8

Bagian Delapan

Bukan Makan Malam biasa

Shevana melirik malas saat sudah kesekian kalinya ia bertanya namun selalu di acuhkan oleh Leon.

”Tak bisakah? hanya memberi tahuku saja, mengapa sesulit itu."

”Nanti kau akan tahu sendiri, Ana.. "

Lagi.. Jawaban itu lagi yang selalu Leon katakan.

Akhirnya Shevana memilih diam. Dia malas berbicara lagi. Hingga akhirnya mobil berhenti di sebuah mansion besar, membuat Shevana menautkan alisnya bingung.

"Untuk apa kita ke mansion besar ini?" Leon hanya meliriknya sebentar lalu turun membuka 'kan pintu untuk Shevana.

Meski bingung, Shevana tetap mengikuti langkah besar lelaki itu. Sampai akhirnya, Leon membuka suaranya yang cukup membuat Shevana mendelik tajam.

"Ini mansion orang tua ku. Mereka mengundangku untuk makan malam, sebab itulah kita berada disini sekarang." jelas Leon yang sedari tadi hanya diam.

Shevana memandangnya tidak percaya. Dia menatap tajam lelaki yang suka semaunya sendiri itu.

"Demi Tuhan Leon.. Kenapa kau tidak memberi tahu ku dari tadi? Tahu begini aku tidak akan menerima tawaran mu meski dengan bonus besar." protes Shevana membuat Leon meringis.

"Itulah alasan mengapa aku tidak memberi tahumu. Aku yakin kau pasti akan menolak, bahkan sebelum aku mengutarakan niatku." Shevana memejamkan matanya kesal.

Sebelum dirinya kembali mengoceh, seruan dari dalam mansion membuatnya harus menahan semua kata mutiaranya.

Shevana menoleh ke arah Leon dengan tatapan bertanya.

Leon hanya tersenyum tipis menanggapi itu, membuat Shevana mati-matian menahan diri untuk tidak mengumpat nya.

"Leon.. Akhirnya kau pulang nak, Mommy merindukan mu kau tahu." ucap wanita paruh baya yang langsung memeluk Leon dengan senangnya.

Dari sini. Shevana bisa tahu, jika wanita cantik yang sudah berumur ini adalah ibunya Leon.

"Aku tahu, hanya saja Leon banyak pekerjaan Mom, ini saja Leon baru kembali dari Paris pagi tadi." jelasnya beralasan.

"Kau selalu banyak alasan."

Wanita berumur itu kemudian menoleh saat menyadari jika Leon tidak datang sendiri.

"Gadis ini.. Dia siapa Leon?"

Leon menoleh kearah ibunya, "Dia Shevana, Mommy. sekretaris pribadi Leon." jedanya melirik sekilas ke arah Shevana yang terlihat gugup.

"Ah ya.. Perkenalkan saya Shevana, Mrs. Stevano. panggil saja Sheva." ucap Shevana memperkenalkan diri.

Wanita paruh baya itu tersenyum hangat, ''Saya Clara, Mommy nya Leon." balasnya.

Shevana mengangguk kaku.

"Ayo masuk Sheva, jangan sungkan ya." ucap Clara mengiringnya masuk di ikuti Leon di belakangnya.

Leon menggelengkan kepala, yang anaknya siapa, yang di gandeng siapa?

Tetapi, jauh di lubuk hatinya ia senang melihat binar dari manik mata ibunya menatap Shevana sayang. Shevana juga terlihat ramah dan sopan bersama ibunya, membuat Leon bahagia bisa melihat dua malaikatnya berjalan beriringan.

Barusan dia mengatakan apa?

Sudahlah biarkan saja.

Tidak ada salahnya berharap pada seseorang 'kan?

Semoga saja..

**

Shevana merutuk dalam hati. Mengapa Leon tidak mengatakan jika ini bukan hanya sebuah acara makan malam? Bahkan, Lebih tepatnya ini bisa di katakan seperti acara keluarga.

Banyak sanak saudaranya yang datang kemari. Membuat Shevana kikuk setengah mati.

"Ayo di makan Sheva, jangan sungkan." ucap Clara yang menyadari kecanggungan dirinya.

Shevana mengangguk dengan tersenyum tipis.

"Biasanya kau akan makan banyak, Mengapa sekarang sedikit sekali?" ungkap Leon membuat Shevana ingin sekali menendang Leon menggunakan sepatu tingginya.

Shevana menatapnya tajam, ”Tidak bisakah kau diam? Jangan ribut." jawab Shevana pelan.

Leon mengendik santai, "Aku 'kan hanya bertanya. Jangan Menatap ku begitu, matamu bisa copot nanti." Shevana memejamkan matanya kesal.

Lelaki ini.. Benar-benar!!

"Anda sangat menganggu, Sir." desis Shevana kesal.

Dengan tiba-tiba Leon mencium sudut bubur Shevana di hadapan banyak orang membuat Shevana terkejut. Jangan lupakan seruan heboh di sekitarnya membuat Shevana ingin sekali menenggelamkan diri.

"Leon, kau.." Shevana mengertakkan gigi kesal dengan wajah memerah.

"Aku sudah pernah mengatakan padamu sebelumnya, jadi itu salahku sendiri." jawab Leon santai.

Shevana kembali mengeram, "Tapi tidak di hadapan semua orang, Leon!"

"Tidak terkecuali. Kau mengatakannya sekarang dan saat itu juga aku akan menciummu. Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku, Ana."

Leon mengalihkan pandangan, "Apakah kalian merasa terganggu?" tanya Leon kepada anggota keluarga nya yang di balas gelengan kecil mereka.

Melihat itu membuat Shevana menutup wajahnya kesal.

Dasar Singa menyebalkan!

"Mengapa kau terlihat bodoh. Astaga.. Kemana perginya kepintaranmu itu?!" balas Shevana berdecak. Membuat mereka yang menyaksikan perdebatan kecil mereka terkekeh mendengar geraman shevana.

Habis sudah kesabaran Shevana, dia tidak lagi memperdulikan tatapan kaget bercampur binggung mereka yang mendengar ucapan Shevana. Yang mungkin terdengar seperti bukan sedang berbicara antara atasan dengan bawahannya. Membuat yang lainnya berfikir lain tentang kedekatan antar mereka.

"Tidak usah heran, Sheva. Terkadang dia memang idiot." Jawab Seno, salah satu pria yang mengenalkan dirinya sebagai Sepupu Leon.

Shevana balas menatapnya, "Yeah.. Dia memang idiot." mereka semakin tertawa melihat raut wajah Leon yang kesal di buatnya.

"Apa kalian tidak punya etika? Membicarakan seseorang yang sudah jelas ada di hadapan kalian?"

Sebelum sempat membalas, Evan Ayah Leon sudah lebih dulu angkat bicara.

"Sudah, sudah. Jangan meributkan sesuatu yang tidak penting. Dan kau Sheva.. Makanlah yang banyak, kau terlihat sedikit kurus. Apa Leon tidak memberimu makan?" ucap Evan yang di balas decakan malas Seno.

"Paman sendiri bertanya yang tidak penting pada Sheva, mengapa melarangku tadi? "

Evan hanya meliriknya sekilas.

"Tidak usah pedulikan dia. Mari makan." ucap Evan mengakhiri perdebatan kecil mereka.

Shevana merasa asing dengan suasana ini. Rasanya.. Dia sudah lama tidak merasakan yang namanya kehangatan keluarga.

Leon yang melihat keterdiaman Shevana, menggengam tangan mungilnya yang berada di bawah meja. Shevana menoleh dengan sedikit terkejut.

Leon berbisik pelan, "Kau bisa menganggap mereka seperti keluargamu, jangan menunjukkan muka suram mu disini," Leon tersenyum tulus, "mereka bisa merasakanmu nanti."

Sesaat, Shevana tertegun mendengar ucapan lelaki arogan yang menggengam tanganya kini. Tetapi ia tetap merasa jengkel mendengar kalimat tengah Leon yang membuatnya sedikit kesal.

"Kau selalu saja ingin mengajakku kelahi. Enyahlah dariku." balas Shevana berbisik, lalu kembali menarik tangan nya.

Leon terkekeh pelan mendengar nada ketus itu. Dia selalu suka melihat raut wajah Shevana yang terlihat imut saat memberengut sebal.

Mereka yang sedari tadi melihat interaksi antara mereka berdua pun, di buat gemas dengan tingkah mereka yang selalu saja meributkan sesuatu yang sebenarnya hanyalah masalah sepele.

Sekilas, mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sangat serasi.