlihat beringas dan kasar, kini sedikit tertunduk dan terlihat murung. “Meskipun aku lumayan membenci laki-laki, tapi aku menaruh rasa hormatku kepada Fugusa. Dedikasinya patut ditiru oleh para bounty hunter yang beniat untuk pensiun dan mengikuti jejaknya. Orang sekuat dia bisa terbunuh juga rupanya.”

Ogura menoleh ke arah Asuka, karena dia juga memikirkan hal yang sama. Tiba-tiba saja, dia pun tertawa tanpa alasan yang jelas. Membuat Ame dan Kaguya yang duduk di sebelahnya merasa heran sekaligus takut. Padahal, tak ada hal yang lucu untuk ditertawakan.

“Kau baik-baik saja?” tanya Kaguya heran.

“Ke—Ke—Kenapa kau tertawa?” tanya Ame agak takut.

Ogura pun menghentikan tawanya, kemudian menatap Ame dan Kaguya dengan tersenyum. Setelah itu, dia menatap ke arah Mr. Y dengan tetap mempertahankan senyumnya. “Kematian Fugusa tak diberitakan di TV, maupun di segala jenis media apapun. Padahal, sebagian besar warga Arufabetto tahu siapa Fugusa karena dia sering terlihat bersama dengan Tuan Okada Shigure. Jadi menurut pengamatanku, pemerintah tidak mau membuat berita kematian Fugusa berubah menjadi kekacauan. Sekarang, siapa yang sebenarnya telah membunuh Fugusa? Sampai-sampai, berita ini disembunyikan dari publik. Jawab aku, Mr. Y. Meskipun sebenarnya aku sudah tahu siapa yang telah melakukannya.”

Mr. Y tidak menyangka kalau hanya dengan satu kalimat saja, Ogura bisa membaca apa yang ingin dikatakan olehnya. Hal itu membuat dirinya takjub sekaligus was-was karena tidak mau Ogura sampai menjadi musuhnya. Dia pun menatap balik Ogura. “Ini baru dugaan sementara, tapi menurut pengamatanku pelaku pembunuhan Fugusa ini tidak lain dan tidak bukan adalah ‘Black Mask’, organisasi yang ingin membunuh Tuan Okada.”

Begitu mendengar kata “Black Mask”, telinga mereka berenam sangat merasa tidak nyaman karena berbagai alasan. Sementara Ogura terlihat puas karena tebakannya benar.

Yume bahkan mengusap-ngusap bagian belakang lehernya begitu mengingat apa saja hal yang pernah didengarna mengenai organisasi itu. “Jujur, banyak sekali hal yang aku dengar tentang mereka. Tapi, tak ada satupun hal yang baik. Bahkan, ada yang pernah bilang padaku untuk tidak berurusan dengan organisasi itu. Bisa-bisa aku tidak lagi bernapas esok hari.”

Mendengar perkataan Yume itu, membuat Ame ikut merinding juga dan langsung mengelus-ngelus area belakang lehernya.

Berbeda dengan Yume dan Ame yang merasa ketakutan, Asuka justru merasa tertantang. “Aku memang belum pernah bertemu dengan anggota asli ‘Black Mask’, tapi kalau yang mengaku-ngaku aku sudah sering bertemu. Biasanya, mereka berbohong seperti itu supaya aku tidak lagi menagih hutang kepada mereka. Memangnya, mereka pikir aku akan takut? Mau ‘Black Mask’ yang lain sekalipun, selama dia adalah targetku, aku pasti akan melawannya tanpa ragu sedikitpun.”

Mendengar perkataan Asuka, fokus rasa takut Ame pun kini beralih kepadanya. Kini, Ame berpikir untuk tidak membuat Asuka marah apapun kondisinya. Sementara Ogura dan Kaguya, justru sedikit tertawa karena mendengar perkataan Asuka.

“Kenapa kalian berdua tertawa? Kalian mengejekku?” tanya Asuka menatap ke arah Ogura dan Kaguya dengan kesal.

Ogura menggelengkan kepalanya dan menghentikan tawanya. Namun, senyum mengejeknya masih tersemat di bibirnya. “Aku tidak akan seheroik itu mendedikasikan diriku di dalam sebuah tugas. Yang terpenting buatku adalah tidak membuat rekanku tewas saat menjalankan tugas itu. Jika hal itu sampai terjadi, itu akan menurunkan martabatku sebagai manusia karena lebih memilih sesuatu yang lain dibandingkan nyawa.”

Mendengar perkataan Ogura itu, membuat yang lainnya terdiam, bahkan Mr. Y sekalipun. Mereka tidak menyangka hal semenyentuh itu datang dari mulut orang selicik dan semenyeramkan Ogura.

“Kalau aku, asalkan bayarannya setimpal tak masalah buatku.” Kaguya menyilangkan kedua tangannya di dada dan tersenyum semringah setelah mengutarakan prinsipnya setiap kali menerima pekerjaan. Dia sengaja mengatakan hal semacam itu, bermaksud memecah keheningan yang terjadi akibat perkataan Ogura.

“Aku tipikal orang yang pantang mundur.” Tiba-tiba saja, Kuro mengutarakan prinsipnya. Membuat mereka berempat terkejut, namun sedikit tertawa karena orang yang kaku seperti Kuro bisa ikut mencairkan suasana juga.

Kini, mata mereka berlima pun menatap ke arah Taka yang belum mengatakan prinsipnya dalam menjalankan pekerjaan.

Taka pun menghela napasnya karena merasa agak kesal dirinya harus terlibat dalam situasi semacam ini. “Aku tidak pernah lari dari tugas yang datang padaku.” Melihat ekspresi kelimanya biasa saja setelah mendengarkan pendapatnya, Taka pun merasa sangat kesal sekarang. Namun, dia pun memilih untuk meredakan emosinya karena memang tidak ada gunanya baginya terusik akan hal seremeh itu.

Mr. Y pun menyadari kalau percakapan di antara mereka itu bermaksud bahwa mereka tidak akan mundur dari tugas yang akan diberikannya ini, meskipun itu berurusan dengan Black Mask. Hal itu membuatnya benar-benar merasa lega. Namun … tiba-tiba saja, Ame mengangkat tangannya dengan kepalanya yang tertunduk. Membuat keheningan yang telah hilang sebelumnya, kembali lagi. Semua pasang mata pun kini tertuju pada Ame.

“Aku ingin ….”