4 Praktek Malam

Kelompok satu hingga kelompok enam sudah mengutus satu perwakilan untuk menyuntikkan Ovaprim ke Induk Betina masing-masing. Sekarang Bu Adida mengintruksi anak umridnya untuk melakukan penyuntikan pada Induk satu induk Betina.

Sekali praktek tidak mungkin menyuntikkan pada 37 Induk sekaligus. Jadi, ada mereka harus merelakan satu Induk matang Gonad untuk menjadi bahan percobaan anak muridnya menyuntikkan cairan tetsebut secara bergantian.

"Yang sudah nyuntik jangan maju lagi Ya, kalau saya panggil tapi kalian sudah nyuntik bilang saja sudah."

Sudah berpuluh-puluh suntikan menghujam tubuh Induk betina itu. Kadang kasihan melihatnya, seperti overdosis. Namun ini sudah menjadi prosedur. Dari absen pertama sampai terakhir, murid yang dipanggil diajarkan untuk menyuntik Ikan tersebut. Posisi penyuntikkan hormon ke dalam daging lele adalah di bagian punggung, setengah dosis disebelah kanan dengan kemiringan jarum sunik 40 - 45º. Kedalaman jarum suntik ± 1 cm dan disesuaikan dengan besar kecilnya tubuh ikan.

Bagi anak laki-laki mungkin itu hal yang mudah. Namun, Lia dan Nia kesuliatan melakukannya. Katanya geli, ada kenyel-kenyel gitu. Hiii....

Sekali lagi,

begitu seperti surga praktek saat pelajaran produktif. Sembari menunggu, yang sudah selesai bisa berleha-leha di teras lab. Meskipun bel istirahat sudah berbunyi lima belas menit yang lalu.

"Sandy, suruh teman-temannya masuk," pinta Bu Adida.

Dengan sigap Sandi meluncur kearah pintu dan memanggil teman-teman yang lainnya.

"Woy masuk woy, suruh Bu Adida masuk."

Anak-anak pun masuk dan berbaris rapih, sementara Wahyu, Yoga, Rhomi, dan dua anak perempuan itu kebagian tugas membersihkan sisa praktek mereka. Mereka menunggu anak-anak tersebut selesai bersih-bersih sampai alhornya Bu Adida memberi intruksi kembali.

"Setelah kita suntikkan Ovaprim, kita tunggu sekitar... Delpan jam ya. Jadi, setelah terhitung jam suntik itu jam berapa ya tadi pas nyuntik? Jam sepuluh ya.... Berarti habis maghrib kita melakukan proses pengurutan. Sekarang kalian bereskan barang-barang kalian, ingat ya kata-kata saya. Langsung pulang! Jangan mampir-mampir kemana-mana karena ini masih jam pelajar sekolah. Kemudian jam 4 sore kalian kumpul lagi disini. Paham?"

"Paham Buuu...." seru anak-anak.

Mereka pun segera bersiap untuk pulang.

"Ingat ya, langsung pulang. Jangan mampir-mampir. Kalau ada razia pelajar dan kalian ketangkep pihak sekolah gak mau tanggung jawab."

"Ya Buuu...."

Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh lewat dua puluh menit, sekarang masih waktunya istirahat. Kelas X. AP berjalan secara bergerombol menuju gerbang sekolah. Serasa ada kebanggaan sendiri bagi kelas tersebut ketika orang-orang yang ada di kantin menatap mereka heran mengapa mereka berjalan membawa tas.

Yang lain istirahat kita pulaaang....

Dari arah yang berlawanan, teman dua cewek di kelas itu menghampirinya. Dan bertanya dengan tatapan heran.

"Mau kemana lo?" tanya Meda dan Sri berbarengan.

"Pulang lah kita," jawab Lia dengan sombongnya.

"Seriusan pulang?"

"Iyalah. Ini kita udah bawa tas."

"Dih enak banget."

Mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Entah pesan Bu Adida dijalankan oleh mereka atau tidak, yang penting jam 4 sore semua hadir.

Berbagai macam kegiatan yang mereka lakukan sambil menunggu waktu kumpul kembali. Ada yang nongkrong di warung belakang sekolah, ada yang tidur, ada yang pergi ke warnet untuk bermain game online dan juga ada yang memanfaatkan waktunya untuk mengerjakan tugas Biologi. Sampai tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 4 sore.

Fuad sengaja datang lebih awal agar ia bisa sholat Ashat di masjid belakang sekolah.

Untungnya Lab AP berada di ujung belakang sekolah. Jadi dari untuk kesana hanya berjalan beberapa langkah saja.

Setelah mengucapkan salam, Fuad beristighfar sambil mengangkat kedua tangannya meminta sesuatu kepada Allah. Mulutnya tak henti memanjatkan Doa dengan khusyu. Sesungguhnya, hanya Dia zat yang maha memberi segalanya. Kita ingin sehat, diberi sehat. Kita ingin pintar, diberi pintar. Kita ingin apa pun jika kita taat kepada-Nya Inshaallah pasti akan terkabulkan.

Selesai Sholat, ketika hendak memakai sepatu Fuad bertemu Sandy di depan masjid. Laki-laki itu pun hendak mendirikan sholat.

"Weh Ad. Udah dateng aja lo," sapa Sandy pada sahabatnya.

"Iya. Lo sendiri juga udah dateng," balas Fuad sembari mengikat tali sepatunya.

"Gue mah dari pagi juga udah disini, orang gue Paskib."

"Kaga pulang dong lo."

"Kagak lah."

"Gue pengen ke Lab. Tapi gak ada siapa-siapa. Padahal udah jam setengah empat yak."

"Anak-anak mah pada ngaret Ad. Jam-nya pada jam karet. Makanya Bu Adida bilang jam 4 kumpul sini juga, padahal mah prakteknya abis maghrib."

"Iya juga ya."

"Yaudah lo tunggu sini aja. Bareng sama gue nanti ke Labnya."

Gak ngerti lagi sih sebenarnya. Kelas AP itu ngaret atau memang lupa sama praktek mereka. Pasalnya, sudah hampir jam 5 pun belum ada setengah dari jumlah kelas yang datang. Padahal kalau pun disuruh kumpul jam 4 mereka seharusnya sudah datang sebelum jam kumpul. Benar-benar, ckckck....

Hari sudah mulai petang, warna orange pada langit semakin nyata. Sekolah pun sudah mulai sepi. Terlihat seperti siswa-siswi yang menenteng tas mereka keluar sekolah selesai melakukan kegiatan ekstrakurikuler. Salut sih sebenarnya untuk siswa yang ikut eskul karena mereka rela menggunakan waktunya disekolah lebih banyak daripada dirumah. Tapi antara rajin atau emang gak ada kerjaan sih hehehe.... Kalo sepemikiran sama gue, yakin deh enakan tidur. Tapi, Yang paling memikat adalah anak futsal atau Volley yang sehabis latihan. Ada mitosnya cowok yang berkeringat sehabis olahraga itu menambah tingkat kegantengan di mata cewek. Kalo buat kalian bagaimana? Percaya gak sama pernyataan tersebut?

Jam 5 tepat WRfams baru datang disusul oleh Ridoh, Haris, dan anak-anak lainnya. Sebenarnya mereka sudah ada di sekolah dari jam 4. Tapi nongkrong dulu di warung belakang sekolah. Jadi, apa mereka pantas dikatakan telat?

Bu Adida hanya memberi beberapa pengarahan yaitu apa yang harus di persiapkan, apa yang harus dilakukan, tak lupa mengingatkan untuk selalu menggunalan alat keselamatan kerja.

Tanggung sebentar lagi maghrib, Bu Adida pun membebaskan mereka sampai maghrib tiba. Asal tidak membuat onar. Jadilah mereka berpencar melakukan kegiatan yang disuka. Ada yang lelesehan di teras, ada yang ke kolam untuk melihat-lihat atau sekedar bermain HP serta berselfie ria. Apa pun boleh dilakukan asal tidak membahayakan dan merugikan sekolah. Jika hal itu terjadi, sebagai ketua kajur Bu Adida harus bertanggung jawab.

Allahu akbar Allaaahu Akbar!

Adzan magrib sudah berkumandang. Anak-anak pun segera melaksanakan ibadah Sholat Maghrib. Karena gerbang belakang dikunci, mereka bersembahyang di mushola yang terletak di sebelah kantor. Mushola ini masih tahap pembangunan, setiap hari pasti ada anak OSIS yang masuk dari satu kelas ke kelas yanh lain untuk dimintai amal.

"Sholat lu, cewek juga kagak sholat," ledek Bagus mencolek punggung Lia.

"Iya ini juga mau sholat," balas Lia.

"Tahu, musyrik dia mah," tambah Bagas.

"Yaallah Bagas, ini gue mau ke mushola. Apaan sih," ucap gadis itu dengan wajah penuh emosi. Nia yang ada disebelahnya hanya tertawa kecil. Anak cowok selalu saja menjahili gadis itu.

Jadilah mereka sholat berjamaah dengan diimami oleh Fuad. Andai saja kegiatan terpuji ini terjadi saat kegiatan sekolah berlangsung, pasti guru-guru akan menarik kembali ucapan mereka sebagai kelas paling onar. Tapi, untuk ibadah bukannya lebih baik jika tidak terlihat oleh orang lain ya? Intinya jangan berfokus untuk melihat orang dari sisi buruknya saja ya guys, don't judge book by cover!

"Ini sekolah kalo malem serem banget ya," kata Fuad ketika mereka memakai sepatu. "Pohon dimana-mana. Udah kayak hutan."

"Namanya juga sekolah pertanian," sambung Fajar.

Karena harus membereskan mukena terlebih dahulu, Lia dan Nia masih ada didalam.

"Bukan serem-serem lagi. Gue waktu itu ikut pramuka, uji nyali gue disini," kata Vikry. "Saking gada kerjaannya pernah gue sama temen-temen gue keliling dari sudut ke sudut sekolah. Sepiii banget."

"Iya gue juga pernah malem-malem kesini," sambung sandy.

"Ngapain lo malem-malem kesini?" potong Bagas. "Kalo gada kerjaan beresin noh rumah gue."

"Buku gue ketinggalan pea, mana ada PR kan gue jadinya kudu balik buat ngambil. Serem banget! Gue naek tangga aja berasa gak abis-abis. Jalan ke kelas aja kayak ada di lorong panjang aja gue, kagak nyampe-nyampe. Gue istigfar aja waktu itu."

"Iyalah, justru kalo kitanya takut Setan malah makin gede kekuatannya," sela Bagus.

Samar-samar dari dalam mushola dua gadis itu mendengar cerita seram mereka. Kadang-kadang salah satu diantaranya menjahili Lia dan Nia hingga ketakutan. Dasar ya kelas ini, punya cewek dua bukannya dilindungi malah dikerjain.

"Lia, Nia, udah belom? Lama amat. Ntar gue tinggal nih!" seru Herman.

"Iya bentar lagi!" balas keduanya secara bersamaan.

Selesai membereskan mukena, Nia dan Lia keluar dari mushola dan memakai sepatu. Kalau memakai baju bebas begini, Lia dan Nia memang tampak beda. Mereka hanya akan terlihat kembar ketika memakai baju seragam yang sama.

Jalan dari mushola ke Lab sama dengan jarak dari kantor ke Lab. Mereka berjalan menembus pekatnya malam dengan cahaya dari senter smartphone Bagas dan Bagus. Suasana mencengkam dan saat itu jarak mereka merapat. Kadang saking takutnya Nia menggandeng lengan Lia dan berjalan sambil menutup mata kemudian gadis itu akan dituntun arah jalannya oleh Lia.

Sekolah memang terlihat beda saat malam dan siang hari. Kelihatan seperti kota mati. Semua lampu dipadamkan. Perpustakaan, kelas-kelas, Aula, lapangan Basket dan Volley, juga kantin terlihat sepi. Membuat siapa pun yang melihat kearah sana menjadi parnoan, atau ada imajinasi kalau ada makhluk lain yang berada disana. Tapi, semua itu hanyalah ilusi. Nyatanya mereka sampai ke Lab Perikanan dengan selamat.

"Assalamualaikum," sapa anak-anak yang baru datang dari mushola.

"Waalaikum salam."

Sudah ada beberapa yang kumpul di Lab. Di meja depan ada Jonnatan yang mengetak-ngetik laptop bersama Robby. Dari ruangannya, Bu Adida keluar disusul Bu Dyah.

"Semuanya sudah sholat?" tanya Bu Adida pada anak-anak.

"Sudah Buuu...."

"Si Jonnatan sama si Lay (Robby) tuh Bu kagak sholat," celetuk Aldi membuat yang lain serentak berkata, "lah dia mah non islam." Sambil terbahak, ada juga yang menoyor kepala anak itu.

"Bu Dyah gak sholat?" tanya Nia pada guru muda itu.

"Udah," jawab Bu Dyah.

"Tapi kok gak lihat ke musholanya?"

"Saya mah sholat disini."

"Emang ada tempat sholatnya Bu? Kok gak kasih tahu? Kalo gitu mah kita sholat disini aja." Nia sedikit kesal, pasalnya dia tidak ingin berurusan dengan sesuatu yang seram-seram.

"Ya kamu gak nanya," balas Bu Dyah.

"Seenggaknya kan Ibu ngasih tahu."

Dari tiga guru kejuruan, Bu Dyah adalah guru paling muda. Heran juga sih, dia belum menikah tapi semuanya memanggilnya dengan sebutan Bu. Ada yang tahu kenapa? Ya, benar! Karena dia adalah seorang guru hahahha.... Oke ini garing. Sekarang kita kembali ke Bu Adida yang akan memberikan intruksi kepada anak muridnya.

"Nanti, Nia, Lia, Jonnatan, Cholil dan Latif. Kalian siapin ijuk buat nanti ditebar telur. Yang anak cowok yang tadi saya pilih cuss ke kolam tangkap induk jantan, kemudian di seleksi yang mana yang matang gonad. Sisanya siapkan keperluan yang lain."

"Siap Bu...."

Semua melakukan pekerjaannya masing-masing. Kolam yang berada di belakang lab sama sekali tidak ada sumber cahaya. Dengan bermodal senter smartphone Bagus, murid-murid yang ditugaskan untuk menangkap induk jantan itu segera menjalankan misinya. Tidak seperti tadi pagi, mereka sedikit kesulitan meraba dalam gelapnya malam.

Setelah semua siap. Proses pemijahan secara intensif pun dimulai.

Tiap kelompok mengecek kondisi Induk Betina masing-masing yang diletakan di dalam baskom besar dan diturup oleh papan. Kenapa ditutup oleh papan? Agar ikannya tidak loncat *garing*.

Jam 6.30 mereka mengecek kondisi Induk. Apabila beberapa butir telur dapat keluar maka induk betina itu sudah siap untuk diurut. Apabila telur belum dapat keluar saat diurut maka induk lele tersebut dikembalikan kedalam hapa penampungan lagi. Selanjutnya, perlu diperiksa lagi setiap 10-15 menit, barang kali telur sudah siap dikeluarkan.

Namun jam 08.00 baru lah Induk-Induk tersebut baru bisa di stripping.

Biasanya, stripping dilakukan cukup dengan satu orang. Namun, karena mereka masih pemula, proses itu dilakukan oleh tiga orang.

Tiga orang lagi, ditugaskan fokus ke induk jantan. Induk jantan dibedah perutnya lalu seluruh kantong sperma diambil. Oke yang ini gak usah diperpanjang ya, bahaya.

Kemudian, kantung sperma dipotong dengan gunting yang bersih, kemudian dicampur dengan 100-200 ml larutan garam fisiologis ( larutan NaCL 7%). Kantung sperma tersebut dijepit dengan pinset (atau dengan jari tangan yang bersih), lalu diremas-remas agar sel-sel sperma keluar kedalam larutan NaCl tersebut. Tidak ada ketentuan khusus tentang banyaknya larutan garam fisiologis yang digunakan untuk mencampur sperma. Namun, umumnya setengah gelas (100 ml) cukup untuk kantung sperma dari seekor lele jantan. Hal yang perlu diketahui bahwa manfaat larutan garam 7% adalah 1) untuk mengencerkan sperma agar telur yang akan terbuahi semakin banyak dan 2) untuk memperpanjang umur sperma setelah keluar dari kantung sperma. Jika didalam air tanpa garam NaCl, sperma lele hanya tahan hidup sekitar 3 menit, sedangkan didalam larutan garam tersebut, dapat hidup sampai 60 menit.

Kemudian, telur dan sperma dicampurkan dan diaduk selama 2-3 detik, lalu dituangi air bersih (air sumur atau air dari mata air) sebanyak 1-2 liter, penuangan air dilakukan secara perlahan-lahan sambil terus diaduk selama 2 menit.

Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar.

Mungkin ini salah satu dari yang Lia dan Nia tidak suka. Karena tugas bersih-bersih adalah tugas perempuan. Dua gadis itu menjadi sasarannya.

Sementara ada lima orang yang mengembalikan Induk betina ke kolam belakang.

Sembari menunggu dua gadis itu mengepel, para lelaki diperintahkan kumpul di depan. Disana mereka membereskan barang-barang dan bersiap untuk pulang. Tak betah sehari saja tak berulah, salah satu dari mereka ada yang ngumpetin kunci motor Sandy. Siapa lagi kalau bukan WRfams.

"Woy kunci motor gue mana woy?" kesal Sandy sambil mengecek kantong celana anak anak-anak satu persatu.

"Dimana woy? Gak bisa pulang nih gue."

"Noh si bolot noh yang ngumpetin."

"Apaan? Tuh si Lay yang ngumpetin."

"Gue lagi kena. Periksa aja nih di kantong gue ada gak?"

Akhirnya kunci motor Sandy ketemu. Disinilah bahayanya kelas paling pojok ini. Meleng sedikit bisa jadi korban jahilnya mereka.

Bertepatan dengan dua gadis yang baru selesai bersih-bersih. Lab yang tadinya ada bercak darah dimana-mana kembali kinclong. Lima menit kemudian Bu Adida dan Bu Dyah keluar dari ruangannya bersiap untuk pulang.

"Kenapa tadi ribut-ribut?" tanya Bu Adida.

"Nggak Buuu..."

Bu Adida tahu kelas ini. Namun, karena lelah beliau tidak jadi marah.

"Demikian praktek kita, makasih semuanya sudah meluangkan waktunya sampai selarut ini."-Bu Adida mengecek ponselnya-"udah malem banget ya. Yasudah deh kita pulang."

"Whohooo...."

"Itu lelenya bungkus aja, dibawa pulang. Gak apa-apa dimasak juga."

Akhirnya beberapa dari mereka termasuk Lia dan Nia membawa satu kantong induk jantan yang tadi dibedah. Sebenarnya bisa saja mereka memasaknya disini sekalian kongkow bareng sekelas. Namun, hari sudah sangat larut.

Karena diluar jam pelajaran, mereka memarkirkan motor di depan lab. Jadi, tidak perlu jauh-jauh berjalan menuju parkiran. Semua sudah siap dengan kendaraan masing-masing, rumah Bu Adida terletak di kompleks belakang sekolah. Sementara Bu Adida dibonceng oleh Fajar untuk diantarkan sampai rumah. Lia dengan Bagus karena mereka searah sedangkan Sandi mengantarkan Nia. Lihat deh, kelas yang diduga isinya murid bandel ini mereka sangat bertanggung jawab loh.

Di gerbang sekolah mereka berpisah, saling mengucapkan selamat tinggal dan selamat sampai rumah dengan selamat.

Sandy membelokkan stang motornya ke kiri. Tubuh Sandy yang begitu besar membuat Nia tidak terlihat jika kalian melihatnya dari depan. Mata laki-laki itu sayu, seperti kurang istirahat. Nia diam saja, membiarkan angin menerpa rambutnya kebelakang tanpa mengeluh sepatah kata pun. Ia takut mengganggu Sandy yang sedang menyetir.

"Udah jam sebelas ini Ni, lo gak diomelin sama emak lo?" tanya Sandy sedikit menoleh kebelakang agar suaranya terdengar.

"Nggak, kan udah ijin sama Mamah," jawab Nia.

"Oh."

Diam kembali.

"Tadinya gue gak mau ikut praktek," curhat Sandy. Nia sedikit memajukan kepalanya berusaha menjadi pendengar yang baik. "Gue gak pulang dari pagi."

"Lah kenapa?" tanya Nia.

"Kan gue jam satu Paskib. Kalo jam sepuluh tadi gue pulang cape di jalan doang. Jam satu gue harus udah disekolah lagi. Ngadem aja gue tadi di mushola, kalo laper beli jajan."

Nia mengangguk mengerti. Rumah Sandy memang cukup jauh dari sekolah, oleh karena itu ia diperbolehkan menggunakan kendaraan untuk berangkat ke sekolah. Karena jalanan sepi, tak sampai limabelas menit Nia sampai didepan rumahnya dengan selamat. Setelah mengucapkan terimakasih pada teman sekelasnya, gadis itu masuk kerumahnya. Sedangkan Sandy memutar balik dan segera pulang ke rumah.